PENDAHULUAN
Obat
anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur
intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun
pelumpuh otot. Setelah berada didalam pembuluh darah vena, obat – obat
ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum,
selanjutnya akan menuju target organ masing–masing dan akhirnya
diekskresikan sesuai dengan farmakodinamiknya masing-masing.
Anestesi
yang ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta mengembalikan
kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan. Selain itu
batas keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping yang
sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek
samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat
memberikan efek yang diharapkan tanpa efek samping, bila diberikan
secara tunggal.
Pemilihan
teknik anestesi merupakan hal yang sangat penting, membutuhkan
pertimbangan yang sangat matang dari pasien dan faktor pembedahan yang
akan dilaksanakan, pada populasi umum walaupun regional anestesi
dikatakan lebih aman daripada general anestesi, tetapi tidak ada bukti
yang meyakinkan bahwa teknik yang satu lebih baik dari yang lain,
sehingga penentuan teknik anestesi menjadi sangat penting.
Pemahaman
tentang sirkulasi darah sangatlah penting sebelum obat dapat diberikan
secara langsung ke dalam aliran darah, kedua hal tersebut yang menjadi
dasar pemikiran sebelum akhirnya anestesi intravena berhasil ditemukan.
SEJARAH
William
Morton , tahun 1846 di Boston , pertama kali menggunakan obat anestesi
dietil eter untuk menghilangkan nyeri selama operasi. Di jerman tahun
1909, Ludwig Burkhardt, melakukan pembiusan dengan menggunakan kloroform
dan ether melalui intravena, tujuh tahun kemudian, Elisabeth
Brendenfeld dari Swiss melaporkan penggunaan morfin dan skopolamin
secara intravena. Sejak diperkenalkan di klinis pada tahun 1934,
Thiopental menjadi “Gold Standard” dari obat – obat anestesi lainnya,
berbagai jenis obat-obat hipnotik tersedia dalam bentuk intavena, namun
obat anestesi intravena yang ideal belum bisa ditemukan.
TOTAL INTRAVENA ANESTESI (TIVA)TIVA adalah teknik anestesi umum dengan hanya menggunakan obat-obat anestesi yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan anestesi inhalasi termasuk N2O. TIVA digunakan buat mencapai 4 komponen penting dalam anestesi yang menurut Woodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks, sensoris dan motorik. Atau trias A (3 A) dalam anestesi yaitu :
1. Amnesia
2. Arefleksia otonomik
3. Analgesik
4. +/- relaksasi otot
Jika keempat komponen tadi perlu dipenuhi, maka kita membutuhkan kombinasi dari obat-obatan intravena yang dapat melengkapi keempat komponen tersebut. Kebanyakan obat anestesi intravena hanya memenuhi 1 atau 2 komponen di atas kecuali Ketamin yang mempunyai efek 3 A menjadikan Ketamin sebagai agen anestesi intravena yang paling lengkap.
Kelebihan TIVA:
- Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam dosis yang lebih akurat sesuai yang dibutuhkan.
- Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada operasi sekitar jalan nafas atau paru-paru.
- Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang khusus.
DEFINISI ANESTESI INTRAVENA
Teknik
anestesi intravena merupakan suatu teknik pembiusan dengan memasukkan
obat langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-obat
tersebut digunakan untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik
narkotik. Induksi anestesi seperti misalnya tiopenton yang juga
digunakan sebagai pemeliharaan dan juga sebagai tambahan pada tindakan
analgesia regional.
Dalam
perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat – obat anestesi
dan yang digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti,
Tiopenton, Diazepam , Dehidrobenzoperidol, Fentanil, Ketamin dan
Propofol.
INDIKASI ANESTESI INTRAVENA
- Obat induksi anesthesia umum
- Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat
- Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat
- Obat tambahan anestesi regional
- Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi)
CARA PEMBERIAN
- Sebagai obat tunggal :
- Induksi anestesi
- Operasi singkat: cabut gigi
- Suntikan berulang :
- Sesuai kebutuhan : curetase
- Diteteskan lewat infus :
- Menambah kekuatan anestesi
JENIS-JENIS ANESTESI INTRAVENA
1. Propofol ( 2,6 – diisopropylphenol )
Merupakan
derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan
lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam
praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.
Propofol
digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada
pasien dewasa dan pasien anak – anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung
lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman
dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal
tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas
dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan
kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8 Obat ini juga kompatibel dengan
D5W.
a. Mekanisme kerja
Mekanisme
kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi diperkirakan efek
primernya berlangsung di reseptor GABA – A (Gamma Amino Butired Acid).
b. Farmakokinetik
Digunakan
secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein
plasma, eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit
tidak aktif, waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara 2 – 24
jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh lebih pendek karena propofol
didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi cepat
menyebabkan sedasi ( rata – rata 30 – 45 detik ) dan kecepatan untuk
pulih juga relatif singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml.
Popofol bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik ataupun
relaksasi otot.
c. Farmakodinamik
Pada sistem saraf pusat
Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada pemberian dosis induksi (2mg/kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat. Dapat menyebabkan perubahan mood tapi tidak sehebat thiopental. Dapat menurunkan tekanan intrakranial dan tekanan intraokular sebanyak 35%.
Pada sistem kardiovaskuler
Induksi
bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan pembuluh
darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan
denyut nadi. Ini diakibatkan Propofol mempunyai efek mengurangi
pembebasan katekolamin dan menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik
sebanyak 30%. Pengaruh pada jantung tergantung dari :
- Pernafasan spontan – mengurangi depresi jantung berbanding nafas kendali
- Pemberian drip lewat infus – mengurangi depresi jantung berbanding pemberian secara bolus.
- Umur – makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi jantung.
Pada sistem pernafasan
Dapat
menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus
dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan.
Secara lebih detail konsentrasi yang menimbulkan efek terhadap sistem
pernafasan adalah seperti berikut: Pada 25%-40% kasus Propofol dapat menimbulkan apnoe setelah diberikan dosis induksi yang bisa berlangsung lebih dari 30 saat.
- Pemberian 2,4 mg/kg:
- Memperlambat frekuensi pernafasan selama 2 menit
- Volume tidal (VT) menurun selama 4 menit
- Pemberian 100 µg/kg/min:
- Respons CO2 sedikit menurun
- VT berkurang 40% ,frekuensi pernafasan meningkat 20%
- Pemberian 200 µg/kg/min:
- Hanya sedikit mendepresi VT
- paCO2 menurun
c. Dosis dan penggunaan
- Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.
- Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min dengan I.V infus
- Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 µg/kg/min IV (titrate to effect).
- Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
- Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal 0,2%
- Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.
d. Efek Samping
Dapat
menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa
muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol
dapat dihilangkan dengan menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika
mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet
pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena
yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada
pasien setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi
lemak sehingga pemberiannya harus hati – hati pada pasien dengan
gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis. Pada
sesetengah kasus dapat menyebabkan kejang mioklonik (thiopental
< propofol < etomidate atau methohexital). Phlebitis juga pernah
dilaporkan terjadi setelah pemberian induksi propofol tapi kasusnya
sangat jarang. Terdapat juga kasus terjadinya nekrosis jaringan pada
ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat pemberian propofol.
2. Tiopenton
Pertama
kali diperkenalkan tahun 1963. Tiopental sekarang lebih dikenal dengan
nama sodium Penthotal, Thiopenal, Thiopenton Sodium atau Trapanal yang
merupakan obat anestesi umum barbiturat short acting, tiopentol dapat
mencapai otak dengan cepat dan memiliki onset yang cepat (30-45 detik).
Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah mencapai puncak konsentrasi dan
setelah 5 – 10 menit konsentrasi mulai menurun di otak dan kesadaran
kembali seperti semula.9 Dosis yang banyak atau dengan menggunakan infus
akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran.1
Beberapa
jenis barbiturat seperti thiopental
[5-ethyl-5-(1-methylbutyl)-2-thiobarbituric acid], methohexital
[1-methyl-5-allyl-5-(1-methyl-2-pentynyl)barbituric acid], dan thiamylal
[5-allyl-5-(1-methylbutyl)-2-thiobarbituric acid]. Ada juga turunan
barbiturat yang dipakai sebagai induksi seperti secobarbital dan
pentobarbital tetepi penggunaannya sangat jarang. Thiopental (Pentothal)
dan thiamylal (Surital) merupakan thiobarbiturates, sedangan
methohexital (Brevital) adalah oxybarbiturate.11
Walaupun
terdapat beberapa barbiturat dengan masa kerja ultra singkat ,
tiopental merupakan obat terlazim yang dipergunakan untuk induksi
anasthesi dan banyak dipergunakan untuk induksi anestesi.8
a. Mekanisme kerja
Barbiturat
terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat akan menyebabkan
hambatan pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat, barbiturat menekan
sistem aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinap komplek dari saraf
dan pusat regulasi, yang beberapa terletak dibatang otak yang mampu
mengontrol beberapa fungsi vital termasuk kesadaran. Pada konsentrasi
klinis, barbiturat secara khusus lebih berpengaruh pada sinaps saraf
dari pada akson. Barbiturat menekan transmisi neurotransmitter inhibitor
seperti asam gamma aminobutirik (GABA). Mekanisme spesifik diantaranya
dengan pelepasan transmitter (presinap) dan interaksi selektif dengan
reseptor (postsinap).
b. Farmakokinetik
Absorbsi
Pada
anestesiologi klinis, barbiturat paling banyak diberikan secara
intravena untuk induksi anestesi umum pada orang dewasa dan anak – anak.
Perkecualian pada tiopental rektal atau sekobarbital atau metoheksital
untuk induksi pada anak – anak. Sedangkan phenobarbital atau
sekobarbital intramuskular untuk premedikasi pada semua kelompok umur.
Distribusi
Pada
pemberian intravena, segera didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh
selanjutnya akan diikat oleh jaringan saraf dan jaringan lain yang kaya
akan vaskularisasi, secara perlahan akan mengalami difusi kedalam
jaringan lain seperti hati, otot, dan jaringan lemak. Setelah terjadi
penurunan konsentrasi obat dalam plasma ini terutama oleh karena
redistribusi obat dari otak ke dalam jaringan lemak.
Metabolisme
Metabolisme terjadi di hepar menjadi bentuk yang inaktif.
Ekskresi
Sebagian
besar akan diekskresikan lewat urine, dimana eliminasi terjadi 3
ml/kg/menit dan pada anak – anak terjadi 6 ml/kg/menit.
c. Farmakodinamik
Pada Sistem saraf pusat
Dapat
menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia pada
dosis subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan
aliran darah sedangkan pada dosis yang tinggi akan menghasilkan
isoelektrik elektroensepalogram.Thiopental turut menurunkan tekanan
intrakranial. Manakala methohexital dapat menyebabkan kejang setelah
pemberian dosis tinggi.
Mata
Tekanan
intraokluar menurun 40% setelah pemberian induksi thiopental atau
methohexital. Biasanya diberikan suksinilkolin setelah pemberian induksi
thiopental supaya tekanan intraokular kembali ke nilai sebelum induksi.
Sistem kardiovaskuler
Menurunkan
tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan frekwensi
jantung, penurunan tekanan darah sangat tergantung dari konsentrasi obat
dalam plasma. Hal ini disebabkan karena efek depresinya pada otot
jantung, sehingga curah jantung turun, dan dilatasi pembuluh darah.
Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan
disritmia bila terjadi resistensi CO2 atau hipoksia. Penurunan tekanan
darah yang bersifat ringan akan pulih normal dalam beberapa menit tetapi
bila obat disuntik secara cepat atau dosisnya tinggi dapat terjadi
hipotensi yang berat. Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh darah
karena depresi pusat vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga
dapat terjadi oleh karena efek depresi langsung obat pada miokard.
Sistem pernafasan
Menyebabkan
depresi pusat pernafasan dan sensitifitas terhadap CO2 menurun terjadi
penurunan frekwensi nafas dan volume tidal bahkan dapat sampai
menyebabkan terjadinya asidosis respiratorik. Dapat juga menyebabkan
refleks laringeal yang lebih aktif berbanding propofol sehingga
menyebabkan laringospasme. Jarang menyebabkan bronkospasme.
c. Dosis
Dosis
yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk menghindarkan
efek negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75
mg sambil menunggu reaksi pasien.
d. Efek samping
Efek
samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan
memberikan obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap
barbiturat, sebab hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi
anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi pada
pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan menginduksi enzim
d-aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya serangan
akut. Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada
saat pemberian melalui I.V, hal ini dapat diatasi dengan pemberian
heparin dan dilakukan blok regional simpatis.
3. Ketamin
Ketamine
(Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki
struktur mirip dengan phencyclidine. Ketamin pertama kali disintesis
tahun 1962, dimana awalnya obat ini disintesis untuk menggantikan obat
anestetik yang lama (phencyclidine) yang lebih sering menyebabkan
halusinasi dan kejang. Obat ini pertama kali diberikan pada tentara
amerika selama perang Vietnam.
Ketamin
hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan “rapid
acting non barbiturate general anesthesia”. Ketalar sebagai nama dagang
yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang
digunakan sebagai anestesi umum.
Ketamin
kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan
takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi
dapat menimbulkan muntah – muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk.
Ketamin
juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan
persepsi dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut
dengan emergence phenomena.
a. Mekanisme kerja
Beberapa
kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat dalam otak
dan medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan interaksi
terhadap reseptor metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan juga
efek analgesik.
b. Farmakokinetik
Absorbsi
Pemberian ketamin dapat dilakukan secara intravena atau intramuskular
Distribusi
Ketamin
lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke
seluruh organ.10 Efek muncul dalam 30 – 60 detik setelah pemberian
secara I.V dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 – 20
menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan muncul setelah 15
menit.
Metabolisme
Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi beberapa metabolit yang masih aktif.
Ekskresi
Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui ginjal.
c. Farmakodinamik
Susunan saraf pusat
Apabila
diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami
perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa
kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang
dijumpai gerakan yang tidak disadari (cataleptic appearance), seperti
gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Itu merupakan efek
anestesi dissosiatif yang merupakan tanda khas setelah pemberian
Ketamin. Apabila diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak
dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada
periode pemulihan sehingga pasien mengalami agitasi. Aliran darah ke
otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah intrakranial.
Konsentrasi
plasma (Cp) yang diperlukan untuk hipnotik dan amnesia ketika operasi
kurang lebih antara 0,7 sampai 2,2 µg/ml (sampai 4,0 µg/ml buat
anak-anak). Pasien dapat terbangun jika Cp dibawah 0,5µg/ml.
Ketamin merupakan suatu reseptor antagonis N-Metil-D-aspartat (NMDA) yang non kompetitif yang menyebabkan :
· Penghambatan aktivasi reseptor NMDA oleh glutamat
· Mengurangi pembebasan presinaps glutamat
· Efek potensial Gamma-aminobutyric acid (GABA)
Pemberian Ketamin dapat menyebabkan efek psikologis yang berupa:
· Mimpi buruk
· Perasaan ekstrakorporeal (merasa seperti melayang keluar dari badan)
· Salah persepsi, salah interpretasi dan ilusi
· Euphoria, eksitasi, kebingungan dan ketakutan
· 20%-30% terjadi pada orang dewasa
· Dewasa > anak-anak
· Perempuan > laki-laki
Mata
Menimbulkan
lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan, terjadi
peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah pada
pleksus koroidalis.
Sistem kardiovaskuler
Ketamin
adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa
meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat
efek inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
Sistem pernafasan
Pada
dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi. dapat
menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga
merupakan obat pilihan pada pasien asma.
d. Dosis dan pemberian
Ketamin
merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila akses
pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak – anak. Ketamin
bersifat larut air sehingga dapat diberikan secara I.V atau I.M. Dosis
induksi adalah 1 – 2 mg/KgBB secara I.V atau 5 – 10 mg/Kgbb I.M , untuk
dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk
mendapatkan efek yang diinginkan.
Untuk
pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu.
Pemberian secara intermitten diulang setiap 10 – 15 menit dengan dosis
setengah dari dosis awal sampai operasi selesai.3 Dosis obat untuk
menimbulkan efek sedasi atau analgesic adalah 0,2 – 0,8 mg/kg IV atau 2 –
4 mg/kg IM atau 5 – 10 µg/kg/min IV drip infus.
e. Bioavailabilitas
Route
|
% bioavailabilitas
|
Nasal
|
50
|
Oral
|
20
|
IM
|
90
|
Rektal
|
25
|
Epidural
|
77
|
f. Efek samping
Dapat
menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada
mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah ,
halusinasi dan mimpi buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat
menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga
dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan
terjadinya nistagmus dan diplopia.
g. Kontra indikasi
Mengingat
efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang telah
disebutkan diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja.
Pada pasien yang menderita penyakit sistemik penggunaanya harus
dipertimbangkan seperti tekanan intrakranial yang meningkat, misalnya
pada trauma kepala, tumor otak dan operasi intrakranial, tekanan
intraokuler meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada operasi
intraokuler. Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif
terhadap obat – obat simpatomimetik, seperti ; hipertensi
tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dll.
4. Opioid
Opioid
telah digunakan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan tahun. Obat
opium didapat dari ekstrak biji buah poppy papaverum somniferum, dan
kata “opium “ berasal dari bahasa yunani yang berarti getah.
Opium
mengandung lebih dari 20 alkaloid opioids. Morphine, meperidine,
fentanyl, sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan golongan
opioid yang sering digunakan dalam general anestesi. efek utamanya
adalah analgetik. Dalam dosis yang besar opioid kadang digunakan dalam
operasi kardiak. Opioid berbeda dalam potensi, farmakokinetik dan efek
samping.
a. Mekanisme kerja
Opioid
berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada system saraf pusat
dan jaringan lain. Empat tipe mayor reseptor opioid yaitu , μ,Ќ,δ,σ.
Walaupun opioid menimbulkan sedikit efek sedasi, opioid lebih efektif
sebagai analgesia. Farmakodinamik dari spesifik opioid tergantung
ikatannya dengan reseptor, afinitas ikatan dan apakah reseptornya aktif.
Aktivasi reseptor opiat menghambat presinaptik dan respon postsinaptik
terhadap neurotransmitter ekstatori (seperti asetilkolin) dari neuron
nosiseptif.
b. Farmakokinetik
|
Absorbsi
Cepat
dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin intramuskuler,
dengan puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat
transmukosal oral merupakan metode efektif menghasilkan analgesia dan
sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada anak-anak
(15-20 μg/Kg) dan dewasa (200-800 μg).
Distribusi
Waktu
paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah
dan morfin memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset
kerja lambat dan durasi kerja juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil
dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat setelah injeksi bolus.
Metabolisme
Metabolisme sangat tergantung pada biotransformasinya di hepar, aliran darah hepar. Produk akhir berupa bentuk yang tidak aktif.
Ekskresi
Eliminasi
terutama oleh metabolisme hati, kurang lebih 10% melewati bilier dan
tergantung pada aliran darah hepar. 5 – 10% opioid diekskresikan lewat
urine dalam bentuk metabolit aktif, remifentanil dimetabolisme oleh
sirkulasi darah dan otot polos esterase.
c. Farmakodinamik
Sistem kardiovaskuler
System
kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot
jantung maupun tonus otot pembuluh darah.Tahanan pembuluh darah biasanya
akan menurun karena terjadi penurunan aliran simpatis medulla, tahanan
sistemik juga menurun hebat pada pemberian meperidin atau morfin karena
adanya pelepasan histamin.
Sistem pernafasan
Dapat
meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi
nafas, dengan jumlah volume tidal yang menurun .PaCO2 meningkat dan
respon terhadap CO2 tumpul sehingga kurve respon CO2 menurun dan
bergeser ke kanan, selain itu juga mampu menimbulkan depresi pusat nafas
akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid juga bisa
merangsang refleks batuk pada dosis tertentu.
Sistem gastrointestinal
Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung juga terhambat.
Endokrin
Fentanil
mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat stress
anesthesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam darah
relatif stabil.
d. Dosis dan pemberian
Premedikasi
petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/kgbb atau intravena 0,5
mg/Kgbb, sedangakan morfin sepersepuluh dari petidin dan fentanil
seperseratus dari petidin.
5 Benzodiazepin
Golongan
benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam
(valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan
lorazepam tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene
glycol. Diazepam tersedia dalam sediaan emulsi lemak (Diazemuls atau
Dizac), yang tidak menyebakan nyeri atau tromboplebitis tetapi hal itu
berhubungan bioaviabilitasnya yang rendah, midazolam merupakan
benzodiazepin yang larut air yang tersedia dalam larutan dengan PH 3,5.
a. Mekanisme kerja
Golongan
benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative, anxiolitik,
amnestik, antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja di sentral.
Benzodiazepine bekerja di reseptor ikatan GABAA. Afinitas pada reseptor
GABAA berurutan seperti berikut lorazepam
> midazolam > diazepam. Reseptor spesifik benzodiazepine akan
berikatan pada komponen gamma yang terdapat pada reseptor GABA.
b. Farmakokinetik
Obat
golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul
setelah 4-8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu
paruh dari benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan
menyebabkan terjadinya akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri.
Midazolam dan diazepam didistribusikan secara cepat setelah injeksi
bolus, metabolisme mungkin akan tampak lambat pada pasien tua.
Clearance in ml/kg/min
| ||
Short
|
midazolam
|
6-11
|
Intermediate
|
lorazepam
|
0.8-1.8
|
Long
|
diazepam
|
0.2-0.5
|
c. Farmakodinamik
Sistem saraf pusat
Dapat
menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai
efek sedasi, efek analgesik tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan
laju metabolisme.
Sistem Kardiovaskuler
Menyebabkan
vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out put.
Ttidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik
mungkin terjadi pada dosis yang besar atau apabila dikombinasi dengan
opioid.
Sistem Pernafasan
Mempengaruhi
penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas
mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien
dengan retardasi mental.
Sistem saraf otot
Menimbulkan
penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan
spinal , sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan
otot rangka.
d. Dosis
Dosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri.
- Untuk preoperatif digunakan 0,5 – 2,5mg/kgbb.
- Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3 – 5 mg.
- Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena.
- Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.
Efek samping
Midazolam
dapat menyebabkan depresi pernafasan jika digunakan sebagai sedasi.
Lorazepam dan diazepam dapat menyebabkan iritasi pada vena dan
trombophlebitis. Benzodiazepine turut memperpanjang waktu sedasi dan
amnesia pada pasien. Efek Benzodiazepines dapat di reverse dengan
flumazenil (Anexate, Romazicon) 0.1-0.2 mg IV prn to 1 mg, dan 0.5 - 1
mcg/kg/menit berikutnya.
e. Etomidat
Etomidat
(Amidat) merupakan obat induksi intravena yang bekerja cepat dengan
efek gangguan hemodinamik yang minimal beserta efek depresi pernafasan
yang sedikit. Selain efek hemodinamik yang stabil dan kurang mendepresi
pernafasan obat ini juga bahkan memproteksi fungsi serebral serta lebih
aman dibandingkan dengan tiopenton. Etomidat bersifat tidak stabil dan
tidak larut dalam air maka dengan itu etomidat biasanya tersedia 2 mg/ml
dalam propylene glycol (35% dalam vol) dengan pH 6,9 dan osmomalitas
s4,640 mOsm/l.
f. Farmakokinetik
Metabolisme di dalam hepar :
etomidate |
--->
ester hydrolysis (MAJOR) | carboxylic acid of etomidate |
--->
N-dealkylation (minor) | ethyl-imidazole-5-carbolylate |
The major metabolite, the carboxylic acid of etomidate, is inactive.
Ekskresi
Metabolit etomidat diekskresi ke urin sebanyak 85% manakala sisa 15% diekskresikan lewat empedu.
- t1/2(distribusi) = 3 menit
- t1/2(redistribusi) = 30 menit
- t1/2(eliminasi) = 4 jam
- clearance (oleh hepar), Cl = 20 ml/kg/menit
g. Farmakodinamik
Sistem saraf pusatBersifat hipnotik dengan dosis 0,2-0,3 mg/kgIV dengan onse 5-15 menit. Efek hipnotik kemungkinan berasal dari efek sistem GABA-Adrenergik. Etomidat tidak mempunyai efek analgesik sama sekali. Etomidat menurunkan tekanan intracranial dan aliran darah serebral. Selain itu dapat menurunkan kadar metabolit oksigen pada otak (CMRO2). Tekanan mean arteri (MAP) tidak banyak berubah jadi perfusi serebral akan meningkat dan ratio oksigen suplai pada serebral : demand turut meningkat. Etomidat memberikan gambaran EEG yang mirip dengan barbiturate. Obat ini juga bisa menyebabkan gerakan mioklonik.
Mata
Menurunkan tekanan intraocular dalam waktu 5 menit
Sistem Kardiovaskuler
Etomidat mempunyai efek yang minimal pada sistem kardiovaskular. Hanya 10% efek dari etomidat yang meningkatkan nadi. Induksi etomidat dengan dosis 0.3 mg/kg hanya menyebabkan perubahan yang minimal (<10%) pada MAP (Mean arterial pressure), Stroke volume (SV) dan CVP (central venous pressure). Suplai O2 miokard : demand tetap stabil.
Sistem pernafasan
Depresi pada respon CO2 lebih sedikit berbanding barbiturat. Bolus induksi dapat menyebabkan hiperventilasi pada permulaan pemberian, bisa juga terjadi apnoe pada awal pemberian, sedikit peningkatan pada PaCO2, bisa timbul hiccup dan kadang-kadang menyebabkan batuk. Tidak ada penglepasan histamin.
Sistem endokrinCiri khas dari etomidat adalah dapat menginhibisi sintesis steroid adrenal. Etomidat memblokir secara reversibel pada 11-beta-hydroxylase (sedikit pada 17-alpha-hydroxylase) yang menyebabkan penurunan produksi dari kortisol, kortikosteron dan aldosteron. Mekanisme tersebut berasal dari ikatan imidazole bebas pada sitokrom-P450 yang menghambat sintesis asam askorbat. Asam askorbat diperlukan dalam memproduksi steroid dalam tubuh. Biasanya Vitamin C diberikan setelah pasien selesai operasi jika pasien telah diinduksi dengan etomidat.
h. Dosis
- Induksi 0.2 - 0.4 mg/kg IV
- Rektal induksi (peds) 6.5 mg/kg -> hipnotik dalam 4 menit (hemodinamik stabil, recovery cepat)
- Maintenance:
ü Diperlukan 300 - 500 ng/ml plasma level
ü "TECHNIC OF TENS":
10x10 = 100 ug/kg/mnt untuk 10 menit berikutnya
10 ug/kg/mnt dan D/C 10 menit sebelum dibangunkan
i. Efek samping
Menyebabkan nyeri pada injeksi tetapi dapat dikurangi dengan
- Menggunakan sediaan dalam propylene glycol
- Volume yang lebih besar
- Premedikasi
- Pemberian Lidokain 1-2 menit sebelumnya
Dapat menyebabkan gerakan mioklonik dan dapat dikurangi dengan premedikasi benzodiazepine atau obat narkotika lainnya. Bisa menyebabkan mual dan muntah tapi jarang. Setelah pemberian etomidat dapat terjadi hiccup. Bisa juga menyebabkan trombophlebitis kebanyakannya pada pemberian sediaan dalam propylene glycol.
j. Kontraindikasi
Jangan diberikan dalam jangka panjang selama beberapa jam atau hari karena dapat menginhibisi sintesis adrenal steroid sehingga terjadi penurunan kortisol dan aldosteron.
REFERENSI
- Said A. Latif dkk, Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi kedua, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2002.
- “Intravenous Anesthetics” didapat dari http://www.metrohealthanesthesia.com/edu.htm
- “Intravenous anesthesic” didapat dari http://anesthesiologyinfo.com/intravenousanesthetic
- “Hipnotika dan Sedativa” didapat dari http://www.medicastore.com
- “Anestesi Intravena” didapat dari http://ryan-mul.blogspot.com/2009/04/anestesi intravena.html
- “Opioid” didapat dari http://en.wikipedia.org/wiki/Wikipedia: Opioid
- “Anestesi Umum” didapat dari http://www.scribd.com/anestesiumum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar