Selasa, 06 September 2011

Anestesi Intravena

PENDAHULUAN

Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh otot. Setelah berada didalam pembuluh darah vena, obat – obat ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju target organ masing–masing dan akhirnya diekskresikan sesuai dengan farmakodinamiknya masing-masing.

Anestesi yang ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan. Selain itu batas keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek yang diharapkan tanpa efek samping, bila diberikan secara tunggal.

Pemilihan teknik anestesi merupakan hal yang sangat penting, membutuhkan pertimbangan yang sangat matang dari pasien dan faktor pembedahan yang akan dilaksanakan, pada populasi umum walaupun regional anestesi dikatakan lebih aman daripada general anestesi, tetapi tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa teknik yang satu lebih baik dari yang lain, sehingga penentuan teknik anestesi menjadi sangat penting.
Pemahaman tentang sirkulasi darah sangatlah penting sebelum obat dapat diberikan secara langsung ke dalam aliran darah, kedua hal tersebut yang menjadi dasar pemikiran sebelum akhirnya anestesi intravena berhasil ditemukan.


SEJARAH
William Morton , tahun 1846 di Boston , pertama kali menggunakan obat anestesi dietil eter untuk menghilangkan nyeri selama operasi. Di jerman tahun 1909, Ludwig Burkhardt, melakukan pembiusan dengan menggunakan kloroform dan ether melalui intravena, tujuh tahun kemudian, Elisabeth Brendenfeld dari Swiss melaporkan penggunaan morfin dan skopolamin secara intravena. Sejak diperkenalkan di klinis pada tahun 1934, Thiopental menjadi “Gold Standard” dari obat – obat anestesi lainnya, berbagai jenis obat-obat hipnotik tersedia dalam bentuk intavena, namun obat anestesi intravena yang ideal belum bisa ditemukan.
TOTAL INTRAVENA ANESTESI (TIVA)TIVA adalah teknik anestesi umum dengan hanya menggunakan obat-obat anestesi yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan anestesi inhalasi termasuk N2O. TIVA digunakan buat mencapai 4 komponen penting dalam anestesi yang menurut Woodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks, sensoris dan motorik. Atau trias A (3 A) dalam anestesi yaitu :
1.      Amnesia
2.      Arefleksia otonomik
3.      Analgesik
4.      +/- relaksasi otot

Jika keempat komponen tadi perlu dipenuhi, maka kita membutuhkan kombinasi dari obat-obatan intravena yang dapat melengkapi keempat komponen tersebut. Kebanyakan obat anestesi intravena hanya memenuhi 1 atau 2 komponen di atas kecuali Ketamin yang mempunyai efek 3 A menjadikan Ketamin sebagai agen anestesi intravena yang paling lengkap.
Kelebihan TIVA:
  1. Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam dosis yang lebih akurat sesuai yang dibutuhkan.
  2. Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada operasi sekitar jalan nafas atau paru-paru.
  3. Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang khusus.
  
DEFINISI ANESTESI INTRAVENA

Teknik anestesi intravena merupakan suatu teknik pembiusan dengan memasukkan obat langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-obat tersebut digunakan untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik narkotik. Induksi anestesi seperti misalnya tiopenton yang juga digunakan sebagai pemeliharaan dan juga sebagai tambahan pada tindakan analgesia regional.

Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat – obat anestesi dan yang digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti, Tiopenton, Diazepam , Dehidrobenzoperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol.

INDIKASI ANESTESI INTRAVENA
  1. Obat induksi anesthesia umum
  2. Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat
  3. Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat
  4. Obat tambahan anestesi regional
  5. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi)
CARA PEMBERIAN
  • Sebagai obat tunggal :
    • Induksi anestesi
    • Operasi singkat: cabut gigi
  • Suntikan berulang :
    • Sesuai kebutuhan : curetase
  • Diteteskan lewat infus :
    • Menambah kekuatan anestesi

JENIS-JENIS ANESTESI INTRAVENA
1. Propofol ( 2,6 – diisopropylphenol )
Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.
Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada pasien dewasa dan pasien anak – anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8 Obat ini juga kompatibel dengan D5W.

a. Mekanisme kerja
Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi diperkirakan efek primernya berlangsung di reseptor GABA – A (Gamma Amino Butired Acid).
b. Farmakokinetik
Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma, eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara 2 – 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh lebih pendek karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi cepat menyebabkan sedasi ( rata – rata 30 – 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih juga relatif singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot.

c. Farmakodinamik
Pada sistem saraf pusat
Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada pemberian dosis induksi (2mg/kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat. Dapat menyebabkan perubahan mood tapi tidak sehebat thiopental. Dapat menurunkan tekanan intrakranial dan tekanan intraokular sebanyak 35%.
       
Pada sistem kardiovaskuler
Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi. Ini diakibatkan Propofol mempunyai efek mengurangi pembebasan katekolamin dan menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik sebanyak 30%. Pengaruh pada jantung tergantung dari :
  • Pernafasan spontan – mengurangi depresi jantung berbanding nafas kendali
  • Pemberian drip lewat infus – mengurangi depresi jantung berbanding pemberian secara bolus.
  • Umur – makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi jantung.

Pada sistem pernafasan
Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan. Secara lebih detail konsentrasi yang menimbulkan efek terhadap sistem pernafasan adalah seperti berikut: Pada 25%-40% kasus Propofol dapat menimbulkan apnoe setelah diberikan dosis induksi yang bisa berlangsung lebih dari 30 saat.
  • Pemberian 2,4 mg/kg:
    • Memperlambat frekuensi pernafasan selama 2 menit
    • Volume tidal (VT) menurun selama 4 menit
  • Pemberian 100 µg/kg/min:
    • Respons CO2 sedikit menurun
    • VT berkurang 40% ,frekuensi pernafasan meningkat 20%
  • Pemberian 200 µg/kg/min:
    • Hanya sedikit mendepresi VT
    • paCO2 menurun

c. Dosis dan penggunaan
  • Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.
  • Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min dengan I.V infus
  • Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 µg/kg/min IV (titrate to effect).
  • Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
  • Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal 0,2%
  • Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.


d. Efek Samping

Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati – hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis. Pada sesetengah kasus dapat menyebabkan kejang mioklonik (thiopental < propofol < etomidate atau  methohexital). Phlebitis juga pernah dilaporkan terjadi setelah pemberian induksi propofol tapi kasusnya sangat jarang. Terdapat juga kasus terjadinya nekrosis jaringan pada ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat pemberian propofol.

2. Tiopenton
Pertama kali diperkenalkan tahun 1963. Tiopental sekarang lebih dikenal dengan nama sodium Penthotal, Thiopenal, Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan obat anestesi umum barbiturat short acting, tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan memiliki onset yang cepat (30-45 detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah mencapai puncak konsentrasi dan setelah 5 – 10 menit konsentrasi mulai menurun di otak dan kesadaran kembali seperti semula.9 Dosis yang banyak atau dengan menggunakan infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran.1
Beberapa jenis barbiturat seperti thiopental [5-ethyl-5-(1-methylbutyl)-2-thiobarbituric acid], methohexital [1-methyl-5-allyl-5-(1-methyl-2-pentynyl)barbituric acid], dan thiamylal [5-allyl-5-(1-methylbutyl)-2-thiobarbituric acid]. Ada juga turunan barbiturat yang dipakai sebagai induksi seperti secobarbital dan pentobarbital tetepi penggunaannya sangat jarang. Thiopental (Pentothal) dan thiamylal (Surital) merupakan thiobarbiturates, sedangan methohexital (Brevital) adalah oxybarbiturate.11
Walaupun terdapat beberapa barbiturat dengan masa kerja ultra singkat , tiopental merupakan obat terlazim yang dipergunakan untuk induksi anasthesi dan banyak dipergunakan untuk induksi anestesi.8

a. Mekanisme kerja
Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat akan menyebabkan hambatan pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat, barbiturat menekan sistem aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinap komplek dari saraf dan pusat regulasi, yang beberapa terletak dibatang otak yang mampu mengontrol beberapa fungsi vital termasuk kesadaran. Pada konsentrasi klinis, barbiturat secara khusus lebih berpengaruh pada sinaps saraf dari pada akson. Barbiturat menekan transmisi neurotransmitter inhibitor seperti asam gamma aminobutirik (GABA). Mekanisme spesifik diantaranya dengan pelepasan transmitter (presinap) dan interaksi selektif dengan reseptor (postsinap).




b. Farmakokinetik

Absorbsi
Pada anestesiologi klinis, barbiturat paling banyak diberikan secara intravena untuk induksi anestesi umum pada orang dewasa dan anak – anak. Perkecualian pada tiopental rektal atau sekobarbital atau metoheksital untuk induksi pada anak – anak. Sedangkan phenobarbital atau sekobarbital intramuskular untuk premedikasi pada semua kelompok umur.



Distribusi

Pada pemberian intravena, segera didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh selanjutnya akan diikat oleh jaringan saraf dan jaringan lain yang kaya akan vaskularisasi, secara perlahan akan mengalami difusi kedalam jaringan lain seperti hati, otot, dan jaringan lemak. Setelah terjadi penurunan konsentrasi obat dalam plasma ini terutama oleh karena redistribusi obat dari otak ke dalam jaringan lemak.





Metabolisme

Metabolisme terjadi di hepar menjadi bentuk yang inaktif.





Ekskresi

Sebagian besar akan diekskresikan lewat urine, dimana eliminasi terjadi 3 ml/kg/menit dan pada anak – anak terjadi 6 ml/kg/menit.





c. Farmakodinamik

Pada Sistem saraf pusat
Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia pada dosis subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan aliran darah sedangkan pada dosis yang tinggi akan menghasilkan isoelektrik elektroensepalogram.Thiopental turut menurunkan tekanan intrakranial. Manakala methohexital dapat menyebabkan kejang setelah pemberian dosis tinggi.


Mata
Tekanan intraokluar menurun 40% setelah pemberian induksi thiopental atau methohexital. Biasanya diberikan suksinilkolin setelah pemberian induksi thiopental supaya tekanan intraokular kembali ke nilai sebelum induksi.
Sistem kardiovaskuler
Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan frekwensi jantung, penurunan tekanan darah sangat tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini disebabkan karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga curah jantung turun, dan dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan disritmia bila terjadi resistensi CO2 atau hipoksia. Penurunan tekanan darah yang bersifat ringan akan pulih normal dalam beberapa menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi yang berat. Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh darah karena depresi pusat vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga dapat terjadi oleh karena efek depresi langsung obat pada miokard.


Sistem pernafasan

Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas terhadap CO2 menurun terjadi penurunan frekwensi nafas dan volume tidal bahkan dapat sampai menyebabkan terjadinya asidosis respiratorik. Dapat juga menyebabkan refleks laringeal yang lebih aktif berbanding propofol sehingga menyebabkan laringospasme. Jarang menyebabkan bronkospasme.

c. Dosis
Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk menghindarkan efek negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil menunggu reaksi pasien.


d. Efek samping

Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan memberikan obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat, sebab hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan menginduksi enzim d-aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada saat pemberian melalui I.V, hal ini dapat diatasi dengan pemberian heparin dan dilakukan blok regional simpatis.



3. Ketamin

Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki struktur mirip dengan phencyclidine. Ketamin pertama kali disintesis tahun 1962, dimana awalnya obat ini disintesis untuk menggantikan obat anestetik yang lama (phencyclidine) yang lebih sering menyebabkan halusinasi dan kejang. Obat ini pertama kali diberikan pada tentara amerika selama perang Vietnam.
Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan “rapid acting non barbiturate general anesthesia”. Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan muntah – muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk.
Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence phenomena.

a. Mekanisme kerja
Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat dalam otak dan medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan interaksi terhadap reseptor metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan juga efek analgesik.

b. Farmakokinetik
Absorbsi
Pemberian ketamin dapat dilakukan secara intravena atau intramuskular


Distribusi

Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh organ.10 Efek muncul dalam 30 – 60 detik setelah pemberian secara I.V dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 – 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan muncul setelah 15 menit.



Metabolisme

Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi beberapa metabolit yang masih aktif.

Ekskresi
Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui ginjal.

c. Farmakodinamik
Susunan saraf pusat
Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari (cataleptic appearance), seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Itu merupakan efek anestesi dissosiatif yang merupakan tanda khas setelah pemberian Ketamin. Apabila diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah intrakranial.
Konsentrasi plasma (Cp) yang diperlukan untuk hipnotik dan amnesia ketika operasi kurang lebih antara 0,7 sampai 2,2 µg/ml (sampai 4,0 µg/ml buat anak-anak). Pasien dapat terbangun jika Cp dibawah 0,5µg/ml.
Ketamin merupakan suatu reseptor antagonis N-Metil-D-aspartat (NMDA) yang non kompetitif yang menyebabkan :
·         Penghambatan aktivasi reseptor NMDA oleh glutamat
·         Mengurangi pembebasan presinaps glutamat
·         Efek potensial Gamma-aminobutyric acid (GABA)
Pemberian Ketamin dapat menyebabkan efek psikologis yang berupa:
·         Mimpi buruk
·         Perasaan ekstrakorporeal (merasa seperti melayang keluar dari badan)
·         Salah persepsi, salah interpretasi dan ilusi
·         Euphoria, eksitasi, kebingungan dan ketakutan
·         20%-30% terjadi pada orang dewasa
·         Dewasa > anak-anak
·         Perempuan > laki-laki

Mata
Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan, terjadi peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah pada pleksus koroidalis.

Sistem kardiovaskuler
Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat efek inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.

Sistem pernafasan
Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi. dapat menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan obat pilihan pada pasien asma.

d. Dosis dan pemberian
Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila akses pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak – anak. Ketamin bersifat larut air sehingga dapat diberikan secara I.V atau I.M. Dosis induksi adalah 1 – 2 mg/KgBB secara I.V atau 5 – 10 mg/Kgbb I.M , untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk mendapatkan efek yang diinginkan.
Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu. Pemberian secara intermitten diulang setiap 10 – 15 menit dengan dosis setengah dari dosis awal sampai operasi selesai.3 Dosis obat untuk menimbulkan efek sedasi atau analgesic adalah 0,2 – 0,8 mg/kg IV atau 2 – 4 mg/kg IM atau 5 – 10 µg/kg/min IV drip infus.

e. Bioavailabilitas
Route
% bioavailabilitas
Nasal
           50
Oral
           20
IM
           90
Rektal
           25
Epidural
          77


f.  Efek samping

Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia.



g. Kontra indikasi

Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang telah disebutkan diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja. Pada pasien yang menderita penyakit sistemik penggunaanya harus dipertimbangkan seperti tekanan intrakranial yang meningkat, misalnya pada trauma kepala, tumor otak dan operasi intrakranial, tekanan intraokuler meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada operasi intraokuler. Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat – obat simpatomimetik, seperti ; hipertensi tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dll.



4. Opioid

Opioid telah digunakan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan tahun. Obat opium didapat dari ekstrak biji buah poppy papaverum somniferum, dan kata “opium “ berasal dari bahasa yunani yang berarti getah.
Opium mengandung lebih dari 20 alkaloid opioids. Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan golongan opioid yang sering digunakan dalam general anestesi. efek utamanya adalah analgetik. Dalam dosis yang besar opioid kadang digunakan dalam operasi kardiak. Opioid berbeda dalam potensi, farmakokinetik dan efek samping.





a. Mekanisme kerja

Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada system saraf pusat dan jaringan lain. Empat tipe mayor reseptor opioid yaitu , μ,Ќ,δ,σ. Walaupun opioid menimbulkan sedikit efek sedasi, opioid lebih efektif sebagai analgesia. Farmakodinamik dari spesifik opioid tergantung ikatannya dengan reseptor, afinitas ikatan dan apakah reseptornya aktif. Aktivasi reseptor opiat menghambat presinaptik dan respon postsinaptik terhadap neurotransmitter ekstatori (seperti asetilkolin) dari neuron nosiseptif.





b. Farmakokinetik
Absorbsi
Cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin intramuskuler, dengan puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat transmukosal oral merupakan metode efektif menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada anak-anak (15-20 μg/Kg) dan dewasa (200-800 μg).


Distribusi

Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah dan morfin memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat setelah injeksi bolus.



Metabolisme

Metabolisme sangat tergantung pada biotransformasinya di hepar, aliran darah hepar. Produk akhir berupa bentuk yang tidak aktif.



Ekskresi

Eliminasi terutama oleh metabolisme hati, kurang lebih 10% melewati bilier dan tergantung pada aliran darah hepar. 5 – 10% opioid diekskresikan lewat urine dalam bentuk metabolit aktif, remifentanil dimetabolisme oleh sirkulasi darah dan otot polos esterase.





c. Farmakodinamik

Sistem kardiovaskuler
System kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun tonus otot pembuluh darah.Tahanan pembuluh darah biasanya akan menurun karena terjadi penurunan aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga menurun hebat pada pemberian meperidin atau morfin karena adanya pelepasan histamin.

Sistem pernafasan
Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi nafas, dengan jumlah volume tidal yang menurun .PaCO2 meningkat dan respon terhadap CO2 tumpul sehingga kurve respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga mampu menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis tertentu. 


Sistem gastrointestinal

Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung juga terhambat.


Endokrin
Fentanil mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat stress anesthesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam darah relatif stabil.

d. Dosis dan pemberian
Premedikasi petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/kgbb atau intravena 0,5 mg/Kgbb, sedangakan morfin sepersepuluh dari petidin dan fentanil seperseratus dari petidin.

5  Benzodiazepin

Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam (valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol. Diazepam tersedia dalam sediaan emulsi lemak (Diazemuls atau Dizac), yang tidak menyebakan nyeri atau tromboplebitis tetapi hal itu berhubungan bioaviabilitasnya yang rendah, midazolam merupakan benzodiazepin yang larut air yang tersedia dalam larutan dengan PH 3,5. 


a. Mekanisme kerja
Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative, anxiolitik, amnestik, antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja di sentral. Benzodiazepine bekerja di reseptor ikatan GABAA. Afinitas pada reseptor GABAA berurutan seperti berikut http://www.metrohealthanesthesia.com/images/space.giflorazepam > midazolam > diazepam.  Reseptor spesifik benzodiazepine akan berikatan pada komponen gamma yang terdapat pada reseptor GABA. 

b. Farmakokinetik
Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul setelah 4-8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus, metabolisme mungkin akan tampak lambat pada pasien tua.

Clearance in ml/kg/min
Short
midazolam
6-11
Intermediate
lorazepam
0.8-1.8
Long
diazepam
0.2-0.5


c. Farmakodinamik
Sistem saraf pusat
Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai efek sedasi, efek analgesik tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan laju metabolisme.

Sistem Kardiovaskuler
Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out put. Ttidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik mungkin terjadi pada dosis yang besar atau apabila dikombinasi dengan opioid.


Sistem Pernafasan

Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental.



Sistem saraf otot

Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan spinal , sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka.


d. Dosis
Dosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri.
  • Untuk preoperatif digunakan 0,5 – 2,5mg/kgbb.
  • Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3 – 5 mg.
  • Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena.
  • Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.
    Efek samping
Midazolam dapat menyebabkan depresi pernafasan jika digunakan sebagai sedasi. Lorazepam dan diazepam dapat menyebabkan iritasi pada vena dan trombophlebitis. Benzodiazepine turut memperpanjang waktu sedasi dan amnesia pada pasien. Efek Benzodiazepines dapat di reverse dengan flumazenil (Anexate, Romazicon) 0.1-0.2 mg IV prn to 1 mg, dan 0.5 - 1 mcg/kg/menit berikutnya.
http://www.metrohealthanesthesia.com/images/space.gif

e. Etomidat
Etomidat (Amidat)  merupakan obat induksi intravena yang bekerja cepat dengan efek gangguan hemodinamik yang minimal beserta efek depresi pernafasan yang sedikit. Selain efek hemodinamik yang stabil dan kurang mendepresi pernafasan obat ini juga bahkan memproteksi fungsi serebral serta lebih aman dibandingkan dengan tiopenton. Etomidat bersifat tidak stabil dan tidak larut dalam air maka dengan itu etomidat biasanya tersedia 2 mg/ml dalam propylene glycol (35% dalam vol) dengan pH 6,9  dan osmomalitas s4,640 mOsm/l.

f. Farmakokinetik
Metabolisme di dalam hepar :
*      etomidate
etomidate
--->
ester hydrolysis
(MAJOR)
carboxylic acid of etomidate
carboxylic acid of etomidate
--->
N-dealkylation
(minor)
ethyl-imidazole-5-carbolylate
ethyl-imidazole-5-carbolylate
The major metabolite, the carboxylic acid of etomidate, is inactive.
       
Ekskresi
Metabolit etomidat diekskresi ke urin sebanyak 85% manakala sisa 15% diekskresikan lewat empedu.

  • t1/2(distribusi) = 3 menit
  • t1/2(redistribusi) = 30 menit
  • t1/2(eliminasi) = 4 jam
  • clearance (oleh hepar), Cl = 20 ml/kg/menit
g. Farmakodinamik
Sistem saraf pusatBersifat hipnotik dengan dosis 0,2-0,3 mg/kgIV dengan onse 5-15 menit. Efek hipnotik kemungkinan berasal dari efek sistem GABA-Adrenergik. Etomidat tidak mempunyai efek analgesik sama sekali. Etomidat menurunkan tekanan intracranial dan aliran darah serebral. Selain itu dapat menurunkan kadar metabolit oksigen pada otak (CMRO2). Tekanan mean arteri (MAP) tidak banyak berubah jadi perfusi serebral akan meningkat dan ratio oksigen suplai pada serebral : demand turut meningkat. Etomidat memberikan gambaran EEG yang mirip dengan barbiturate. Obat ini juga bisa menyebabkan gerakan mioklonik.


Mata
Menurunkan tekanan intraocular dalam waktu 5 menit

Sistem Kardiovaskuler
Etomidat mempunyai efek yang minimal pada sistem kardiovaskular. Hanya 10% efek dari etomidat yang meningkatkan nadi. Induksi etomidat dengan dosis 0.3 mg/kg hanya menyebabkan perubahan yang minimal (<10%) pada MAP (Mean arterial pressure), Stroke volume (SV) dan CVP (central venous pressure). Suplai O2 miokard : demand tetap stabil.
Sistem pernafasan
Depresi pada respon CO2 lebih sedikit berbanding barbiturat. Bolus induksi dapat menyebabkan hiperventilasi pada permulaan pemberian, bisa juga terjadi apnoe pada awal pemberian, sedikit peningkatan pada PaCO2, bisa timbul hiccup dan kadang-kadang menyebabkan batuk. Tidak ada penglepasan histamin.

Sistem endokrinCiri khas dari etomidat adalah dapat menginhibisi sintesis steroid adrenal. Etomidat memblokir secara reversibel pada 11-beta-hydroxylase (sedikit pada 17-alpha-hydroxylase) yang menyebabkan penurunan produksi dari kortisol, kortikosteron dan aldosteron. Mekanisme tersebut berasal dari ikatan imidazole bebas pada sitokrom-P450 yang menghambat sintesis asam askorbat. Asam askorbat diperlukan dalam memproduksi steroid dalam tubuh. Biasanya Vitamin C diberikan setelah pasien selesai operasi jika pasien telah diinduksi dengan etomidat.

h. Dosis
  • Induksi 0.2 - 0.4 mg/kg  IV
  • Rektal induksi (peds) 6.5 mg/kg -> hipnotik dalam 4 menit (hemodinamik stabil, recovery cepat)  
  • Maintenance:
ü  Diperlukan 300 - 500 ng/ml plasma level
ü   "TECHNIC OF TENS":
10x10 = 100 ug/kg/mnt untuk 10 menit berikutnya
10 ug/kg/mnt dan D/C 10 menit sebelum dibangunkan 

i. Efek samping
Menyebabkan nyeri pada injeksi tetapi dapat dikurangi dengan
  • Menggunakan sediaan dalam propylene glycol
  • Volume yang lebih besar
  • Premedikasi
  • Pemberian Lidokain 1-2 menit sebelumnya
Dapat menyebabkan gerakan mioklonik dan dapat dikurangi dengan premedikasi benzodiazepine atau obat narkotika lainnya. Bisa menyebabkan mual dan muntah tapi jarang. Setelah pemberian etomidat dapat terjadi hiccup. Bisa juga menyebabkan trombophlebitis kebanyakannya pada pemberian sediaan dalam propylene glycol.

j. Kontraindikasi
Jangan diberikan dalam jangka panjang selama beberapa jam atau hari karena dapat menginhibisi sintesis adrenal steroid sehingga terjadi penurunan kortisol dan aldosteron.


REFERENSI
  1. Said A. Latif dkk, Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi kedua, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2002.
  2. “Intravenous Anesthetics” didapat dari http://www.metrohealthanesthesia.com/edu.htm
  3. “Intravenous anesthesic” didapat dari http://anesthesiologyinfo.com/intravenousanesthetic
  4. “Hipnotika dan Sedativa” didapat dari http://www.medicastore.com
  5. “Anestesi Intravena” didapat dari http://ryan-mul.blogspot.com/2009/04/anestesi intravena.html
  6. “Opioid” didapat dari http://en.wikipedia.org/wiki/Wikipedia: Opioid
  7. “Anestesi Umum” didapat dari http://www.scribd.com/anestesiumum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar