Otak
yang beratnya 2% dari berat badan menerima 1/6 dari darah yang dipompa
oleh jantung dan mengguna 20% oksigen yang diperlukan tubuh merupakan
pusat vital yang sangat peka terhadap keadaan hipoksia. Kalau jaringan lain mampu mentolerir hipoksia selama satu jam tetapi jaringan otak hanya dalam tiga menit.
Salah satu penyebab hipoksia otak adalah kenaikan tekanan intrakranial yang berlebihan. Hal
ini bisa dimaklumi karena dalam situasi hipertensi intrakranial tekanan
perfusi otak sangat menurun. Padahal faktor ini sangat penting untuk
mendorong darah yang mengangkut oksigen melalui cabang-cabang pembuluh
darah otak.
Dalam
situasi begini substansi otak akan membengkak dan duramater jadi tegang
sehingga sulit ahli bedah untuk mengoperasi struktur pada dasar otak
seperti tumor pituatary atau aneurysma circulus arteriosus willesi.
Sekiranya kenaikan sangat progresif bisa mendorong cerebellum dan brainstem yang merupakan pusat vital kedalam foramen magnum.Hal inilah yang perlu diantisipasi ahli anestesi sebelum dilakukan pembedahan kasus-kasus dengan defect intrakranial.
DEFINISI
Tekanan
intrakranial (intracranial pressure)(ICP) adalah tekanan dalam ruang
ventrikulosubarakhnoid dibandingkan dengan udara luar (atmosfer).
Dalam
keadaan normal istirahat tekanan liquor cerebrospinalis
(cerebrospinalis fluid pressure) (CSFP) dalam posisi lateral diukur
dengan punctie lumbal besarnya 1oo-160 mm H2O(8-12 mmHg). Disebut
hipertensi intrakranial bila lebih dari 15 mmHg.
Bila lebih dari 35 mmHg harus segera diturunkan, karena berbahaya dan bila lebih dari 50 mmHg berarti prognosenya cukup jelek.
Evaluasi terhadap adanya peninggian ICP periode preoperatif pada
kasus-kasus dengan kecurigaan adanya kelainan diotak adalah satu
keharusan, untuk itu perlu pengenalan gejala-gejala hipertensi
intrakranial sedini mungkin.
Tak ada gejala patognomonik untuk peninggian maupun penurunan tekanan intrakranial.
Sering dijumpai sakit kepala, papil edema, dilatasi pupil unilateral. Paralisis nervus abducents
atau
occulomotorius. Pernafasan tak teratur dan lain lain, Kecurigaan dengan
gejala ini sebaiknya dikonfirmasi dengan pengukuran langsung ICP.
Gejala yang paling dipercaya papil edema tetapi tak pasien hipertensi
intrakranial ditemui papil edema kenapa demikian masih belum jelas.
Pulsasi vena retina bila dijumpai bila ditemui artinya ICP masih normal
atau naik tak bermakna tapi juga bukan tanda yang bisa dipercaya. Yang
paling sering adalah gejala sakit kepala yang paling hebat pada waktu
pagi hari dan menurun disiang hari. Tetapi sakit kepala ini bukanlah karena naiknya ICP tetapi karena traksi dari struktur sensitif sakit.
Beberapa pengarang berpendapat bahwa:
- Peninggian ICP semata mata tak akan mengganggu fungsi cerebral.
- Tak ada gejala neurologi spesifik sehubungan meningginya ICP.
- Afferent yang sensitif terhadap tekanan tak ada dalam CNS manusia.
- Pergeseran, penarikan, pendesakan struktur craniospinal yang sensitif sakit akibat ICP meninggi yang menimbulkan masing-masing gejala tersebut diatas.
DASAR-DASAR KENAIKAN TEKANAN INTRAKRANIAL
Otak
orang dewasa yang beratnya 1500 gram menempati ruangan yang volumenya
1200-1400 cc terdiri dari 85% jaringan dan air,8-12% CSF dan 3-7% darah.
Oleh karena otak terkurung dalam calvaria yang rigid maka setiap peningkatan volume intrakranial bisa menaikkan ICP.
Lesi
yang semula meluas tak begitu merubah ICP oleh sebab translokasi atau
absorbsi CSF meningkat;tetapi bila compliance craniospinal system sudah
menurun dimana lesi terus berlanjut ekspansinya sementara kapasitas
telah dilampaui mengakibatkan meningkatnya volume intrakranial yang
lebih besar hal ini akan menaikkan ICP secara progresif.Yang dimaksud
degan compliance craniospinal rigiditas craniospinal kompartmen yang
ditentukan sebagian besar elastisitas craniospinal venous bed dan
sebagian kecil oleh elastisitas otak/.medullaspinalis dan meningen
sendiri.
Craniospinal
compartment jadi non compliance bila kenaikan cerebral blood volume
(CBV) venous tak disertrai disertai penurunan cerebral blood flow(CBF)
yang seimbang.,sebaliknya craniospinal compart- ment jadi compliant bila
CBF menurun(hipotensi berat) atau meningkatnya elastisitas meningen
waktu craniotomi.
Cairan
cerebrospinal(CSF) yang jumlahnya 125-150 cc dibentuk dengan kecepatan
0,35cc permenit oleh plexus choroidales dalam ventrikel otak beredar
melewati ventrikulus 3, aquaductus cerebral, ventrikulus IV, keluar melalui
foramen Luschka menyelusuri ruangan subarachnoidal cerebral & spinal
akhirnya diabsorbsi oleh villus arachnoidales sinus durales.
Dalam keadaan normal kecepatan pembentukan CSF seimbang dengan kecepatan absorbsi.
Peningkatan
volume CSF terjadi bila kecepatan produksi lebih besar dari kecepatan
absorbsi.atau terjadi obstruksi sirkulasi CSF sehingga akan meningkatkan
ICP.
Kalau kita meminjam hipotese Starling dalam hal pembentukan dan reabsorbsi CSF maka dapat diterangkan sebagai berikut.
Pada
ujung arteriole dan kapiler tekanan hidrostatik 30 mmHg sedangkan
tekenan onkotik kira2 25mmHg sehingga ada tekanan filtrasi sebesar 5 mmHg
dan cairan cenderung meninggalkan kapiler.
Pada
ujung venule tekanan hidrostatik 12 mmHg sedangkan tekanan onkotik
25mmHg sehingga adsa gradient yang memungkinkan absorbsi cairan sebesar
13mmHg.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TEKANAN INTRAKRANIAL
Besarnya ICP ini ditentrukan oleh 3 compartment :
- Jaringan otak sendiri.:
- Volume darah otak(CBV)
- Volume atau tekanan CSF.
Tetapi yang paling utama adalah CBF dan mekanisme CSF.
Semua
keadaan yang meningkatkan CBF,produksi CSF dan tahanan reabsorbsi CSF
bisa meningkatkan ICP ditunjang oleh penurunan compliance craniospinal.
Salah
satu faktor yang paling penting mengontrol CBF adalah PaCO2,dimana
kalau PaCO2 meningkat terjadi vasodilatasi pembulluyh darah vaskular dan
CBF meninggi sedangkan bila PaCO2 menurun (hipokarbia) menyebabkan
vasokonstriksi cerebral dan CBF menurun.
Dikatakan setiap kenaikan 1mmHg PaCO2 diantara 20-80mmHg akan menaikkan CBF sebesar 1-2cc per 100g otak permenit.
CO2 akan merubah tonus vascular cerebral dengan merubah pH extracellular fluid(ECF) cerebral.
Dengan
terjaminnya jalan nafas yang bebas dan dengan tehnik hiperventilasi
diharapkan penurunan PaCO2 dengan demikian baik CBF maupun ICP akan
turun.
Sebaiknya PaCO2 dipertahankan dalam batas antara 20-30mmHg.
Bila hiperventilasi berlebihan ditakuti terjadi iskemia cerebral oleh karena vasokonstriksi cerebral yang hebat.
Tetapi
ini baru terjadi bila PaCO2 dibawah 20mmHg.Hal ini jarang terjadi pada
dewasa yang sehat tetapi mungkin sering pada anak2 atau penderita dengan
hipotermia.
Oleh
karena itu bila PaCO2 tak bisa dimonitor maka ventilasi harus
dikalkulasi secara teliti sebaiknya menghitung minute volume waktu
pernafasan spontan.
Dalam keadaan tidur biasa saja PaCO2 sedikit meningkat disertai kenaikan CBF dan ICP.
Kenaikan
CBF dan ICP ini tak begitu penting pada orang yang sehat tetapi sangat
besar akibatnya pada penderita kelainan cerebral.
Tetapi PaO2 punya sedikit pengaruh pada CBF kecuali dalam keadaan abnormal.
Kalau
PaO2 turun dibawah 50mmHg tampaknya tak berubah CBF asal saja PaCO2
normal sebaliknya bila PaO2 meningkat akan terjadi vasokonstriksi
cerebral dengan CBF menurun ,ini disebabkan pada saat yang sama PaCO2
turun.Vasokonstriksi cerebral ringan terjadi selama inspirasi 100% O2
pada tekanan barometer normal.
Tekanan
darah arterial diantara 60-100mmHg effeknya minimal terhadap CBF.Dalam
berbagai keadaan CBF dipertahankan konstan 45cc per 100g otak
permenit.Kemampuan mempertahankan CBF normal dalam berbagai variasi MAP
(Mean Arterial Pressure) disebut Autoregulasi.
Bila tekanan darah sistemik naik maka arteriole cerebral konstriksi sebaliknya bila turun akan dilatasi.
Bagaimana
mekanismenya masih belum jelas tetapi diduga karena respons intrinsik
terhadap regangan yang mana terjadi konstriksi arteriole cerebral bila
tekanan intraluminal(intramural) meninggi.
Mekanisme autoregulasi ini hanya bisa mempertahankan CBF selama tekanan perfusi cerebral(CPP) bervariasi diantara 50-150mmHg.
Harper
dan Glass 1965 membuktikan bahwa respons terhadap CO2 menurun dalam
keadaan hipotensi dimana tekanan darah sistemik dibawah 50mmHg.
Mekanisme
autoregulasi ini biasanya menurun/hilang dlam keadaan anestesi yang
dalam, hiperkarbia, pembedahan(trauma ) yang luas, hjpoksemia, sirkulasi
arrest dll.
Kita ketahui CPP sebanding dengan Mean Arterial Pressure(MAP) dikurangi ICP.
Pada orang sehat nilai yang mungkin MAP(90mmHg)-ICP(-5mmHg)=CPP(95mmHg).
Bila
mengejan,batuk maka MAP akan menurun oleh sebab tekanan intrathorakal
akan meningkat dimana venous return akan menurun sehingga cardiac output
akan menurun tetapi sebaliknya ICP malah meninggi oleh sebab tekanan
isinus duralis meningkat akibatnya CPP akan menurun.
Nilai kritis CPP mungkin kira2 30mmHg.bila lebih rendah diragukan akan terjadi iskemia cerebral.
Bila ICP melempaui MAP maka perfusi darah keotak akan berhenti.
Dikatakan
bila ICP sampai 500mmH2O tak akan merubah CBFoleh karena sering
bersamaan dengan kenaikan tekanan arterial diatas l;evel ini terjadi
penurunan yang hebat.
Dilaporkan
penderita yang dianestesi dalam keadaan relakspun masih bisa menaikkan
ICP sampai 200-400mmH2O, dan bila diintubasi disertai mengejan atau
batuk-batuk bisa menaikkan ICP sampai 800mmH2O.
Ini
bisa dimengerti peninggian tekanan intrathorakal/abdominal selama
mengejan dan batuk-batuk akan diteruskan ke vena-vena epidural dalam
canalis spinalis dari sini kesaccus dural spinalis dimana isinya CSFakan
sedikit bergerak tetapi kenaikan yang nyata dari ICP.
Maka salah satu persyaratan anestesi bedah saraf yang baik adalah induksi yang mulus.
Posisi
pasien juga sangat mempengaruhi ICP,bila posisi rata telentang(supine
position) ICP akan sama dengan tekanan CSF(CSFP) dalam lumbal kira2
10mmHg(130mmH2O).
Sekiranya
kepala ditinggikan ICP akan turun sebanding dengan setiap 20 cm
peninggian kepala maka ICP akan turun sebesar 15 mmHg(200 mmH2O).
Pada
posisi tegak(Upright), ICP diukur dalam ventrikel lateralis kira-kira
antara -5 dan -10mmHg, sebaliknya pada head down position(Tredelenburg)
ICP akan meninggi sampai 50-60mmHg, tergantung derajat kerendahan
kepala terjadi perubahan drainage venous. Posisi head down dan foot
up(kaki keatas ditemukan kadang kala pada waktu dilakukan CT
Scan(Computer Tomografi) ini sangat berbahaya.(I).
Pada
posisi tengkurap(supine) yang sering ditemukan pada operasi fossa
cranii posterior dan laminactomie akan terjadi kongesti vena yang
hebat. Terjadi abdominal kompressi menyebabkan obstruksi VCI (Vena Cafa
Inferior) tak hanya menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik tetapi
dapat juga menyebabkan kenaikan tekanan vena vertebralis dan akan
menaikkan ICP.
Setiap
kenaikan tekanan intra abdominal/thorakal tak hanya menghalangi darah
masuk kevena cava tetapi juga malahan bisa menyebabkan aliran retrogade
dari vena cava sendiri.(4.6).
Penekanan
abdomen yang cukup akan menyebabkan obstruksi vena cafa inferior bisa
menaikkan tekanan pada ujung distal vena cafa inferior lebih dari 300
mmH2O sedangkan sedikit kompressi saja bisa menaikkan lebih kurang 30-40
mmH2O (Pearce 1957) .(2).
Untuk
memberikan hasil yang optimal Pearce menganjurkan pasien disokong
sempurna sehingga abdomen bebas dari kompressi dan otot-otot perut relax
sempurna dengan ventilasi terkontrol.
Harus hati-hati merubah posisi pasien dari telentang keposisi tengkurap bisa turun tensi mendadak.
Pada
posisi lateral terutama pada operasi craniotomi temporoparital tekanan
dan resistensi arterial sistemik bisa turun.Bila miring kekanan vena
cava inferior akan tertekan oleh berat badan pasien sehingga venous
return akan turun, cardiac output turun akibatnya tensi juga menurun.
Expansi
bagian terbawah thorak akan terhalang bila mungkin axila disokong agar
rusuk bebas dari beban berat badan.Pada posisi duduk merupakan metode
yang sangat efektif untuk memberikan lapangan operasi yang tidak
kongestif pada laminectomi cervical atau craniotomi fossa
posterior.sayangnya timbul bahaya utama emboli udara dan hipotensi
berat.
Hunter((1960)
menyatakan bahwa embolin udara sangat sering terjadi bila
IPPV(Intermittent Positive Pressure Ventilation) pada posisi duduk waktu
operasi fossa cranii posterior karena akan mengurangi tekanan vena2
diatas level jantung akan mempermudah terjadinya emboli udara.
Bernafas
spontan mengikuti batuk akan menambah bahaya oleh karena akan
meningkatkan tekanan subastmosferik yang telah ada pada vena ini. Memang
sering ada kontroversi antara keinginan operator disatu pihak dengan
kondisi keamanan pasien, dilain pihak disinilah letak kebijakan ahli anestesi.
Obat2an yang digunakan dalam tindakan anestesi banyak pengaruhnya terhadap ICP.
Semua obat inhalasi termasuk N2O adalah vasodilator cerebral cenderung menaikkan CBF dan ICP.
Jennet
dan Mac Dowell melaporkan dua kasus dimana terjadi kenaikan ICP secara
dramatis dari I50 mmH2Osampai 800 mmH2O sesudah dua menit diberi
inhalasi halothan 1%.
Tetapi
pengaruh ini bisa dicegah bila dilakukan hiperventilasi menurunkan
PaCO2 sebelum halothan diberikan, Isoflurane 1% dapat menaikkan ICP
mudah diturunkan dengan hipokapnia dan penthotal.
Sevoflurane effek vasodilatasi cerebral kurang dibandingkan isoflurane tetapi juga menaikkan ICP.
Untuk
pasien dengan ICP yang sangat tinggi dan kesadaran yang rendah
sebaiknya tak menggunakan inhalasi.Obat anesthesi per injeksai semuanya
menurunkan ICP kecuali ketamin bisa menaikkan CBF 62% dalam keadaan
normokapnia.oleh sebab itu ketamin tak ada tempat dalam anestesi bedah
syaraf walaupun Albanese dkk meneliti ketamin dapat mengendalikan ICP.
Obat-obat
respiratory depressant seperti opiat akan menaikkan PaCO2 karena
hipoventilasi akan menaikkan ICP secara fatal aapada penderita kelainan
cerebral tetapi bila digunakan dengan kontrol hiperventilasi merupakan
obat yang berguna. Dilaporkan morfin dan pethidin dosis tinggi bisa
menurunkan CBF,ICP dan CMRO2(Cerebral Metabolic Rate) kalau
hiperventilasi kontrol tetapi effek vasokonstriksi cerebralnya akan
hilang bila ada hiperkapnia.
Fentanyl
tak banyak mempengaruhi CBF. Namun Tobias dan Albanese menemukan
fentanyl bisa menaikkan ICP, namun infus remifentanil mampu
mengendalikan ICP.
Pada
keadaan normokapnia thiopentone akan menurunkan CBF,ICP dan CMRO2
sampai 50% dalam dosis ringan saja thiopentone dapat menurunkan CMRO2
30%.
TERAPI HYPERTENSI INTRACRANIAL
Cara
yang paling sederhana adalah bebaskan jalan nafas pasang
intubasi,kepala ditinggikan (head up) lakukan hiperventilasi segera
biasanya akan kembali keadaan semula dalam beberapa menit saja. Bila cara ini tak berhasil baru pakai
cara lain.
Dengan hiperventilasi maksudnya menurunkan PaCO2 dengan
demikian membuat vasokonstriksi cerebral menaikkan resistensi pembuluh
darah cerebral membuat turunnya CBF dan CBV (Cerebral Blood Volume)
secara nyata.
Hiperventilasi cenderung meningkatkan PaO2 sehingga sangat potensial memperbaiki oksigenasi akan tetapi ruginya sering tak efektif menurunkan ICP kalaupun efektif hanya bersifat transient saja. Beberapa alasan disebutkan mengapa tehnik ini kurang efektif dalam menurunkan ICP.
Hiperventilasi cenderung meningkatkan PaO2 sehingga sangat potensial memperbaiki oksigenasi akan tetapi ruginya sering tak efektif menurunkan ICP kalaupun efektif hanya bersifat transient saja. Beberapa alasan disebutkan mengapa tehnik ini kurang efektif dalam menurunkan ICP.
Kerusakan akut daerah otak menyebabkan respons streotipik dengan karakteristik :
- Asidosis lokal.
- Hilangnya kontrol autoregulasi.
- Hilangnya kontrol metabolisme perfusi jaringan otak menyebabkan vasodilatasi pasif daerah sekitar infarct.
- Hilangnya respons terhadap perubahan PaCO2(CO2 reactivity).
Akibatnya
arteriole cerebral yang normal akan vaskonstriksi sebagai akibat
hipokarbia darah dishunting ke daerah infarct dimana vasokonstriksi tak
terjadi. Sebaliknya kondisi hiperkarbia menyebabkan vasodilatasi
aretrioe cerebral normal menyebabkan darah di sunting dari daerah
infarct ke daerah normal disebut intracerebral steal.
James Cs telah menemukan 4 pasien dari 7
pasien penyakit cerebrovascular(aneurysma dan arteriovenous
malfrormation (AVM) dan 4 pasien dari 13 pasien trauma capitis tak
respons dengan tehnik hiperventilasi untuk menurunkan ICP.
Kebanyakan penderita trauma otak yang
berat sudah dalam keadaan hiperventilasi dan optimal hipokarbia dan
tambahan passive hiperventilasi tak akan menurunkan ICP lebih lanjut
malah menurunkan cerebral oksigenasi.
Begitupun banyak pengarang menganjurkan
kombinasi moderate hiperventilasi dengan PaCO2 (25-30)mmHg dan
dexamethasone banyak membantu mengembalikan autoregulasi otak dan
menurunkan ICP tetapi bukan untuk trauma cerebral karena steroid
menaikkan gula darah ujung-ujungnya lactic acidosis.
Pemakaian diuretik (osmotik )
Obat osmotik diuretik yang sifatnya
hipertonik akan menarik cairan dari jaringan ttermasuk otak seperti
manitol 20% dan urea 30%.
Larutan urea menimbulkan iritasi dan
relatif mudah memasuki jaringan otak dan tinggal disitu walaupun
diuresis telah selesai.akibatnya jaringan otak akan relatif hipertonik
dibanding plasma sehingga terjadi rebound phenmomen.sedangkan manitol
molekulnya lebih besar sulit masuk jaringan otak sehingga jarang terjadi
rebound swelling.
Systemik diuretik (furesemide) 1mg /kgBB iv dapat menimbulkan diuresis hebat kira2 1-2 Liter pada dewasa. Akan terjadi penurunan volume
darah,turunnya CVP dan tekanan darah sistemik dan menaikkan sedikit
tekanan onkotik plasma akan menarikair dari semua jaringan tetapi
khususnya jaringan yang supply darahnya paling banyak seperti otak dan
lain-lain.
Cortrell Cs mengemukakan bahwa
furesemide dan ethacrynic acid sangat effektif menurunkanICP yang akut
dikamar bedah sebelum selama dan sesudah operasi. Untungnya tak banyak
menaikkan osmolarity darah dan minimal problem elektrolit dapat
menurunkan produksi CSF 45-60%.
Bila waktu craniotomi ternyata duramater
sangat tegang diberi dulu 1mg/kgBB furesemide iv bila diuresis mulai
baru diberikan manitol 15% sebanyak 250cc selama 5-10 menit, biasanya
setelah 20 menit diuresis setelah stadium hiperemi dan hipervolemia baru
ICP menurun.
Marshall 1978 memberikan 0,25g/kgBB
dengan kecepatan 5g/menit untuk menurunkan ICP dimana terjadi dehidrasi
minimal.Dosis sebesar ini dapat diulangi minimal setiap hari tanpa
akibat yang jelek asalkan balance cairan pasien wajar.Infus set yang
digunakan haruslah pakai filter karena kristal manitol tak larut dalam
darah.
James Cs telah memberikan 0,18-2,5g/kgBB secara bolus iv total dose selesai dalam 30-60 menit.
Pasien hipotensi dianjurkan menaikkan tekanan darahnya dulu,lalu beri furesemide bila diuresis cukup baru manitol diberikan.
Steroid
Pasien yang sudah lama mendapat terapi stroid bila diberikan dosis kurang malah akan timbul edema cerebri. Steroid yang sering menimbulkan ini adalah triamcinolone dan prednison. Sedangkan dexamethasone effek retensi air dan sodiumnya minimal.
Telah dibuktikan secara experimentil
bahwa dexamethasone sangat effektif menurunkan ICP karena odema cerebri
terutama pasien dengan odema pertumor otak, perbaikan dapat terjadi dalam
beberapa jam bahkan dalam beberapa menit. Sedangkan pemakaian steroid pada trauma cerebri masih diragukan nilainya.
Begitupun banyak juga klinisi yang memakainya karena mereka berpendapat tak ada bahaya dalam pemberian jangka pendek.
Dikatakan steroid sangat efektif bila
diberikan seawal mungkin dengan dosis tinggi (48mg) IV pada waktu masuk
kemudian diikuti 8 mg tiap 2 jam selama 48 jam dan 4 mg tiap 6 jam
selama 72 jam.
Cooper Cs tak menemukan perbaikan hasil
akhir pasien pediatri dengan trauma cerebri berat yang diberikan steroid
malahan menimbulkan supressi produksi cortisol, perdarahan lambung serta
mudah terinfeksi bakterial.
Barbiturat
Barbiturat menurunkan ICP sebagai akibat turunnya CBF dan CBV dan CMRO2.(50%).
Dengan single dose 1,5 mg /kgBB
thiopentone effektif bila ICP yang tinggi tak bisa dikontrol dengan
osmotik dan loop diuretik, steroid atau hiperventilasi.
Barbiturat memperkuat effek
vasokonstriksi nor epinefrine pada cerebrovascular.bila digunakan untuk
mengontrol ICP haruslah dimonitor tekanan darah secara kontinu agar
terjamin CPP yang adekuat.
Ventricular atau lumbar drainage
Mengurangi ICP dengan canulasi ventrikel
bisa disedot atau dibiarkan keluar bebas sering menimbulkan infeksi
tetapi dengan system drainage tertutup dan steril maka drainage selama
5-7 hari bisa ditolerir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar