Laman

Rabu, 01 Februari 2012

Laryngeal Mask Airway (LMA)

I.  Pendahuluan
Penemuan dan pengembangan “laryngeal mask airway” (LMA) oleh seorang ahli anastesi berkebangsaan inggris dr. Archie Brain telah memberikan dampak yang luas dan bermakna dalam praktek anastesi, penanganan airway yang sulit, dan resusitasi kardiopulmonar. LMA telah mengisi kekosongan antara penggunaan “face mask” dengan intubasi endotracheal. LMA memberikan ahli anastesi alat baru penanganan airway yaitu jalan nafas supraglotik, sehingga saat ini dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu : (1) jalan nafas pharyngeal, (2) jalan nafas supraglotik, dan (3) jalan nafas intratracheal.  Ahli anastesi mempunyai variasi yang lebih besar untuk penanganan jalan nafas sehingga lebih dapat disesuaikan dengan kondisi tiap-tiap pasien, jenis anastesi, dan prosedur pembedahan.1,2
LMA dibuat dari karet lunak silicone khusus untuk kepentingan medis, terdiri dari masker yang berbentuk sendok yang elips yang juga berfungsi sebagai balon yang dapat dikembangkan, dibuat bengkok dengan sudut sekitar 30°. LMA dapat dipakai berulang kali dan dapat disterilkan dengan autoclave, namun demikian juga tersedia LMA yang disposible. 1
Pasien pediatric lebih mungkin untuk terjadi komplikasi jalan nafas intraoperatif ataupun postoperative.  Yang menjadi pertanyaan adalah dapatkah LMA digunakan lebih sering pada pasien pediatrik dari pada pasien dewasa? Apakah keuntungan dan kerugian yang mungkin terjadi pada pasien pediatrik sama dengan pasien dewasa?

II.  Anatomi dan Fisiologi Jalan Nafas Pediatrik
Neonatus memiliki laju metabolisme yang tinggi dan konsumsi oksigen pada neonatus per unit berat badan dua kali lipat lebih besar dibandingkan orang dewasa: 7 ml/kg/menit pada neonatus sedangkan pada orang dewasa 3 ml/KgBB/menit.  Otot-otot pernafasan lemah dan cenderung lumpuh.  Tidal volume terbatas sehingga peningkatan kebutuhan oksigen harus dikompensasi dengan peningkatan laju pernafasan.  Rasio ventilasi alveolar permenit dengan kapasitas residual fungsional (FRC) tinggi sehingga mengurangi cadangan oksigen dalam paru-paru ketika ventilasi terganggu. 3
Ukuran lidah yang relatif lebih besar dan jaringan lunak pada leher dan pharynx lebih besar meningkatkan resiko untuk terjadi sumbatan jalan nafas setelah pemberian obat-obat sedatif (intravena ataupun inhalasi).  Refleks jalan nafas bayi dan anak sangat reaktif terhadap rangsang benda asing dan infeksi. 3
Proses kematangan/maturasi jalan nafas bayi terjadi secara bertahap dan saat bahwa telah menjadi matang seperti jalan nafas orang dewasa sulit diidentifikasi. Penanganan parioperatif jalan nafas pediatrik harus dilakukan dan dimonitor secara cermat dan hati-hati.  Komplikasi intubasi endotrakheal yang dapat terjadi pada orang dewasa maka pada pasien pediatrik seperti cidera mukosa, suara serak, udema, dan batuk.  Sehingga penggunaan LMA mungkin dapat mengurangi insiden komplikasi postoperatif tersebut. 3,4
Dibandingkan dengan anak besar dan orang dewasa, neonatus dan bayi mempunyai ventilasi yang kurang efisien oleh karena otot-otot diaphragma dan intercostal yang lemah, yang dikarenakan hanya sedikit serat otot tipe 1, horisontal, tulang rusuk yang lentur, dan perut yang menonjol.  Laju pernafasan tinggi pada neonatus dan secara bertahap berkurang seiring bertambahnya usia.  Tidal volume dan dead space perkilogram berat badan relatif konstan selama perkembangan.  Ukuran jalan nafas yang relatif kecil dapat meningkatkan tahanan jalan nafas.  Kematangan alveolar tidak sempurna sampai kira-kira usia 8 tahun. 3,4
Kerja pernafasan meningkat sehingga mudah terjadi kelelahan pada otot-otot pernafasan.  Alveoli yang masih berjumlah relatif sedikit menyebabkan compliance paru menurun, sebaliknya oleh karena tulang rusuknya masih banyak mengandung tulang rawan maka compliance dari rongga dada relatif tinggi.  Kombinasi dari keduanya menyebabkan dinding dada cenderung kolaps selama inspirasi dan volume residual paru relatif rendah saat ekspirasi.  Menyebabkan menurunnya kapasitas residual fungsional (FRC), hal ini penting karena cadangan oksigen selama fase apneu (intubasi) sangat tebatas dan cenderung menyebabkan terjadinya atelektasis dan hipoksemia pada neonatus dan bayi.  Dan hal ini diperberat dengan kebutuhan konsumsi oksigen yang relatif lebih tinggi.  Ditambah lagi kendali pernafasan oleh hipoksia dan hiperkapnea belum berkembang baik pada neonatus dan bayi.  Nyatanya tidak seperti orang dewasa, hipoksia dan hiperkapnea pada neonatus dan bayi malah menekan pernafasan. 3
Pada neonatus dan bayi memiliki ukuran kepala dan lidah yang lebih besar, jalan kehidung yang lebih sempit, dan larynx yang lebih ke anterior dan cephalad (setinggi vertebra C4 dibanding vertebra C6 pada dewasa), epiglotis yang panjang, dan leher serta trachea yang pendek.  Karakteristik anantomis tersebut menyebabkan neonatus dan bayi harus bernafas melalui hidung mereka sampai kira-kira umur 5 bulan.  Kartilago cricoid merupakan titik tersempit pada jalan nafas anak dibawah 5 tahun, sedangkan pada orang dewasa titik tersempit adalah glottis.  Udema sebesar 1 mm dapat membahayakan bagi bayi dikarenakan diameter tracheanya yang masih sempit. 3

III.  Jenis-jenis LMA
Sampai saat ini berbagai jenis telah diproduksi dengan keunggulan dan tujuan tertentu dari masin-masing jenis LMA. Jenis-jenis LMA yang telah tersedia sebagai berikut:
  1. LMA klasik
  2. LMA flexible
  3. LMA proseal
  4. LMA fast track

LMA Klasik
Tidak seperti jalan nafas supraglotik, tersedia dalam berbagai ukuran, yang cocok untuk semua penderita mulai dari bayi sampai dengan dewasa.  Memilih ukuran untuk pasien pediatrik tidak dapat selalu tepat sehingga harus disediakan cadangan dalam berbagai ukuran.  Kesalahan posisi LMA pada pasien pediatrik sering dikarenakan oleh kesalahan dalam menetukan ukuran LMA yang dipakai.  Keberhasilan LMA yang klasik mendorong munculnya berbagai jenis LMA lainnya dengan beberapa tujuan tertentu seperti untuk intubasi buta disertai dengan akses ke lambung (Proseal LMA).  Jenis LMA proseal memberikan dua keuntungan: (1) adanya akses ke lambung memungkinkan untuk memasukkan selang lambung dan kemudian dekompresi lambung; (2) desain ulang terhadap balon LMA memungkinkan untuk mengembangkan balon LMA lebih besar dan posisi balon LMA yang lebih tepat terhadap jalan nafas.  1,2,7,8

 Gambar 1.  LMA Klasik

Gambar 2. LMA Flexible

LMA Proseal
Pertanyaan apakah penderita pediatrik lebih cenderung terjadi aspirasi isi lambung daripada pasien dewasa telah menjadi bahan perdebatan dalam beberapa tahun terakhir.  Penelitian yang terbaru dan paling komprehensif telah membuktikan bahwa pasien pediatrik hanya sedikit lebih banyak terjadi penumonitis aspratif perioperatif.  Ventilasi tekanan positif yang berlebihan pada ventilasi face mask dapat menyebabkan dilatasi lambung, dan dengan meningkatnya tekanan dalam lambung, dapat meningkatkan resiko regurgitasi isi lambung.  Kebanyakan anak-anak memiliki compliance paru yang lebih besar daripada orang dewasa dan apabila level ventilasi tekanan positif yang nyaman bagi orang dewasa diberikan pada pasien anak-anak akan menyebabkan penutupan spingter esofagus atas dan bawah dan akan menyebabkan distensi lambung.  Distensi lambung yang berlebihan dapat mengurangi pergerakan diapraghma sehingga mengganggu ventilasi efektif.  LMA proseal dengan akses lambung dapat medekomprasi lambung seketika LMA dipasang.  LMA proseal lebih sesuai secara anatomis untuk jalan nafas dan lebih cocok untuk ventilasi tekanan positif. 1,2,3

 
 Gambar 3. LMA Proseal

 LMA Fast Track

Gambar 4. LMA Fastrack

Berbagai macam ukuran LMA1,2
Ukuran Masker
Berat Badan (Kg)
Volume Balon (mL)
1
< 5
 4
1,5
5 - 10
7
2
10 – 20
10
2 ½ 
20 – 30
14
3
30 - 50
20
4
50 - 70
30
5
> 70
40

IV.  Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan LMA
Prinsipnya LMA dapat digunakan pada semua pasien yang bila dilakukan anastesi dengan face mask dapat dilakukan dengan aman (kecuali penderita-penderita yang memiliki kelainan oropharynx).  LMA telah digunakan secara rutin pada prosedur-prosedur minor ginekologi, orthopedi, bronkoskopi dan endoskopi.  Prosedur yang lain yang dapat menggunakan LMA antara lain ekstraksi gigi, adenotonsilektomy, repair celah langitan, myringotomi, prosedur memasukkan pipa timpanostomy, dan operasi mata.  Akhir-akhir ini penggunaan LMA untuk penanganan jalan nafas sulit juga meningkat. 1,2

Indikasi Penggunaan LMA 2,3,4
  1. Alternatif face mask dan intubasi endotrakheal untuk penanganan jalan nafas
  2. penanganan airway selama anastesi umum pada :
    1. rutin ataupun emergency
    2. radioterapi
    3. CT-Scan / MRI
    4. Resusitasi lua bakar
    5. ESWL
    6. Adenotonsilektomy
    7. Bronkhoskopi dengan fiberoptik fleksibel
    8. Resusitasi neonatal
  3. Situasi jalan nafas sulit :
    1. Terencana
    2. Penyelamatan jalan nafas
    3. Membantu intubasi endotrakheal
Kontraindikasi Penggunaan LMA 1,2
Kondisi-kondisi berikut ini merupakan kontraindikasi penggunaan LMA :
  1. Resiko meningkatnya regurgitasi isi lambung (tidak puasa)
  2. Terbatasnya kemampuan membuka mulut atau ekstensi leher (misalnya artitis rematoid yang berat atau ankilosing spondilitis), menyebabkan memasukkan LMA lebih jauh ke hipopharynx sulit.
  3. Compliance paru yang rendah atau tahanan jalan nafas yang besar
  4. Obstruksi jalan nafas setinggi level larynx atau dibawahnya
  5. Kelainan pada oropharynx (misalnya hematoma, dan kerusakan jaringan)
  6. Ventilasi paru tunggal.

V.  Teknik Insersi LMA
Macam-macam teknik insersi LMA :
  1. Teknik Klasik/standard (Brain’s original technique)
  2. Inverted/reserve/rotation approach
  3. Lateral apporoach à inflated atau deflated cuff
Teknik insersi LMA yang dikembangkan oleh dr. Brain telah menunjukkan posisi terbaik yang dapat dicapai ini pada berbagai variasi pasien dan prosedur pembedahan.  Walaupun sampai sekarang telah banyak teknik insersi yang dianjurkan namun demikian teknik dari dr.Brian ini membuktikan secara konsisten lebih baik.  Banyak teknik insersi lainnya yang menyebabkan penempatan LMA yang teralalu tinggi dari jalan nafas atas dan pengembangan balon terlalu besar untuk mencegah kebocoran gas anastesi disekeliling LMA.  Tekanan balon LMA yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pembengkakan struktur pharyngeal dan menyebabkan pengurangan toleransi terhadap LMA pada kasus-kasus emergensi.
Konsep insersi LMA mirip dengan mekanisme menelan.  Setelah makanan dikunyah, maka lidah menekan bolus makanan terhadap langit-langit rongga mulut berasamaan dengan otot-otot pharyngeal mendorong makanan kedalam hipopharyng.  Insersi LMA, dengan cara yang mirip balon LMA yang belum terkembang dilekatkan menyusuri langit-langit dengan jari telunjuk menekan LMA menyusuri sepanjang langit-langit keras dan langit-langit lunak terus sampai ke hipopharyngx.  Teknik ini sesuai untuk penderita dewasa ataupun anak-anak dan sesuai untuk semua model LMA. 1,2,5,6 



Gambar Teknik Insersi LMA : A. LMA dalam keadaan siap untuk diinsersi.  Balon harus dalam keadaan kempes dan rim membelakangi lubang LMA. Tidak boleh ada lipatan pada ujung LMA.  B. isersi awal LMA dengan melihat langsung, ujung masker ditekan terhadap palatum durum.  Jari tengah dapat digunakan untuk menekan dagu kebawah. Masker ditekan kearah depan terus meju ke dalam pharynx untuk memastikan bahwa ujungnya tetap datar dan menolak lidah.  Dagu tidak perlu dijaga agar tetap terbuka bila masker telah masuk kedalam mulut. Tangan operator yang tidak terlibat proses intubasi dapat menstabilisasi occiput. C. Dengan menarik jari sebelahnya dan dengan sedikit pronasi dari lengan bawah, biasanya dengan mudah akan dapat mendorong masker. Posisi leher tetap flexi dan kepala tetap extensi. D. LMA ditahan dengan tangan sebelah dan jari telunjuk kemudian diangkat.  Tangan menekan LMA ke bawah dengan lembut sampai terasa tahanan. 1

Keberhasilan insersi LMA tergantung dari hal-hal detail sebagai berikut : 1
  1. Pilih ukuran yang sesuai dengan pasien dan teliti apakah ada kebocoran pada balon LMA
  2. pinggir depan dari balon LMA harus bebas dari kerutan dan menghadap keluar berlawanan arah dengan lubang LMA
  3. lubrikasi hanya pada sisi belakang dari balon LMA
  4. pastikan anastesi telah adekuat (baik general ataupun blok saraf regional) sebelum mencoba untuk insersi.  Propofol dan opiat lebih memberikan kondisi yang lebih baik daripada thiopental.
  5. posisikan kepala pasien dengan posisi sniffing
  6. gunakan jari telunjuk untuk menuntun balon LMA sepanjang palatum durum terus turun sampai ke hipofarynx sampai terasa tahanan yang meningkat.  Garis hitam longitudinal seharusnya selalu menghadap ke cephalad (menghadap ke bibir atas pasien)
  7. kembangkan balon dengan jumlah udara yang sesuai
  8. pastikan pasien dalam anastesi yang dalam selama memposisikan pasien
  9. obstruksi jalan nafas setelah insersi biasanya disebabkan oleh piglotis yang terlipat kebawah atau laryngospame sementara
  10. hindari suction pharyngeal, mengempeskan balon, atau mencabut LMA sampai penderita betul-betul bangun (misalnya membuka mulut sesuai perintah).

 Malposisi LMA
Gambar 7. Malposisi LMA yang umum terjadi

Teknik-teknik Lain Yang Dapat Dilakukan Bila Kesulitan Insersi LMA
Ditangan yang terampil, teknik standard insersi LMA dapat berhasil pada sebagian besar pasien (>98%) pada usaha yang pertama atau yang kedua.  Penyebab yang lazim akan kegagalan insersi LMA adalah karena penguasaan teknik yang rendah, anastesi yang dangkal (yang menyebabkan terjadi batuk, mual, dan laryngospasme), pengguna belum berpengalaman, sulit mengatasi lengkungan 90° dibelakang pharynx ke hipopharynx, lidah dan tosil yang besar, dan penggunaan ukuran LMA yang tidak tepat.  Beberapa teknik manuver telah dilakukan untuk mengatasi kesulitan tersebut diantaranya: menarik lidah kedepan, menggangkat dagu, dan menggunakan laryngoscope, menggunakan bilah lidah atau forcep Magill untuk menggangkat lidah.  Masukkan LMA dengan balon menghadap ke bawah dan kemudian diputar 180° setelah sampai dinding posterior parynx.  2,6
Balon dapat dikembangkan sebagian atau penuh bila memasukkan LMA tanpa kesulitan.  Walaupun trik ini dapat memudahkan operator yang belum berpengalaman namun dapat terjadi komplikasi berupa obstruksi parsial jalan nafas jika ujung LMA arytenoid didepan larynx.  lebih jauh hal tersebut dapat menyebabkan batuk atau laryngospame karena rangsangan pada refleks pelindung jalan nafas yang disebabkan oleh posisi LMA yang tinggi di dalam pharynx. Pada pasien dengan lengkung palatum yang tinggi, mendekati palatum durum secara agak diagonal dari samping dengan posisi LMA bersudut 15° atau 20° dari lateral ke midline dapat juga membantu. 2,6

VI.  Keuntungan dan kerugian LMA
Keuntungan LMA dibandingkan Face Mask
Bila dibandingkan dengan pemakaian dengan face mask maka LMA dapat memberikan ahli anastesi lebih banyak kebebasan untuk melaksanakan tugas yang lain (misalnya mencatat perjalanan anastesi, memasukkan obat-obatan dll) dan mengurangi angka kejadian kelelahan pada tangan operator. Dengan LMA dapat memberikan data capnography yang lebih akurat dan dapat mempertahankan saturasu oksigen yang lebih tinggi.  Kontaminasi ruangan oleh obat-obat anastesi inhalasi dapat dikurangi tetapi dengan manipulasi yang lebih kecil terhadap jalan nafas.  Cedera pada mata dan saraf wajah dapat dihindari dibandingkan bila memakai face mask. 1,2,4

Keuntungan LMA dibandingkan dengan ETT
Walaupun LMA tidak dapat menggantikan posisi ETT (khususnya pada prosedur operasi yang lama dan yang memerlukan proteksi terhadap aspirasi) namun LMA mempunyai berbagai kelebihan.  LMA lebih mudah dimasukkan dan mengurangi rangsangan pada jalan nafas dibandingkan ETT (sehingga dapat mengurangi batuk, rangsang muntah, rangsang menelan, tahan nafas, bronchospame, dan respon kardiovaskuler) adalah dua keuntungan yang dimiliki LMA dibandingkan ETT.  Level anastesi yang lebih dangkal dapat ditolenransi dengan menggunakan LMA dibandingkan ETT.  Ditangan yang terampil, penempatan LMA dapat lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan menempatkan ETT, sehingga lebih memudahkan untuk resusitasi.  Trauma pada pita suara dapat dihindari karena LMA tidak masuk sampai ke lokasi pita suara.  Insidens kejadian suara serak setelah penggunaan LMA dapat dikurangi bila dibandingkan dengan pemakaian ETT. 1,2,4,7

Keuntungan dan Kerugian LMA dibandingkan dengan Face Mask atau ETT 1

Keuntungan
Kerugian
Dibandingkan dengan Face Mask
-   Tangan operator bebas
-   Fiksasi yang lebih baik pada penderita yang berjenggot
-   Lebih leluasa pada operasi THT
-   Lebih mudah untuk mempertahankan jalan nafas
-   Terlindung dari sekresi jalan nafas
-   Trauma pada mata dan saraf wajah lebih sedikit
-   Polusi ruangan lebih sedikit
-   Lebih invasif
-   Resiko trauma pada jalan nafas lebih besar
-   Membutuhkan keterampilan baru
-   Membutuhkan tingkat anastesi lebih dalam
-   Lebih membutuhkan kelenturan TMJ (temporo-mandibular joint)
-   Difusi N2O pada balon
-   Ada beberapa kontraindikasi
Dibandingkan dg ETT
-   Kurang invasif
-   Kedalam anastesi yang dibutuhkan lebih dangkal
-   Berguna pada intubasi sulit
-   Trauma pada gigi dan laryngx rendah
-   Mengurangi kejadian bronkhospasme dan laryngospasme
-   Tidak membutuhkan relaksasi otot
-   Tidak membutuhkan mobilitas leher
-   Mengurangi efek pada tekanan introkular
-   Mengurangi resiko intubasi ke esofagus atau endobronchial
-   Meningkatkan resiko aspirasi gastrointestinal
-   Harus dalam posisi prone atau jackknife
-   Tidak aman pada pasien obisitas berat
-   Maksimum PPV (positive pressure ventilation) terbatas
-   Keamanan jalan nafas kurang terjaga
-   Resiko kebocoran gas dan polusi ruangan lebih tinggi
-   Dapat menyebabkan distensi lambung

 Komplikasi Penggunaan LMA 2,3,4
  1. Komplikasi Mekanikal (kinerja LMA sebagai alat) :
    1. Gagal insersi (0,3 – 4%)
    2. Ineffective seal (<5%)
    3. Malposisi (20 – 35%)
  2. Komplikasi Traumatik (kerusakan jaringan sekitar) :
    1. Tenggorokan lecet (0 – 70%)
    2. Disfagia (4 – 24%)
    3. Disartria (4 – 47%)
  3. Komplikasi Patofisiologi (efek penggunaan LMA pada tubuh) :
    1. Batuk (<2%)
    2. Muntah (0,02 – 5%)
    3. Regurgitasi yang terdeteksi (0-80%)
    4. Regurgitasi klinik (0,1%)

VII.  LMA dan Anastesi Pediatrik
Pada pasien pediatrik LMA dapat memberikan jalan nafas yang lebih aman daripada yang dapat diberikan oleh alat jalan nafas pharyngeal dan sungkup muka.  LMA melewati lidah dan struktur pharyngeal atas yang dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas atas pada anak-anak.    Prosedur bedah yang singkat seperti myringotomy mungkin tidak membutuhkan LMA, tetapi pada beberapa penderita tertentu (seperti penderita madibular hipoplasia), LMA dapat merupakan pilihan terbaik walaupun pada prosedur singkat.  Pada situasi dimana ahli anastesi bekerja sendirian (walaupun telah direncanakan intubasi endotracheal)  dan induksi inhalasi tengah dilakukan, insersi LMA setelah induksi anastesi dapat memberikan jalan nafas yang aman sementara ahli anastesi melakukan akses vena sebelum intubasi trachea. 2,3,4
LMA khususnya paling tepat pada keadaan yang membutuhkan anastesi umum untuk prosedur non-invasif seperti MRI, CT-Scan, kateterisasi jantung, nuclear scan, dan radioterapi.  Komplikasi dan efek samping dari intubasi endotracheal dapat dihindari untuk jenis-jenis prosedur tersebut.  LMA juga dapat digunakan untuk beberapa jenis prosedur pembedahan lainnya seperti prosedur bedah umum yang tidak membuka rongga tubuh, prosedur bedah plastik, prosedur ortopedik, dan prosedur bedah urologi. LMA bukanlah pengganti intubasi endotracheal, namun demikian ahli anastesi harus lebih cermat mereview indikasi intubasi endotracheal pada pasien-pasien pediatrik untuk menentukan apakah LMA dapat memberikan jalan nafas yang aman sehingga dapat mengurangi resiko dan efek samping. 2,3,4

Perbandingan Penanganan Jalan Nafas dengan Menggunakan LMA Vs ETT pada Anastesi Pediatrik
Telah dilakukan banyak penelitian tentang penggunaan LMA untuk penanganan jalan nafas pada anastesi pediatrik.  Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh M.Afzal dkk di Rumah sakit swasta Al-Khuwai Muscat Oman, yang dimuat dalam The Internet Journal of Anastesiologi volume 13 Number 1 2007. Afzal melakukan penelitian terhadap 202 pasien pediatrik yang akan menjalani operasi abdomen bagian bawah dengan general anastesi.  Kelompok pasien dibagi dua yaitu menggunakan ETT 100 anak dan menggunakan LMA 102 anak.  Semua penderita termasuk dalam ASA I atau II antara umur 1 sampai 12 tahun, akan menjalani operasi orchidopeksi, hernia inguinalis dan sirkumsisi.  Perbandingan dari kedua kelompok pasien dilakukan dengan metode student t-test meliputi perbandingan umur, berat badan, durasi operasi dan durasi anastesi. 4
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan LMA dan ETT dalam hal komplikasi perioperatif seperti batuk, laryngospame, gagging atau tahan nafas (P>0,05). 4

Anastesi General pada penderita pediatrik dengan menggunakan LMA tanpa akses intravena
Telah dilakukan penelitian oleh Z. Messieha dkk di Universitas Illionis Chicago Amerika Serikat terhadap 1954 penderita pediatrik yang menjalani operasi dengan anastesi umum menggunakan LMA tanpa akses intravena sebelum pemasangan LMA dibandingkan dengan akses intravena sebelumnya. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa keberhasilan memasukkan LMA antara 100%-98,9%, interval incisi 17,2 menit pada kelompok dengan akses intravena dan 11,4 menit pada kelompok tanpa akses intravena, komplikasi yang terjadi pada kelompok tanpa akses intravena 2,22%.  Kesimpulan dari penelitian ini bahwa anastesi umum pada pasien pediatrik tanpa akses intravena menunjukkan angka keberhasilan insersi LMA yang tinggi, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan prosedur lebih singkat, dan angka komplikasi yang rendah. 6

VIII. LMA dan Jalan Nafas Sulit
Walaupun diciptakan bukan untuk mengatasi jalan nafas yang sulit tetapi LMA telah membuktikan dirinya bahwa dapat digunakan untuk menangani jalan nafas yang sulit tiga puluh tahun terakhir ini.  Literatur-literatur kedokteran telah memuat banyak laporan kasus tentang penggunaan LMA untuk penanganan jalan nafas yang sulit pada kondisi elektif ataupun emergenci.  Hal tersebut juga telah dibuktikan pada penderita anak-anak ataupun  orang dewasa.  Ventilasi pada pasien pediatrik dengan sindrome kelainan kongenital seperti Pierre-Robin, Treacher-Collins, Goldenhar, Klippel-Feil, Beckwith-Weidemann lebih mudah menggunakan LMA daripada alat yang lain.  Intubasi endotracheal dengan bantuan fiberoptic dapat dfasilitasi dengan adanya LMA dan telah merevolusi penanganan jalan nafas untuk penderita-penderita dengan jalan nafas yang abnormal.  Pada kebanyakan kasus LMA dapat di insersi setelah penderita tidak sadar dengan obat anastesi inhalasi seperti sevoflurane.  Untuk penderita-penderita yang fungsi ventilasinya tidak dapat diperkirakan setelah induksi anastesi, maka LMA dapat di insersi dengan menggunakan anastesi topikal. 1,2, 7
Kegunaan LMA pada kasus jalan nafas yang sulit: 2
  1. Sebagai jalur untuk memasukkan intubasi endotracheal fiberoptik pada pasien sadar.  Ketika pada perioperatif ditentukan bahwa penderita harus diintubasi endotrakheal secara sadar, LMA dapat dipasang terlebih dahulu untuk kemudian dijadikan jalur untuk lewatnya intubasi endotracheal fiberoptik.  Insersi LMA relatif menimbulkan rangsangann yang lebih ringan yang lebih dapat ditoleransi pada penderita yang sadar dibandingkan rangsangan yang timbul karena metode konvensional dari laryngoskopi atau bronkoskopi.  Visualisasi dari pintu masuk laryngeal dengan fiberoptik bronkoskopi biasanya mudah melalui batang dari LMA yang dalam posisi baik.  Pada penderita yang jalan nafasnya sulit tetapi tidak membutuhkan intubasi endotrakheal, LMA dapat di insersi ketika penderita tersebut masih sadar dan dapat digunakan untuk kontrol jalan nafas secara primer.
  2. Sebagai jalan nafas pada pasien dalam anastesi yang tidak dapat diintubasi endotrakheal.  LMA dapat sebagai alternatif dari face mask pada pasien dengan general anastesi yang tidak dapat diintubasi endotrakheal tetapi paru-paru dapat diberikan ventilasi secara face mask.  Tekecuali pada penderita dengan resiko tinggi terjadi regurgitasi lambung.  Pada situasi ini penggunaan LMA tidak melindungi jalan nafas dari regurgitasi sehingga hanya memiliki sedikit keunggulan dibandingkan face mask.namun LMA dapat dijadikan jalur untuk intubasi endotrakheal fiberoptik.
  3. Sebagai jalur untuk intubasi endotrakheal fiberoptik pada pasien dalam anastesi yang tidak dapat diintubasi tetapi paru-paru dapat diventilasi.
  4. Sebagai jalan nafas darurat pada pasien dengan gawat darurat yang tidak dapat diintubasi atau diventilasi. LMA memberikan jalan nafas life saving pada kasus emergency dan merupakan tindakan yang dapat dibenarkan sebelum tindakan combitube trakheal esofagus atau ventilasi jet transtrakheal. 
  5. Sebagai jalur untuk intubasi endotrakheal pada pasien yang tidak dapat diventilasi ataupun diintubasi. Jika jalan nafas dapat diamankan dengan LMA pada situasi ini maka dapat memperpanjang waktu persiapan intubasi endotracheal.  Bila LMA dapat memberikan ventilasi yang adekuat maka berarti pembukaan glottik berada didalam mangkuk LMA dan intubasi dengan penuntun fiberoptik melalui LMA akan berhasil dengan baik.  Jika ventilasi tidak adekuat setelah insersi LMA, mungkin posisi LMA tidak tepat sejajar dengan laryngeal inlet atau mungkin ada patologi pada periglottik.  Pada situasi tersebut maka intubasi dengan penuntun fiberoptik juga akan sulit dilakukan dan memerlukan trakheo-esofageal combitube, segera mulai jet ventilasi transtracheal atau dilakukan jalan nafas secara pembedahan.
Gambar. Intubasi trakea dengan menggunakan LMA

IX.  Kesimpulan
Penanganan jalan nafas adalah tugas paling penting dari seorang ahli anastesi dan fungsi tersebut tidak dapat ditawar lagi.  Ahli anastesi tidak boleh menerima keterbatasan metode penanganan jalan nafas dan harus menyiapkan berbagai teknik penanganan jalan nafas untuk tiap-tiap kasus yang mungkin memerlukan pendekatan yang berbeda.  Tidak ada satupun teknik penanganan jalan nafas yang dapat cocok untuk semua pasien dan kasus sehingga ahli anastesi harus menguasai berbagai teknik untuk memastikan penanganan jalan nafas yang paling optimal dengan resiko yang paling minimal.
LMA telah dibuktikan dapat digunakan secara luas sebagai alternatif menejemen jalan nafas yang handal dan terpercaya termasuk dalam bidang anastesi pediatrik, menejemen jalan nafas sulit, resusitasi jalan nafas dll.

Referensi
  1. Morgan GE, Mikhail MS: Airway Management. Clinical Anesthesiology 3nd ed, Lange Medical Books, New York, 2002.
  2. Gomillion MC, Jung Hee Han : Magnetic Resonance Imaging a case of 2 years old boy.Anesthesiology Problem-Oriented Patient Management Yao & Artusio’s, 6th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA, 2008.
  3. Morgan GE, Mikhail MS : Pediatric Anesthesia, Clinical Anesthesiology 3nd ed, Lange Medical Books, New York, 2002.
  4. Afzal M : Airway Management In Pediatric Anesthesia: Laryngeal Mask Airway Vs Endotracheal Tube. The Internet Journal of Anesthesiology 2007. Volume 13 Number 11.
  5. O’neill B, Templeton JJ: The Laryngeal Mask Airway in Pediatric Patient; factors affecting ease of use during insertion and emergence. Journal of Anesthesia & Analgesia, Anesthesia Analg 1994; 78:659-662.
  6. Messeeha Z, Ellyn G : 1954 Pediatric General Anastesi by Laryngeal Mask Airway Without Intravenous Access. The Internet Journal of Anesthesiology 2007. Volume 13 Number 1.
  7. Byhahn C, Meininger D, Zwissler B : Current Concepts of Airway Management in The ICU and The Emergency Departement; Yearbok of Intensive Care and Emergency Medecine, Vincent JL (ed), Springer, New York, 2006. P 377-399.
  8. Allman KG, Wilson IH. Oxford Handbook of Anasthesia. Oxford University Pres Inc, New York, 2001. P 368-369.
  9. Fernandez JG, Tusman G: Pediatric Anesthesiology; Programming Pressure Support Ventilation in Pediatric Patient in Ambulatory Surgery with a Laryngeal Mask Airway. Journal of Anesthesia & Analgesia Anesth Analg 2007; 105:1585-1591
  10. Polaner DM, Ahuja D: Pediatric Anesthesia: Video Assessment of Supraglottic Airway Orientation Through the Prelaryngeal Airway in Pediatric Patient. Journal of Anesthesia & Analgesia, Anesth Analg 2006; 102:1685-1688.

Ditulis Oleh :
dr. Iskaromiyah Agustin Setiawaty
Bagian Anestesi Universitas Hasanuddin



4 komentar: