Rabu, 10 Juli 2013

PENILAIAN DAN DIAGNOSTIK NYERI



Pendahuluan
Di Amerika Serikat, nyeri merupakan keluhan medis yang paling sering dikeluhkan dan merupakan salah satu alasan utama pasien mencari perawatan medis. Berdasarkan American Pain Society (APS), 50 juta warga Amerika lumpuh sebagian atau total karena nyeri, dan 45% dari warga amerika membutuhkan perawatan nyeri yang persisten seumur hidup mereka. Kira-kira 50-80% pasien dirumah sakit mengalami nyeri disamping keluhan lain yang menyebabkan pasien masuk rumah sakit. (1-2)
Nyeri merupakan pengalaman yang subyektif sehingga penilaian menjadi sangat penting. Tidak ada alat ukur objektif yang dapat memberikan penilaian yang memuaskan. Nyeri juga multidimensional termasuk persepsi nosiseptif dan ekspresi. Untuk itu, multiaspek dari rasa nyeri juga harus dipertimbangkan, termasuk sensorik, afektif dan dimensi kognitif. Tidak ada pendekatan tunggal yang dapat digunakan untuk menilai nyeri pada semua pasien ataupun pada semua situasi karena rasa nyeri dipengaruhi oleh berbagai multifaktor, termasuk penggunaan alat ukur, waktu melakukan penilaian jumlah pasien serta klinisi itu sendiri. (1,3)
Penilaian nyeri pertama dibuat pada tahun 1986 oleh World Health Organization (WHO), yakni terdapat 3 tahap pemberian analgesik pada nyeri kanker yang didasarkan pada intensitas nyeri. Saat ini penilaian nyeri yang awalnya dibuat oleh American Pain Society (APS) telah banyak digunakan pada banyak rumah sakit di seluruh negeri, dan digunakan sebagai “salah satu tanda vital”. Mantan presiden APS, dr. James Campbell menyatakan : “tanda vital merupakan hal yang sangat penting. Jika nyeri dinilai sama seperti tanda-tanda vital lainnya, maka kita dapat memberikan perawatan yang lebih baik”.(1)
Pada bulan Februari tahun 1999, Veteran administrasi Rumah Sakit memasukkan nyeri sebagai salah satu tanda vital dalam sistem penilaian rumah sakit mereka secara nasional. Dengan tujuan untuk mencegah dan mengurangi penderitaan pasien, penilaian nyeri akan dilakukan dengan berbagai macam cara secara konsisten. Pada tahun 2001, The Joint Commision On Acreditation of Health care Organization (JCAHO) melakukan evaluasi skor nyeri pada semua pasien. Tujuan utama dari evaluasi ini adalah untuk membuat suatu penilaian yang sama dalam penanganan nyeri. (1)


Defenisi dan Tipe Nyeri
Nyeri merupakan pengalaman kompleks pada seluruh manusia. Definisi tersebut telah berkembang selama bertahun-tahun. Pada tahun 1968 Margo McCaffery mempublikasikan definisi klinis nyeri yang telah menjadi batu loncatan terhadap penilaian  nyeri: “Nyeri merupakan sesuatu hal yang dikatakan oleh pasien dan yang  pasien rasakan”. Frase ini merupakan dasar bahwa nyeri yang diterima dan dirasakan berasal dari laporan pasien itu sendiri. (1,3)
Menurut The Internasional Assosiation for The Study of Pain (IASP) yang mengembangkan definisi dari nyeri sebagai “Suatu pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan, dimana hal ini terutama dihubungkan dengan adanya kerusakan jaringan atau gambarannya dihubungkan seperti ada sebuah kerusakan atau keduanya”. Defenisi dari nyeri ini diakui sebagai gabungan antara fenomena sensorik, emosional, dan kognitif dimana terjadi kelainan patologi pada tubuh yang tidak tampak. (3)
Pandangan kontemporer dari karakteristik nyeri secara multidimensional dengan adanya suatu keterlibatan simultan berbahaya, emosional, kognitif (pikiran), dan komponen-komponen kepercayaan. Secara konseptual, nyeri dapat dibagi 3 tingkatan secara hirarki yang terdiri dari : komponen sensorik-diskriminatif (misalnya lokasi, intensitas, kualitas), komponen motivasi-afektif (misalnya depresi, kecemasan), dan komponen kognitif-evaluatif (misalnya pikiran tentang penyebab dan signifikasi nyeri).(1,5-6)
Terdapat 5 klasifikasi nyeri: nosiseptif, neuropatik, campuran, psikogenik, dan idiopatik. Nyeri nosiseptif dapat didefenisikan sebagai suatu sensasi sekunder yang tidak menyenangkan sebagai aktivasi nosiseptor perifer yang terletak di jaringan lain dari sistem saraf perifer dan pusat. Nyeri nosiseptif dibagi lagi menjadi tipe somatik dan viseral. Nyeri nosiseptif biasanya waktunya terbatas dan mengalami penyembuhan dari kerusakan awal.(6-7)
Nyeri neuropatik digambarkan sebagai bentuk paradox dari nyeri sekunder akibat trauma atau disfungsi pada saraf sensorik sentral atau sistem saraf perifer. Selanjutnya cedera saraf mengakibatkan hilangnya transmisi sensorik dan umumnya pasien mengeluh “mati rasa”. Nyeri psikogenik merupakan suatu bentuk nyeri yang dihubungkan dengan nyeri fisik yang selalu berasal dari masalah psikologis. Seseorang dengan gangguan nyeri psikogenik akan mengeluhkan gejala yang tidak sesuai. Hal ini dapat terwujud dalam bentuk sakit kepala, nyeri otot, nyeri punggung, dan nyeri perut. Nyeri idiopatik merupakan suatu bentuk nyeri yang tidak ada hubungannya dengan mekanisme fisik atau mental. Hal ini biasanya dianggap sebagai diagnosis eksklusi.(1,8-9)
 

Faktor yang mempengaruhi respon nyeri: (1,3)
1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga klinisi harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka menganggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.

2. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (contoh: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).

3. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.

4. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.

5. Perhatian
Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.

6. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.

7. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.

8. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptif akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.

9. Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan.




Proses Penilaian Nyeri
Meskipun telah menjadi pengalaman universal, nyeri sulit untuk ditangani. Penilaian nyeri yang tidak adekuat sering menjalani pengobatan yang tidak adekuat pula. Seperti halnya penyakit medis lainnya, riwayat dan pemeriksaan secara detail merupakan kunci untuk memahami keluhan pasien dan memikirkan rencana terapi. Anamnesis dan pemeriksaan fisis  untuk menemukan sifat-sifat nyeri dengan pertanyaan-pertanyaan seperti : nyeri di daerah mana?, dirasakan seperti apa?, sejak kapan nyeri tersebut timbul?, seberapa berat nyeri yang dirasakan?, seberapa sering nyeri tersebut dialami?, apakah nyerinya bertambah berat atau tidak?. Pemeriksaan harus mencakup skala penilaian dan alat-alat lain yang dirancang untuk mengetahui sifat dari intensitas dan kualitas nyeri yang dikeluhkan.(1,10)
Informasi yang objektif atau kuantitatif mencakup intensitas pada saat beristirahat atau pada saat beraktifitas. Diagnostik dari pemeriksaan fisis harus selalu dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab dasar dari nyeri tersebut mengenai faktor-faktor eksaserbasi nyeri dan untuk mengidentifikasi kelainan neuromuskular, kelainan neurologis, dan perilaku yang abnormal. Informasi yang subyektif termasuk informasi kualitatif yang terdiri dari sifat nyeri tajam atau tumpul tiba-tiba, lokasi dan penyebaran nyeri, onset dan durasi nyeri, serta faktor yang memperburuk atau faktor yang meringankan.(11)           

Skor Penilaian Nyeri
Penilaian nyeri merupakan permulaan untuk memulai  terapi awal yang akan diresepkan, setelah itu sebaiknya dimodifikasi sesuai dengan respon pasien. Klinisi dan perawat yang mengobati pasien dengan nyeri akut dan kronis sering menggunakan skor penilaian untuk menilai intensitas nyeri yang dibutuhkan untuk pengobatan, dan jumlah analgetik yang dibutuhkan. Skor penilaian sangat objektif, terutama didasarkan pada tanda-tanda perilaku dan otonom yang sesuai dengan pengalaman nyeri pasien itu sendiri.(1)
Skor penilaian terbatas menilai pasien yang mengalami gangguan nonverbal dan gangguan kognitif. Skala penilaian standar nyeri dan laporan dari diri pasien itu sendiri (self report)sebaiknya digunakan. “Tanpa tanda biologis atau tes diagnostik yang tepat untuk mengukur nyeri, self report merupakan indikator yang paling dapat diandalkan dan akurat untuk menilai nyeri dan intensitasnya.(1,12)
Nyeri akut dan nyeri kronis sebaiknya dievaluasi pada multipel dimensi, termasuk intensitas, lokasi serta konsekuensi fisik dan emosional. Namun, skala yang dikembangkan untuk mengevaluasi dimensi ini terlalu kompleks dan metode ini paling banyak digunakan pasien bedah. Pengukuran dengan menggunakan self-report diklasifikasikan menjadi unidimensional atau multidimensi yang sesuai dengan jumlah dimensi yang diukur. Self-report yang terbaik diterapkan pada pasien dengan fungsi verbal baik namun memiliki defisit kognitif minimal. Alat yang digunakan untuk menilai pasien nyeri dengan nonverbal yaitu dengan menggunakan alat ukur perilaku (Behavioral Assesment). (1,3,10,13)


Penilaian nyeri berdasarkan PQRST :
P : Provokatif / paliatif (apa kira-kira penyebab timbulkan rasa nyeri? Apakah karena terkena benturan / sayatan? dll)
Q : Qualitas / quantitas (seberapa berat keluhan nyeri terasa?, bagaimana rasanya?, seberapa sering terjadinya? seperti tertusuk, tertekan/tertimpa benda berat dll)
R : Region / radiasi (lokasi dimana keluhan nyeri tersebut dirasakan/ ditemukan?, apakah juga menyebar ke daerah lain/ area penyebaran?)
S : Skala seviritas (skala kegawatan dapat dilihat dengan GCS untuk gangguan kesadaran, skala nyeri / ukuran lain yang berkaitan dengan keluhan.
: Timing (kapan keluhan nyeri tersebut mulai ditemukan/dirasakan?, seberapa sering keluhan tersebut dirasakan / terjadi?, apakah terjadi secara mendadak atau bertahap?, akut atau kronik?)

Alat-alat Penilaian Nyeri
Terdapat empat alat Unidimentional Pain Rating Scale (UPRS) utama yang digunakan dalam praktek klinis untuk menilai nyeri secara  objektif terdiri dari Numeric Rating Scale (NRS), Skala Verbal Deskriptor (VDS), Skala Visual Analog (VAS), dan Faces Pain Scale (FPS). Masing-masing dari skala ini adalah ukuran yang valid dan dapat diandalkan untuk intensitas nyeri. The Iowa Pain Thermometer (IPT) adalah salah satu alat UPRS digunakan dalam praktek klinis. Alat-alat yang lebih subjektif untuk menilai nyeri multidimensi seperti kuesioner nyeri McGill (MPQ) dan The Brief Pain Inventory (BPI) juga alat pengukur nyeri yang valid untuk nyeri akut dan kronis. (1)

a. Skala Tingkat Nyeri Unidimensional
Skala tingkat nyeri unidimensional digunakan terutama untuk penilaian cepat dan kuantifikasi objektif. Alat ini meminta pasien untuk melaporkan sifat nyeri mereka berdasarkan pengalaman nyeri yang dirasakan pasien. Alat ini digunakan untuk menilai nyeri dengan penyebab yang jelas seperti pasca operasi dan trauma akut tetapi mungkin penilaiannya lebih rumit jika terjadi komplikasi sindrom nyeri.1

Numeric Rating Scale (NRS)
NRS adalah skala sederhana yang digunakan secara linier dan umumnya digunakan untuk mengukur intensitas nyeri dalam praktek klinis. NRS khas menggunakan skala 11 point dimana titik akhirnya mewakili nyeri yang paling ekstrim. NRS ditandai dengan garis angka nol sampai sepuluh dengan interval yang sama dimana 0 menunjukkan tidak ada nyeri, 5 menunjukkan nyeri sedang, dan 10 menunjukkan nyeri berat. (3,14)
NRS biasanya dijelaskan kepada pasien secara verbal, namun dapat disajikan secara visual. Ketika disajikan secara visual, NRS dapat ditampilkan dalam orientasi horizontal atau vertikal. Alat ini telah menunjukkan sensitivitas terhadap pengobatan dalam intensitas nyeri dan berguna untuk membedakan intensitas nyeri saat istirahat dan selama beraktivitas. NRS dapat digunakan untuk penelitian analgesik yang sesuai untuk penilaian nyeri secara klinis. Bukti mendukung validitas dan kemampuan dari alat NRS dapat digunakan pada pasien dewasa dan tua. Penilaian nyeri terhadap pasien dengan gangguan kognitif ringan dan pada lansia mungkin lebih baik menggunakan NRS yang mencakup angka yang lebih besar dan kata isyarat. (1,11)

Skala Penilaian Verbal / Verbal Rating Scale (VRS)
VRS merupakan alat untuk menilai intensitas nyeri yang digunakan dalam praktek klinis. VRS adalah skala ordinal, biasanya digambarkan menggunakan 4-6 kata sifat untuk menggambarkan peningkatan tingkat intensitas nyeri. Umumnya menggunakan kata-kata umum seperti tidak nyeri (no pain) pada ujung kiri akhir skala, kemudian diikuti dengan nyeri ringan, nyeri sedang (tidak menyenangkan), nyeri berat (menyedihkan), nyeri sangat berat (mengerikan), dan nyeri paling berat (menyiksa). Nyeri yang tak terbayangkan pada ujung kanan akhir skala. Kegunaan skala ini, pasien diminta untuk memilih kata yang menggambarkan tingkat nyeri yang dirasakan. VRS terdiri dari empat intensitas nyeri yang menggambarkan nyeri seperti tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat, setiap kata yang terkait dengan skor jumlah semakin tinggi (0, 1, 2 dan 3). Pasien diminta untuk menunjuk nomor berapa yang menggambarkan rasa tidak menyenangkannya. Skala rating verbal dapat dibaca oleh pasien atau diucapkan keras oleh pemeriksa, diikuti oleh jawaban pasien. Metode ini mudah dipahami oleh pasien dengan gangguan nonkognitif dan cepat dilakukan, namun alat ini tidak memiliki akurasi dan sensitivitas. (1,3)

Skala Visual analog / Visual Analog Scale (VAS)
VAS adalah alat pengukuran intensitas nyeri efisien yang telah digunakan secara luas dalam penelitian dan pengaturan klinis. Umumnya VAS merupakan alat dengan garis 10 cm, orientasi biasanya disajikan secara horizontal, tapi mungkin bisa disajikan secara vertikal, pada akhir poin dengan kata tidak nyeri sampai pada nyeri paling hebat yang tidak terbayangkan. Pasien diinstruksikan untuk menandai baris dengan pensil bergaris miring pada titik yang sesuai dengan tingkat intensitas nyeri yang dirasakannya sekarang. Beberapa VAS yang diproduksi seperti slide mistar, dimana gerakan garis tersebut diposisikan oleh pasien sepanjang garis 100 ml itu. Pasien memberi tanda sepanjang dari garis akhir diidentifikasi sebagai tidak nyeri kemudian diukur oleh pemeriksa dan dicatat pada lembar penilaian dalam millimeter.(1,3)         
Alat ini sebaiknya disajikan dengan isyarat verbal yang minimal dan tidak ada jari yang menunjuk oleh pemeriksa. Alat ini harus diperkenalkan dengan pernyataan standar yang tepat : “tolong tandai garis yang sesuai dengan intensitas nyeri yang anda alami saat ini”. Idealnya, baris sebaiknya ditandai pada nyeri saat istirahat dan nyeri selama bergerak. Tidak adanya isyarat deskriptor dan garis spidol dengan VAS diyakini bisa memberikan validitas ilmiah yang lebih besar, tetapi dapat membingungkan pada pasien yang lebih muda dan lansia. Untuk meminimalkan kebingungan, pasien sebaiknya dijelaskan sebelum operasi tentang arti dari poin garis  dan bagaimana cara untuk menandainya.(1,11,14)
Meskipun VAS mudah dijalankan dapat lebih memakan waktu karena lokasi yang telah ditandai pensil perlu diukur, skala ini memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi karena sedikit perubahan dalam intensitas nyeri dapat dideteksi. Bila dibandingkan dengan VRS, skor sekitar 30 mm dari 100 mm, VAS berarti nyeri yang dialami adalah nyeri sedang, dan skor dari 54 mm atau lebih berarti nyeri berat. Studi penelitian yang dilakukan pada pasien dewasa yang mengalami nyeri akut di departemen emergensi secara klinis penting menentukan perbedaan minimal dalam tingkat nyeri berat untuk VAS. Mereka menunjukan bahwa “penurunan pada pengukuran VAS 30 mm secara klinis penting membedakan persepsi pasien terhadap nyeri berat dengan kontrol nyeri yang adekuat”. Studi menunjukan bahwa akurasi dari VAS tergantung pada penggunaan dalam orientasi (Horisontal vs Vertikal) konsistensi dengan membaca pola dari populasi di mana ia digunakan.(1,15)
Orientasi vertikal telah dihubungkan dengan terjadinya kesalahan terhadap penggunaannya pada pasien di Cina, sedangkan penutur bahasa inggris menunjukan lebih rendahnya tingkat kesalahan bila digunakan dalam orientasi  horizontal. Studi mengatakan pasien yang lebih muda mendukung sensitifitas, validitas, dan kemampuan dari VAS sebagai alat pengukur intensitas nyeri sedang  penggunaan pada lansia kurang dimengerti.(1,14)

 


Gambar 1. Caracara penilaian nyeri dimensi tunggal. (A) Skala analog visual (VAS). (B) Skala numeric verbal. (C). Skala penilaian verbal. Dikutip dari : American Medical Association. Module pain management pathophysiology of pain and pain assessment. 2010. Available from: www.ama.com

Faces Pain Scale (FPS)
Secara historis, FPS yang terdiri dari serangkaian enam sampai sampai tujuh wajah yang dimulai dari wajah tersenyum bahagia sampai sedih berlinang air mata digunakan untuk menilai nyeri pada pasien pediatrik. Beberapa versi dari FPS telah digunakan dipraktek klinis. FPS dimaksudkan untuk mengukur bagaimana tingkat nyeri pasien yang mereka rasakan. Setiap tampilan ekspresi wajah menunjukan hubungan dengan nyeri yang dirasakan, termasuk alis turun kebawah, bibir diketatkan/pipi dinaikkan, kerutan hidung/bibir dinaikkan, dan mata tertutup. Tingkatan skala menurut Wong-Baker FACES merupakan alat pengukuran intensitas nyeri yang diakui dan umumnya digunakan dalam pasien pediatrik. (1,14)
Versi paling terbaru dari FPS adalah Faces Pain Scale-Revised (FPS-R). FPS-R menampilkan gambar enam wajah bergaris disajikan dalam orientasi horizontal. Pasien diinstruksikan untuk menunjuk ke wajah yang paling mencerminkan intensitas nyeri yang mereka rasakan. Ekspresi wajah diwakili oleh FPS-R tampak kurang kekanak-kanakan dibandingkan dengan FPS lain. Tidak adanya air mata menghindari bias budaya tentang ekspresi rasa nyeri. Tingkat tidak nyeri diwakili oleh wajah netral bahkan wajah gembira yang ada pada ujung kiri skala. Ekspresi wajah menunjukan lebih nyeri jika skala digeser ke kanan,dan wajah yang berada pada ujung sebelah kanan adalah nyeri hebat. (1,14)
Meskipun FPS dirancang untuk digunakan terhadap pasien pediatrik, peneliitian yang terbaru telah dievalusi untuk digunakan pada pasien dewasa khususnya pada pasien dengan gangguan nonverbal, gangguan kognitif, beberapa diantaranya pasien dengan gangguan kognitif yang berat, para penyedia layanan kesehatan membutuhkan ekspresi wajah yang sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakan pasien. FPS juga berguna untuk penilaian pasien dengan hambatan bahasa. (1,16)



Gambar 2. Skala Wajah Whaley dan Wong. Dikutip dari: Ballantyne JC. Management of acute postoperative pain. In: Longnecker DE, Brown DL, Newman MF, Zapol WM, editors. Anesthesiology. New York: McGraw-Hill; 2008. p.1716-8.


Gambar 3. Skala Wajah Bieri dan kawankawan. Dikutip dari : Breivik H, Borchgrevink PC, Allen SM, Rosseland A, Romundstand L, Hals EK, et al. Assesment of pain. British Journal of Anesthesia. 2008;101(1):17-24.

Iowa Pain Thermometer (IPT)
IPT adalah diagram dari sebuah thermometer yang diakui dengan baik mencerminkan tingkatan deskriptor intensitas nyeri termasuk tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri sedang, nyeri berat, nyeri sangat berat, dan nyeri dibayangkan. Pasien diminta untuk menandai disamping kata yang paling mewakili intensitas atau beratnya nyeri yang mereka rasakan. Isyarat yang terkait dengan skala termasuk fakta bahwa ketidaknyamanan yang berhubungan dengan peningkatan analog dengan intensitas ketidaknyamanan yang berhubungan dengan peningkatan temperatur yang ditampilkan pada thermometer. Alat ini adalah skala yang digunakan secara deskriptif lisan pada pasien dewasa.(1,17)



Gambar 4. Termometer nyeri. Dikuti dari : The assessment of pain in older people. Concise guidance to good practice a series of evidence-based guidelines for clinical management. 2007. Available from: www.uptodate.com

Alat-Alat Penilaian Nyeri Multidimensi
Alat-alat penilaian nyeri multidimensi memberikan informasi penting tentang karakteristik nyeri pasien dan dampaknya pada kehidupan sehari-hari pasien. Alat-alat ini dirancang untuk memfasilitasi pasien untuk melaporkan sendiri nyeri yang dirasakan, namun  klinisi dapat memandu proses dan membantu pasien.(1,3)

Kuesioner Nyeri McGill
Kuesioner nyeri McGill (McGill Pain Questionare-MPQ) awalnya dibuat oleh Melzack dan Torgerson, sebagai salah satu alat pemeriksaan dan penilaian nyeri multidimensional yang paling tua dan paling lengkap. Pertama kali dikembangkan untuk menilai nyeri kronik, tetapi juga telah divalidasi untuk menilai nyeri akut, terutama nyeri post operatif. Alat penilaian ini telah dibandingkan sensitivitasnya dengan VRS dan VAS untuk menilai perubahan nyeri pada pasien post operatif yang diberikan obat analgesik oral.(3)
Kuesioner nyeri McGill terdiri atas 20 kategori kata keterangan sifat yang dapat mendeskripsikan kualitas nyeri. Pada setiap kategori, kata keterangan sifat diatur berdasarkan intensitas nyeri yang dirasakan dan diatur berdasarkan nilai nyerinya, dimana 1 menggambarkan rasa nyeri yang paling ringan, hingga 5 untuk menggambarkan rasa nyeri yang paling berat. Pasien diminta untuk memilih salah satu kata dari setiap kategori deskriptif yang mereka angap paling cocok untuk mendeskripsikan rasa nyeri dan perasaan terkait nyeri dan sensasi yang mereka rasakan saat ditanya. Nilai dari setiap kata yang ia pilih kemudian ditambahkan untuk menambahkan total nilai nyeri dan perbedaan skor antara sensoris, afektif, evaluatif.(1,3)
 

 
Gambar 5. Kuesioner Nyeri McGill (MPQ). Dikutip dari : American Medical Association. Module pain management pathophysiology of pain and pain assessment. 2010. Available from: www.ama.com    

Keterbatasan utama MPQ adalah diperlukannya pemahaman pasien mengenai kata-kata yang digunakan pada tes. Sehingga, keterbatasan intelektual dan verbal pasien akan mempengaruhi dan mungkin memberikan hasil tes yang tidak akurat. MPQ juga terbatas penggunaannya hanya untuk pasien yang mengerti bahasa Inggris. Klinisi sebaiknya mengevaluasi populasi pasien dan memilih satu atau dua cara yang paling sesuai. Situasi tiap pasien yang berbeda-beda mempengaruhi cara penilaian nyeri yang dipilih. Cara-cara penilaian yang digunakan ditujukan untuk menilai karakter nyeri dan akibatnya pada pasien dan kualitas hidup; apapun cara penilaian yang dipilih tidak dapat menggantikan pentingnya wawancara dan riwayat pengobatan pasien. Dan yang paling penting, klinisi harus secara teratur menilai nyeri, dan mendokumentasikan penilaian ini.(1,3)

Gambar-gambar nyeri
Gambar-gambar nyeri adalah penggunaan gambar tubuh manusia di mana pasien diminta untuk menandai sesuai nyeri yang dialaminya. Gambar-gambar ini dapat digunakan untuk menilai lokasi dan distribusi nyeri, tetapi tidak dapat membantu menilai tingkat/intensitas nyeri. Gambar-gambar nyeri ini dapat dibandingkan dari waktu ke waktu untuk menilai respon nyeri terhadap terapi. Nyeri pada daerah yang kecil dan terlokalisaasi (misalnya kepala) tidak dapat dinilai dengan adekuat menggunakan cara gambar ini.(14)


Gambar 6. Cara Gambar Nyeri. Area nyeri ditandai dengan symbol yang berbedabeda: = untuk kebal/tidak dapat merasakan sensasi apapun, ooo untuk sensasi seperti tertusuk jarum, xxx untuk sensasi seperti terbakar, //// seperti dipotongpotong, dan >>> untuk sensasi linu/ngilu. Dikutip dari : Breivik H, Borchgrevink PC, Allen SM, Rosseland A, Romundstand L, Hals EK, et al. Assesment of pain. British Journal of Anesthesia. 2008;101(1):17-24.

Inventaris Nyeri Ringkas
Inventaris nyeri Ringkas (Brief Pain Inventory-BPI) merupakan alat yang ditemukan McCaffery dan Passero (1999) yaitu instrument yang dicatat sendiri dan telah dikembangkan dalam penelitian dan berbagai keadaan klinis serta diterjemahkan dalam berbagai bahasa serta memiliki tingkat validitas dan kepercayaan yang tinggi. Alat ini dikembangkan untuk memberikan metode yang cepat dan mudah untuk menghitung intensitas nyeri. BPI terdiri dari 11 pertanyaan terkait nyeri yang menanyakan mengenai aspek pengalaman nyeri yang dirasakan pasien dalam periode 24 jam, seperti dimana lokasi nyeri dan intensitasnya, dampak nyeri tersebut terhadap kualitas hidup pasien, serta efektifitas dari penanganan nyeri yang diberikan. Sebuah diagram diberikan agar pasien dapat menunjukan lokasi nyerinya.(1,3,14)
Brief Pain Inventory (BPI) juga merupakan salah satu instrument yang dapat menilai nyeri maupun pengaruh subyektif terhadap nyeri terhadap aktivitas dan kemampuan pungsional pasien. BPI merupakan alat pengukuran nyeri yang telah divalidasi multidimensi dengan reabilitas dan validitas pada pasien kanker, AIDS, dan arthritis. Membutuhkan 5 sampai 15 menit untuk mengelolanya, itu termasuk 4 skala nyeri (yang sekarang, rata-rata, terburuk dan akhirnya), serta 7 skala dalam menilai dampak sakit pada kegiatan umum, suasana hati, kemampuan berjalan, bekerja, menjalin hubungan dengan orang lain, tidur dan kenikmatan hidup. Masing-masing bagian dinilai pada skala numerik 1-10. BPI ini banyak digunakan dalam mencari kembali nyeri dan telah diterjemahkan ke dalam sejumlah besar bahasa.(3)

Pertimbangan Khusus
Pasien Pediatrik
Sistem neurologi belum berkembang sempurna ketika bayi dilahirkan. Sebagian  besar perkembangan otak, mielinisasi sistem saraf pusat dan perifer, terjadi selama tahun pertama kehidupan. Beberapa refleks primitif sudah ada pada saat dilahirkan, termasuk reflex menarik diri ketika mendapat stimuli nyeri. Bayi baru lahir seringkali memerlukan stimulus yang kuat untuk menghasilkan respon dan kemudian dia akan merespon dengan cara menangis dan menggerakkan seluruh tubuh. Kemampuan melokalisasi tempat stimulus dan untuk menghasilkan respon spesifik motorik anak-anak berkembang seiring dengan tingkat mielinisasi.(3,18)
Pengobatan yang tidak adekuat pada anak-anak merupakan masalah yang signifikan. Di masa lalu, penyebab utama kurangnya pengobatan/terapi pada anak-anak adalah tidak adanya cara/alat penilaian nyeri yang sesuai. Kemajuan saat ini terutama mengenai pemahaman kita terhadap nyeri pada anak-anak, dan seiring dengan berkembangnya cara-cara penilaian nyeri pada anak-anak, telah meningkatkan keberhasilan terapi nyeri pada pediatrik. Namun demikian, kebanyakan teknik-teknik penilaian nyeri yang telah dikemukakan di atas terbatas manfaatnya karena perkembangan keterampilan kognitif anak-anak yang belum sempurna.(1,19)

Penilaian Subyektif
Klinisi harus mampu melakukan wawancara untuk memeriksa dan menilai nyeri yang dialami pasien anak-anak yang berusia mulai dari 3-4 tahun. Usaha khusus harus dilakukan untuk menciptakan suasana yang tidak menakutkan pasien anak-anak ketika melakukan wawancara. Walaupun teknik laporan sendiri (self report) dapat dilakukan pada pasien anak-anak, komunikasi verbal mengenai nyeri mereka dibatasi oleh kemampuan vokabuler/perbendaharaan kata; anak-anak mungkin hanya dapat menggunakan istilah “sakit” atau mengaduh dan menjerit saja untuk menyatakan rasa nyeri. Orang tua atau yang merawat seringkali dapat memberikan informasi tambahan. Tanda-tanda perilaku atau fisiologis nyeri bermanfaat baik untuk pasien anak-anak maupun dewasa. Teknik VAS paling baik digunakan untuk pasien anak-anak usia lebih dari 7 tahun; tapi sebenarnya teknik ini juga banyak digunakan untuk anak-anak usia 5 tahun. Laporan sendiri berdasarkan cara penomoran obyek, intensitas warna yang makin meningkat, atau seri foto-foto lebih sesuai untuk anak-anak usia antara 4-7 tahun. Pada anak usia kurang dari 3 tahun, klinisi sebaiknya menggunakan pengamatan tanda-tanda perilaku atau fisiologis nyeri.(19)

Penilaian Obyektif
Penilaian nyeri obyektif pada anak-anak bervariasi tergantung pada usia dan tingkat perkembangan anak-anak. Penilaian nyeri pada bayi baru lahir dan balita yang belum bisa berbicara lebih mengandalkan pengamatan perilaku (misalnya ekspresi wajah). Menangis berguna untuk menetukan urgensi respon, tetapi tidak bermanfaat untuk mengetahui kuantitas nyeri. Balita yang mengalami nyeri mungkin akan menarik diri, menunjukkan perubahan pola makan dan tidur, dan sulit diajak berteman. (10,14)
Penilaian fisiologis seperti parameter kardiovaskuler (misalnya nadi, ritme dan output jantung) memberikan umpan balik segera pada bayi baru lahir dan balita, tetapi tidak dapat digunakan untuk bayi prematur. Anak-anak prasekolah mungkin mampu memberikan laporan-sendiri; namun mereka cenderung untuk minta digendong, tidak banyak bergerak dan kehilangan keterampilan motorik, verbal dan kontrol sfingter sebagai respon terhadap nyeri. Anak-anak usia kurang dari 5 tahun mungkin mulai menyangkal nyeri karena merespon tindakan orang yang merawatnya (misalnya mengganti verban/penutup luka, injeksi intramuskular) yang sering mengakibatkan nyeri yang lebih parah; juga, anak-anak ini mungkin menganggap nyeri sebagai hukuman atas perbuatan yang salah. Anak-anak usia sekolah mungkin menunjukkan perubahan perilaku yang samar.(10,14)
Nyeri dapat mengakibatkan lebih agresif, rasa malu (sering terjadi pada pasien luka bakar), dan mimpi buruk, yang mengakibatkan mereka menarik diri dari pergaulan. Rasa kehilangan kontrol dan kekhawatiran terhadap reaksi teman-temannya dapat meningkatakan kecemasan. Remaja sering merespon nyeri kronik dengan perilaku oposisi yang berlebihan dan depresi. Pengamatan perilaku dan fisiologis nyeri (misalnya menangis, ekspresi wajah, keluhan verbal, gerakan, sentuhan) dapat diukur dengan teknik tertentu. Apapun skala yang digunakan, konsistensi, kemudahan penggunaan, dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pemeriksaan dan penilaian merupakan hal-hal yang penting untuk dipertimbangkan. Jika laporan-sendiri bukan merupakan cara yang dapat digunakan dan tidak ada perubahan perilaku yang teramati atau tidak dapat disimpulkan dengan jelas, Agency for Health Care Policy and Research menyatakan bahwa mencoba memberikan (trial) analgetik dapat menjadi alat diagnostik sekaligus terapeutik.(10,11,14)

Pasien Geriatrik
Hilangnya neuron yang kontinyu pada otak dan korda spinalis terjadi sebagai bagian dari proses menua yang normal. Hal ini mengakibatkan perubahan pada orang dewasa yang berusia > 65 tahun yang seringkali diinterpretasikan sebagai hal yang abnormal pada individu yang lebih muda. Kecepatan konduksi saraf menurun antara 5-10% sebagai akibat dari proses menua. Hal ini kemudian akan menurunkan waktu respon dan memperlambat transmisi impuls, sehingga  menurunkan persepsi sensori sentuh dan nyeri.(20)
Pasien usia lanjut memiliki banyak masalah kesehatan dan memiliki banyak ketidaknyamanan kronik sehingga membuat nyerinya lebih sulit didiagnosa dan ditangani. Sebuah literatur manajemen nyeri oleh Gibson dan Helme menemukan bahwa terdapat perbedaan terkait usia yang mendasari neurokimiawi, neuroanatomi, dan neurofisiologi dari mekanisme nyeri. Pasien geriatrik merasakan sensitivitas terhadap nyeri yang meningkat dan persepsi yang makin tumpul.(20,21)

Alasan mengapa orang lanjut usia tidak melaporkan nyeri antara lain: (21,22)
·      Kepercayaan bahwa nyeri adalah sesuatu yang mereka harus alami sepanjang kehidupan.
·      Khawatir mengenai konsekuensinya (misalnya dirawat di rumah sakit)
·      Khawatir bahwa nyeri mereka merupakan pertanda akan menderita penyakit serius atau mempengaruhi kesehatan
·      Ketidakmampuan untuk memahami istilah kesehatan yang digunakan oleh penyedia layanan kesehatan
·      Kepercayaan bahwa menunjukkan rasa nyeri tidak dapat diterima.
·      Salah pengertian bahwa gejalagejala mungkin merupakan akibat dari rasa nyeri

Penilaian Subyektif
Metode wawancara dengan pasien lanjut usia dilakukan sesuai dengan ada tidaknya kelainan/gangguan mental dan fisik pada pasien. Perubahan fungsi pendengaran, penglihatan, psikomotorik (misalnya kemampuan jari menulis/memegang, keterampilan motorik halus lain), bahasa verbal, dan keterampilan kognitif (misalnya memori) sebagai bagian normal dari proses menua atau akibat suatu penyakit akan mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengidentifikasi dan mengkomunikasikan nyeri yang dialami. (1,22)
Menanyakan kepada pasien agar dapat menjelaskan atau membaca alat yang digunakan untuk menilai nyeri dapat memberikan petunjuk mengenai kemampuan sensorik pasien. Cara sederhana lain (misalnya kuesioner status mental mini) dapat bermanfaat untuk mengidentifikasi proses kelainan/gangguan mental. Pasien lanjut usia dengan gangguan kognitif dan/atau verbal adalah pasien yang paling sulit dinilai. Untuk kasus demikian, pengamatan perilaku oleh klinisi atau orang yang merawat pasien menjadi cara utama untuk menilai nyeri yang dialami pasien.(10,17)
Penggunaan cara dimensi-tunggal seperti VAS mungkin lebih disukai pada pasien lanjut usia, karena cara-cara ini cepat dan tidak melelahkan. Namun, pada pasien dengan nyeri akut, tingkat pendidikan yang lebih rendah, gangguan kognitif, atau gangguan koordinasi motorik, VAS mungkin menjadi sulit. Selain itu, presentasi horizontal normal VAS tidak terlalu sesuai karena kemapuan berpikir abstrak pasien yang telah menurun. Pada kasus demikian, presentasi VAS secara vertikal, yang sering disebut sebagai “thermometer nyeri” akan lebih efektif. Dengan cara presentasi ini,0 adalah bagian thermometer bawah, dan angka-angka yang makin meningkat sampai 10 pada bagian paling atas thermometer.(10,17)
Cara multidimensi seperti MPQ termasuk terlalu kompleks dan banyak menyita waktu bagi pasien lanjut usia. Perbendaharaan katanya mungkin terlalu sulit bagi pasien lanjut usia untuk dapat dimengerti, dan jumlah kata yang cukup bervariasi pada MPQ mungkin dianggap terlalu banyak oleh pasien. Kompetensi pasien juga harus diketahui terlebih dahulu sebelum menilai nyeri dengan cara ini. Selain itu, pasien lanjut usia mungkin sulit untuk berkonsentrasi dalam jangka waktu lama untuk menyelesaikan MPQ. Oleh karena itu, digunakan satu-halaman MPQ, salah satu alternatif. Catatan harian nyeri mungkin lebih bermanfaat, namun, beberapa pasien lanjut usia mungkin kesulitan untuk mengisi catatan harian ini karena gangguan keterampilan motorik halusnya atau gangguan kognitif. Gambar nyeri merupakan metode yang efektif untuk mengetahui lokasi nyeri pada pasien lanjut usia yang tidak dapat menyatakannya secara verbal. Gambar-gambar ini juga bermanfaat bagi pasien yang mengalami nyeri pada beberapa lokasi tubuh. Skala wajah yang dikembangkan untuk penilaian nyeri pada anak-anak juga bermanfaat bagi pasien lanjut usia yang mengalami gangguan kesulitan bahasa atau kapasitas mental.(17,22)

Penilaian Obyektif
Seperti pada anak-anak, pengamatan perilaku pada pasien lanjut usia merupakan komponen penting pada proses penilaian nyeri. Pasrah menerima kenyataan bahwa nyeri memang harus dialami, ketakutan / kekhawatiran bahwa melaporkan rasa nyeri yang sedang dialami akan menghilangkan otonomi pribadi, dan kekhawatiran bahwa nyeri merupakan tanda dari suatu penyakit serius atau bahkan menjelang kematian, semua hal tersebut akan menyebabkan pasien lanjut usia tidak mau melaporkan nyeri.3,10
Tanda-tanda nyeri fisik yang dapat diamati oleh klinisi atau anggota keluarga, atau perubahan kebiasaan normal pasien merupakan hal penting ketika menilai pasien yang mengalami kebingungan atau tidak memiliki kemampuan verbal. Pasien yang mengalami penyakit otak kronik (misalnya Alzheimer, Hidrosefalus, Ensefalopati) benar-benar tergantung sepenuhnya pada pengamatan profesional kesehatan, anggota keluarga, dan petugas pelayan kesehatan untuk mengenali adanya nyeri. Contoh perilaku dasar ketika pasien mengalami nyeri:10,14,17
·         Diam, menarik diri, pada pasien yang biasanya mengeluh dan banyak bergerak.
·         Berkedip dengan cepat, dengan wajah terlihat kaku / menyeringai kesakitan, pada pasien yang biasanya tenang dan tidak banyak bicara.
·         Agitasi atau perilaku bersifat menyerang, pada individu yang biasanya mudah berteman dan terbuka.
·         Deskripsi akurat mengenai lokasi nyeri pada pasien yang biasanya berbicara tidak jelas.

Pasien lanjut usia mungkin juga mengalami manifestasi nyeri yang tidak biasa akibat sindrom nyeri. Pasien infark miokard pada golongan usia ini sering tidak merasa nyeri. Penyakit ulkus peptik, apendisitis, dan pneumonia mungkin menunjukkan perubahan perilaku, sementara pasien hanya mengeluh ketidaknyamanan yang ringan. Kegawatdaruratan perut mungkin muncul pada nyeri dada. Perubahan perilaku dan fisiologis pada pasien lanjut usia dapat diukur menggunakan cara-cara penilaian nyeri. Cara-cara yang biasa digunakan untuk pasien anak-anak yang belum mampu berkomunikasi verbal juga dapat digunakan untuk pasien lanjut usia dengan gangguan fungsi indera tertentu. (20)

Observasi Perilaku
Klinisi sering harus mengandalkan pengamatan perilaku yang berkaitan dengan nyeri Keterangan mengenai perilaku nyeri juga dapat diperoleh dari anggota keluarga atau orang yang merawat pasien. Pengukuran obyektif perilaku nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya pengaruh klinisi terhadap perilaku pasien, lingkungan tempat dilakukannnya pengamatan perilaku tersebut (misalnya apotek, klinik, rumah), sumber dana yang tersedia bagi pasien, peran orangtua, pasangan atau orang-orang penting lainnya. Walaupun perilaku ini diidentifikasi sebagai pengukuran obyektif nyeri, perilaku ini tidak secara langsung mengukur stimulus nyeri  atau penderitaan fisiologis yang dialami pasien.(1,14)
Perilaku nyeri antara lain:(3,10,23)
-       Keluhan verbal mengenai rasa nyeri
-       Menggunakan obat
-       Berusaha mencari terapi/ pengobatan
-       Ketidaksempurnaan atau perubahan fungsi fisik atau sosial : menarik diri, menolak makan atau bermain, tidak tenang, agitasi, waktu untuk memberi perhatian kurang, bingung, iritabilitas, pusing, berkeringat, lelah.
-       Ekspresi wajah : kaku, kening berkerut, mata atau mulut terkunci rapat atau terbuka lebar, dan ekspresi aneh lainnya.
-       Gerakan badan : tegak kaku, bergoyang-goyang, menarik/ menekuk kaki kearah perut, gerakan kepala/ jari bertambah, menggaruk daerah yang terasa nyeri, tidak dapat diam tenang, terburu-buru, perubahan postur tubuh, lemas, tidak melakukan gerakan yang biasa dilakukan.
-       Vokal/ suara : menangis, terisak-isak, mengeluh, mengomel, mengaduh, mengerang, berteriak.

Alat Penilaian Perilaku/ Observasional nyeri
Beberapa penilaian perilaku / observasional nyeri telah dikembangkan untuk menginterpretasikan ekspresi nyeri dengan memfokuskan pada perilaku non-verbal pada usila yang memiliki demensia berat, sebab pada pasien dengan demensia biasanya muncul dengan sifat atau perilaku unik tertentu yang biasanya tidak menandakan gejala nyeri pada pasien yang kognitifnya masih baik. Karena itu sangat penting untuk memilih alat pengukur nyeri observasional mana yang cocok dan komprehensif dalam menilai perilaku nyeri yang dilakukan oleh pasien. Skala yang biasa digunakan seperti skala Pain Assesment in Advanced Dementia (PAINAID) dan alat penilaian nyeri Face, Leg, Activity, Cry and Consolability Pain Assesment (FLACC) yang awalnya dikembangkan untuk menilai nyeri pada neonatus. Skala ini juga memiliki daftar indikator perilaku nyeri yang biasanya didapatkan pada pasien usila yang memiliki gangguan kognitif. Skor total diantara 0, yang menyatakan tidak ada perilaku nyeri, hingga 10, yang menyatakan adanya perilaku nyeri yang berat. Salah satu kekurangan penggunaan PAINAD, FLACC, dan skala lainnya adalah bahwa daftar perilaku nyeri tidak dapat digunakan pada pasien yang tidak dapat merespon, tersedasi berat, atau baru saja mendapat agen pelumpuh neuromuskuler.(1)

Tabel 1. Skala Perilaku Nyeri (Behavioral Pain Scale) (1)


 











REFERENSI 

  1. Welchek CM, Mastrangelo L, Sinatra RS, Martinez R. Qualitative and quantitative assessment of pain. In: Sinatra RS, Casasola OA, Ginsberg B, Vincusi ER, McQuay H, editors. Acute pain management. New York: Cambridge University Press; 2009. p.147-68.
  2. Disorbio JM, Bruns D, Barolat G. Assesment and treatment of chronic pain a physician’s guide to a biopsychosocial approach. Practical pain management. 2006. Available from: www.cdc.com
  3. American Medical Association. Module pain management pathophysiology of pain and pain assessment. 2010. Available from: www.ama.com
  4. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Pain management. Clinical anesthesiology. 4th ed. New York: McGraw-Hill; 2006. p.360-74.
  5. Causins M, Power I. Acute and postoperative pain. In: Welzack R, Wall PD, editors. Handbook of pain management. Philadelphia: Elsevier Science; 2003. p.13-7.
  6. Waldman SD. Functional anatomy of the nociceptors. Pain review. Philadelphia: Elsevier Squnders; 2009. p.187-9.
  7. Woolf CJ, Max MB. Mechanism based pain diagnosis. Anesthesiology. 2001;95:241-9.
  8. Stoelting RK, Hilliers SC. Pain. Pharmacology and physiology in naesthetic practice. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2006. p.705-15.
  9. Casasola OA. Pain pathways and mechanism of neuropatic pain. Conferencias Magistrales. Vol30. 2007. p.133-8.
  10. Howard RF, Macintyre PE, Upton R. acute pain management in children and elderly patient. In: Macintyre PE, Walker SM, Rowbotham DJ, editors. Clinical pain management acute pain. 2nd ed. London: Hodder Arnold; 2008. p.478-512.
  11. Gulati A, Loh J. Assesment of pain: complete patient evaluation. In: Vadivelu N, Urman RD, Hines RL, editors. Essentials of pain management. New York: Springer; 2011. p.68-70.
  12. McWillians LA, Goodwin RD, Cox BJ. Depression and anxiety associated with three pain conditions: results from a nationally representative sample. International association for study of ain. 2004. Available from: www.elseiver.com
  13. Schatman ME. Ethical issues in chronic pain management. In: Nieves WL, Panchal S, Schmidt WK, Stantein M, editors. Pain management. New York: Informa Healthcare; 2007. p.2-3.
  14. Breivik H, Borchgrevink PC, Allen SM, Rosseland A, Romundstand L, Hals EK, et al. Assesment of pain. British Journal of Anesthesia. 2008;101(1):17-24.
  15. Austalian and New Zealand College of Anesthetists and Faculty of Pain Medicine. Acute pain management: scientific evidence. 2nd ed. ANZCA Merbourne. 2010. Available from: www.anzca.com
  16. Ballantyne JC. Management of acute postoperative pain. In: Longnecker DE, Brown DL, Newman MF, Zapol WM, editors. Anesthesiology. New York: McGraw-Hill; 2008. p.1716-8.
  17. The assessment of pain in older people. Concise guidance to good practice a series of evidence-based guidelines for clinical management. 2007. Available from: www.uptodate.com
  18. Snidvongs S, Nagaratman M, Stephens R. Assesment and treatment of pain in children. British Journal of Hospital Medicine. Vol69. London. 2008. p.634-6.
  19. Baeyer CL. Measurement and assessment of pediatric pain in primary case. In: Walco GA, Goldschneider KR, editors. Pain in children a practical guide for primary care. Totowa: Humana Press; 2008. p.21-5.
  20. Cavalieri TA. Pain management in the elderly. JAOA. Vol102. 2002. p.481-5.
  21. Ramamurthy S. Evaluation of the geriatric pain patient. In: Ramamurthy S, Alanmanou E, Rogers JN, editors. Decision making in pain management. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier mosby; 2006. p.10-23.
  22. Berger JM. Pain management. In: Silverstein JH, Rooke GA, Reves JG, Mcleskey CH, editors. Geriatric anesthesiology. 2nd ed. New York: Springer Science; 2008. p.308-10.
  23. Heer K, Coyne PJ, McCaffery M, Manworren R, Merkel S. Pain assessment in the patient unable to self-report. American Society for Pain Management Nursing. 2011. Available from: http://aspmn.org
  24. Rose L, Haslam L, Dale C. Survey of assessment and management of pain for critically ill adults. Intensive Crit Care Nurs. 2011;27:121-8.
  25. Hurley RW, Wu CL. Acute post operative pain. In: Miller RD, Eriksson LI, Fleisher LA, Wiener JP, Young WL, editors. Miller’s anesthesia. 7th ed. Philadelphia: Elsevier Churchill Livingstone; 2008. p.321-333