Selasa, 17 Januari 2012

Badai Tiroid

Sinonim
Thyroid Storm, Decompensated Hyperthyroidism, Krisis Tirotoksikosis

Pokok-Pokok Diagnosis
  • Hipertirodism yang sudah berlangsung lama, tidak terkontrol atau kontrol yang jelek.
  • Mekanisme termoregulasi tubuh rusak, menyebabkan hiperpireksia.
  • Perubahan status mental.
  • Penyakit atau kejadian pencetus, seperti : pembedahan tiroid, infeksi, trauma, masalah abdomen akutum, atau anestesi. 
  • Gejala dan tanda hipertiroidism berat.
 
Fisiologi Tiroid
Kelenjar tiroid berisi folikel tiroid dengan sel epitel kuboid sederhana. Rongga folikel dipertahankan oleh koloid. Sel folikel mensintesa tiroglobulin dan mensekresikannya ke dalam koloid folikel. Tiap molekul tiroglobulin mengandung asam amino tirosin, blok pembentuk hormon tiroid.
Pembentukan hormon tiroid melalui 3 tahap dasar sebagai berikut :
  1. Ion Iodide diabsorpsi dari diet pada saluran pencernaan dan dihantarkan ke dalam kelenjar tiroid melalui aliran darah. Protein karier pada membran basalis sel folikel mentranspor ion iodide ke dalam sitoplasma. Sel folikel secara normal mempertahankan konsentrasi Iodide intrasel beberapa kali lebih besar dibanding ekstrasel.
  2. Ion Iodide berdifusi ke permukaan apeks tiap sel folikel, diubah menjadi bentuk Iodide aktif (I +) oleh enzim tiroid peroksidase. Di sini juga terjadi pembubuhan 1atau 2 ion Iodide ke dalam molekul tirosin dari tiroglobulin.
  3. Molekul tirosin yang telah terpasang ion Iodide berpasangan membentuk molekul hormon tiroid yang tetap tergabung di dalam tiroglobulin. Hormon tiroksin atau tetraiodotironin (T4) mengandung 4 ion iodide. Triiodotironin (T3) mengandung 3 ion iodide. Tiap molekul tiroglobulin mengandung 4-8 molekul hormon T3 atau T4 atau kedua-duanya.
Faktor utama yang mengontrol kecepatan pelepasan hormon tiroid adalah konsentrasi TSH di dalam darah sirkulasi. TSH merangsang transpor iodide ke dalam sel folikel dan merangsang produksi tiroglobulin dan tiroid peroksidase. Juga merangsang pelepasan hormon tiroid. Di bawah pengaruh TSH terjadi tahap-tahap sebagai berikut :
  1. Sel folikel melepaskan tiroglobulin dari folikel dengan cara endocitosis.
  2. Enzim lisosom memecah protein, dan asam amino dan hormon tiroid memasuki sitoplasma. Asam amino didaur ulang dan digunakan untuk mensintesa tiroglobulin.
  3. Molekul T3 dan T4 yang dilepaskan berdifusi menyeberang membrana basalis dan memasuki aliran darah. Kira-kira 90 % dari sekresi tiroid adalah T4. T3 disekresikan dalam jumlah kecil dibanding T4.
  4. Kurang lebih 75 % molekul T4 dan 70 % molekul T3 memasuki aliran darah berikatan dengan protein transpor, disebut Thyroid-binding Globulins (TBGs).
Terbanyak sisa T4 dan T3 dalam sirkulasi melekat pada transthyretin, disebut Thyroid-binding prealbumin (TBPA), atau melekat pada albumin. Hanya dalam jumlah kecil Hormon tiroid tinggal tak terikat,  0,3 % T3 sirkulasi dan 0,03 % dari T4 sirkulasi adalah bebas untuk berdifusi ke dalam jaringan perifer.
TSH berperan penting dalam sintesa dan sekresi hormon tiroid. TRH merangsang sekresi TSH , dimana estrogen mempunyai efek positif, mempercepat respon TSH terhadap TRH. T4 dan T3 berperan penting dalam feedback negatif, inhibisi terhadap sekresi TSH.
Beberapa hormon yang lain termasuk kortisol (dan glukokortikoid yang lain), dopamin, dan somatistatin menghambat pelepasan TSH.
Pda keadaan normal TSH mempertahankan kadar T4 dan T3 sirkulasi dalam rentang fisiologi yang sempit. Jumlah ini lebih kurang 90 mcg tiap hari, dimana hanya 20 % T3 sirkulasi yang dibuat oleh kelenjar tiroid. Sisanya didapat dari deiodinasi oleh enzim 5’ deiodinase, yang terjadi di beberapa jaringan perifer terutama hati dan ginjal. Cara yang lain dengan degradasi metabolik tiroksin yang sudah ada dan dianggap bahwa sulfasi memainkan peran yang menonjol dalam individu yang sakit kritis.
 
Fungsi hormon tiroid:
Hormon tiroid dengan mudah menyeberang membran sel dan mempengaruhi hampir setiap sel dalam tubuh. Didalam sel berikatan dengan : (1) reseptor dalam inti sel, mengaktifkan gen yang mengontrol sintesa enzim yang terlibat perubahan dan penggunaan energi, (2) reseptor pada permukaan mitokondria, meningkatkan kecepatan produksi ATP mitokondria (3) reseptor dalam sitoplasma, menahan tempat penyimpanan.
Hormon tiroid juga penting untuk pertumbuhan normal rangka, otot dan sistem saraf pada masa pertumbuhan.
 
Pertimbangan Umum   
Badai tiroid / krisis tirotoksikosis merupakan hasil akhir dari kegagalan mekanisme kompensasi tubuh terhadap hipertiroidism berat. Secara klinis, badai tiroid didefinisikan sebagai manifestasi hipertiroidism yang mengancam jiwa. Tidak ada laboratorium penilai patognomonik untuk badai tiroid. Bagaimanapun, karena angka mortalitasnya tinggi yang harus diwaspadai adalah diagnosisnya dan memberikan penanganan yang agresif dan tepat.
 
A. Insidensi
Sejak adanya Obat Anti Tiroid (OAT), beberapa studi menyatakan bahwa insiden badai tiroid 2-8% dari semua pasien yang diakui RS untuk penanganan hipertiroidism. Badai Tiroid terjadi pada wanita 9–10 kali lebih besar daripada laki-laki, mungkin refleksi insiden yang lebih tinggi penyakit tiroid pada wanita. Tidak ada perbedaan umur atau ras. Kontrol hipertiroidism kronik dengan OAT sangat efektif dalam mencegah decompensasi.
 
B. Patofisiologi :
Patofisiologi krisis tirotoksikosis tidak diketahui dengan baik. Penunjuk overaktifitas kelenjar tiroid (kadar T4 / T3 total/ bebas) tidak signifikan lebih tinggi daripada dalam kasus hipertiroidism biasa. Meskipun gejala dan tanda hipertiroidsm menandakan overaktivitas simpatis, kadar dalam plasma dan kecepatan sekresi epinefrin dan norepinefrin secara nyata normal pada pasien dengan badai tiroid. Karena ini memberi kesan bahwa sensitifitas terhadap catekolamin meningkat dan peningkatan c AMP merupakan data aktivitas adrenergik meningkat. Mekanisme yang menuntun pada status dekompensasi khas badai tiroid belum ada studi yang baik. BMR dan termogenesis meningkat dan ada degradasi protein jaringan, meskipun sintesa dan degradasi protein meningkat, hipertiroidism menghasilkan balance nitrogen negatif, muscle wasting, dan konsentrasi albumin menurun. Meskipun klirens kortisol meningkat, kecepatan produksinya juga naik, sehingga kadar cortisol tetap, secara esensial tak berubah. Hormon tiroid berpengaruh langsung kardiostimulasi, menyebabkan takikardi dan peningkatan kontraktilitas. Peningkaatan thermogenesis menyebabkan vasodilatasi sebagai bagian dari respon kompensasi terhadap peningkatan suhu tubuh.
Berbagai sistem organ terpengaruh, pada sistem kardiovaskuler banyak terjadi perubahan termasuk peningkatan denyut jantung, stroke volume, cardiac output dan kontraktilitas jantung. Tahanan vaskuler perifer menurun. Perubahan dalam sistem respirasi termasuk takipneu, penurunan kapasitas vital, kapasitas difusi dan komplien paru, ditambah dengan peningkatan respon ventilasi terhadap hiperkapnia dan hipoksia. Kelemahan otot. Fungsi gastrointestinal lebih cepat, dengan pemendekan waktu transit intestinal, peningkatan aktifitas listrik basal duodenal dan diare sekretoris. Pada sistem saraf pusat terjadi peningkatan perubahan katekolamin dan peningkatan sensitifitas reseptor terhadap neurotransmiter.
 
Ciri-ciri Klinis  
Badai Tiroid biasanya terlihat pada pasien dengan diketahui hipertiroidism, tetapi dapat berada dalam pasien dengan tiroktoksikosis yang tidak terdiagnosa sebelumnya. Badai Tiroid sering terlihat dalam hubungan dengan 1dari daftar panjang keadaan pencetus, tetapi, dua keadaan yang paling umum adalah pertama prosedur bedah beberapa kali terutama bedah tiroid pada pasien hipertiroid yang tak terkontrol atau prsiapan yaneg buruk dan yang kedua infeksi. Badai Tiroid sekarang sangat tidak lazim mengikuti bedah tiroid oleh karena persiapan preoperasi dan kontrol hipertiroidism dengan Obat Anti Tiroid. Faktor pencetus yang lain termasuk penyakit Cardiovaskular ( termasuk AMI), penyakit sistemik , trauma, ketosidasis diabetik, perabaan besar kelenjar hipertiroid tak terobati, pemberiaan zat kontras teriodinasi, stroke, dan preeklampsi-eklampsi. Eksaserbasi hipertiroidism dapat terjadi mengikuti penanganan iodine radioaktif pada penyakit grave. Pasien yang sengaja atau tidak sengaja menelan hormon tiroid dalam jumlah berlebihan dapat ada dengan hipertiroidism berat tetapi biasanya tanpa gambaran lengkap terlihat dalam badai tiroid.

A. Gejala dan Tanda
Badai Tiroid bercirikan dalam ciri-ciri klinis sebagai tirotoxicosis berat dengan demam dan perubahan status mental. Perubahan status mental termasuk bingung, agitasi, psikosis nyata, atau ekstremenya koma. Manifestasi kardiovaskuler umum termasuk takikardi yang tak sesuai dengan demamnya, aritmia jantung (sinus atau SVT, termasuk AF) dan gagal jantung kongestif. Pasien yang menunjukkan CHF biasanya umur tua dan mempunyai riwayat penyakit jantung yang mendasari. Namun, hal itu didokumentasi baik bahwa hipertiroidism menyebabkan CHF bahkan dalam tak adanya penyakit jantung yang mendasari. Hipotensi dan shok merupakan manifestasi lambat. Manifestasi gastrointestinal termasuk mual, muntah, diare, dan nyeri perut. Sering dengan kehilangan berat badan dan cachexia. Goiter hampir selalu ada dan dapat difus atau multinoduler. Karena beberapa pasien ini terdapat penyakit grave, goiter lebih sering difus dan tidak lunak. Sering ada tanda kelemahan otot, seperti myopati proximal dan cachexia umum. Ada tremor, kulit hangat, lembab, kemerahan, lunak dan seperti beludru. Refleks dapat cepat. Pasien dengan penyakit grave juga terdapat oftalmopati dan dermopati.

B. Pemeriksaan Laboratorium
Fungsi hati pada umumnya abnormal, termasuk peningkatan aminotransferase, hiperbilirubinemi, hepatomegali, nilai Alkali Phosphatase juga naik, tetapi biasanya lebih menunjukkan peningkatan dalam fraksi tulang daripada fraksi hati. Ca serum meningkat sebagai refleksi peningkatan resorpsi tulang. Diagnosa Badai Tiroid pada dasarnya adalah sebuah klinikal. Adanya demam tinggi dan perubahan status mental pada pasien sakit berat dengan hipertiroidism harus memerlukan tindakan agresif sebagai krisis tirotoksikosis. Bahkan test laboratorium hanya mengkonfirmasi adanya hipertiroid yaitu kadar tiroksin (T4) total dan bebas yang tinggi dan kadar T3 yang meningkat dan penurunan dan hampir tak terdeteksi kadar TSH. Dimana kadar T3 dan T4 dapat turun pada penyakit non tiroid yang terjadi bersama-sama. Pada kenyataannya kadar T3 dan T4 tidak berhubungan dengan gambaran klinis pasien.
 
Penanganan
Managemen Badai Tiroid dapat didiskusikan dalam tiga kategori luas : 1. kontrol hipertiroidism, 2. penanganan penyakit pencetus, 3. tindakan supportif yang lain, diringkaskan dalam tabel 1.
A. Kontrol Hipertiroidism
Beberapa zat terapi yang bertindak melalui mekanisme yang berbeda untuk memblok sintesa, sekresi, dan pengaktifan atau aksi hormon tiroid dapat digunakan bersama-sama untuk mengontrol dengan cepat hipertiroidism.
  1. Thioureas : PTU, methimazole, dan carbimazole menghambat sintesa hormon tiroid secara primer dengan cara mengkatalis reaksi inhibisi oleh enzym tiroid peroksidase. Reaksi ini termasuk Oxidasi, Organifikasi dan Iodotyrosine Coupling. PTU juga inhibitor lemah pada konversi T4 ke T3 di perifer. Methimazole mempunyai potensi yang lebih besar daripada PTU. Pada pasien koma dengan Badai Tiroid, PTU atau methimazole dapat diberikan melalui NGT oleh karena obat ini tidak tersedia dalam bentuk parenteral. Tidak ada persetujuan tentang dosis optimum obat anti tiroid. Satu regimen untuk memulai PTU pada dosis awal 600-1200 mg / hari dalam dosis terbagi 4 x. Pilihan yang lain 60-120 mg / hari methimazol dapat diberikan dalam 4 dosis terbagi. Pasien yang tidak dapat peroral dapat diberikan perectal. Orang lain dianjurkan pemberian loading dosis 600 – 1200 mg PTU diikuti dengan 200 – 300 mg tiap 8 jam. Dimana banyak investigator menanyakan apakah penambahan inhibisi pada tiroperoksidase dapat dicapai pada dosis PTU dengan kelebihan 300 mg/hari. Methimazole diberikan 1/10 dosis diatas. Waktu paruh PTU serum adalah 75 menit, Methimazole 60 – 240 menit. Dimana waktu tinggal intratiroid methimazole adalah 20 jam dan lama kerjanya selama 40 jam. Data ini digunakan untuk mendukung pemberian methimazole 1 kali sehari . Dimana dalam situasi mengancam jiwa badai tiroid, dapat dipilih pemberian methimazole 3 atau 4 kali perhari. PTU juga inhibitor lemah terhadap 5 deiodinase, enzim yang mengubah T4 ke T3, dan ini merupakan keuntungan umum atas methimazole, bahkan dua obat ini tidak pernah dibandingkan secara langsung. Resistensi pada efek obat anti tiroid secara ekstreme tidak lazim. ESO akut tidak lazim, tetapi reaksi alergi, lekopeni dan hepatotoxisitas dapat terjadi.
  2. Ipodate Sodium. Adalah agen radiokontras yang berisi Iodine digunakan untuk imaging fesica felea. Satu dari inhibitor 5’ deiodinase paling potens. Studi klinis dengan Ipodate pada hipertiroidsm menunjukkan bahwa obat mempunyai onset kerja sangat cepat, menghasilkan tanda penurunan nilai T3 serum dalam waktu 4 – 6 jam dan normalisasi nilai T3 serum dalam waktu 24 – 28 jam. Mekanisme efek antitiroid Ipodate adalah komplek. Disamping inhibisi konversi T4 ke T3, juga menurunkan kadar T4 serum. Sekalipun pada derajat lebih rendah, menunjukkan efek tambahan langsung pada sintesa hormon tiroid. Sebaliknya nilai T3 adalah lebih tinggi pada pasien dengan pengobatan Ipodate. Observasi tetap dengan obat yang menyebabkan inhibisi 5’ deiodinase. Meskipun Ipodate adalah zat kontras yang berisi Iodine. Studi uptake radioiodine pada pasien dengan penyakit grave dengan pengobatan ipodate dalam waktu lebih dari satu tahun menyatakan uptake normal satu minggu setelah penghentian terapi Ipodate. Ipodate Sodium diberikan peroral sebagai kapsul berisi 500 mg, range dosis yang dianjurkan 1 – 3 g/ hari. Pada pasien tidak sadar, Ipodate dapat diberikan melalui rute NGT. Ipodate Na menggantikan pemberian oral KI pada pengobatan hipertiroidsm berat. Telah direkomendasi bila PTU/ MTZ diberikan sebelum (mendahului) pemberian obat-obatan yang berisi iodine untuk mencegah eksaserbasi hipertiroidsm yang dimediasi Iodine.
  3. Lithium. Dapat digunakan pada pasien yang tidak dapat mentoleransi yodium lithium dikonsentrasi oleh Tiroid dan menghambat Iodine uptake oleh Tiroid, juga menghambat pelepasan hormon Tiroid. Dosis 300 – 400 mg/ 8 jam dapat digunakan mengontrol sementara pasien Tirotoxicosis alergi Iodine. Dosis disesuaikan seperlunya untuk pertahankan nilai Lithium serum kurang lebih 1 mg/ l.
  4. Iodida. Iodida memblok pelepasan hormon Tiroid dari kelenjar. Juga berefek inhibitor sintesa hormon Tiroid. Efek inhibitor ini pada sintesa hormon Tiroid adalah sementara, dan pada pasien terbanyak jalan keluar dari inhibisi ini terjadi dengan waktu sampai sebuah fenomen yang menunjuk pada efek Wolff – Chaihoff. Iodida diberikan hanya setelah sintesa hormon tiroid dihambat oleh pemberian Thiomeas sebelumnya. Sodium Iodida dapat diberikan pada dosis 1 g/ hari. Pilihan lain jika pasien mampu pengobatan peroral, larutan lugol pada dosis 10 tts 3x/ hari atau larutan KI tersaturasi dengan dosis 3 tts 3x/ hari dapat diberikan. Pemberian dosis besar Iodida anorganik akan dapat diprediksi mengurangi uptake radioiodine oleh kelenjar tiroid selama beberapa minggu. Bahkan, pemberian Iodida anorganik sebelumnya akan menghindarkan penanganan selanjutnya dengan Iodine radioaktif selama beberapa minggu
  5. Propanolol. β Adrenergik blocker melemahkan beberapa manifestasi hipertiroidism perifer. Jadi zat ini dapat membalikkan peningkatan denyut jantung , cardiac output, tremor otot yang disebabkan hormon tiroid. Dimana kehilangan berat badan tidak dipengaruhi oleh β blocker. Propranolol selain antiadrenergik, juga sebagai inhibitor 5’ deiodinase lemah dan menurunkan kadar T3. Keuntungan khasiat inhibisi 5’ deiodinase propranolol melebihi β adrenergik blocker yang lain adalah tidak jelas memberikan aksi yang serupa PTU dan Ipodate Sodium. Zat β Adrenergik blocker yang lain seperti Esmolol dan Labetolol juga telah digunakan secara sukses. Respon propranolol bervariasi dari pasien ke pasien, dan dosis harus dititrasi sesuai respon klinis. Dosis awal biasanya 0,5 – 1 mg IV pelan 5-10 menit, total 10 mg. Hal ini dapat diikuti dengan 40-60 mg peroral/ 6 jam. Jika pasien tidak mampu minum peroral , propranolol diberikan IV dosis 1-2 mg / 3-4 jam. Hal ini menegaskan nilai bahwa rekomendasi dosis ini hanya petunjuk umum yang digunakan secara awalnya. Penyesuaian dosis berikutnya harus sesuai respon klinis. Kadar propranolol darah pada range 50-100 μ g / ml menunjukkan pemberian efektif β bloker. Dimana kadar propranolol darah tidak digunakan secara luas dalam praktek klinik. Karena jauh lebih sederhana dengan mengikuti respon denyut jantung klinis dan tekanan darah. ESO β adrenergik bloker pada pasien dengan badai tiroid termasuk gagal jantung, bradikardi, hipotensi dan peningkatan resistensi jalan napas.
  6. Glukokortikoid. Literatur lebih lama memperingatkan bahwa insufisiensi adrenal mungkin terjadi pada paien dengan Badai Tiroid oleh karena percepatan degradasi kortisol. Dimana hipotesa ini tidak pernah divalidasi, dan Rutin menggunakan penggantian glukokortikoid yang turun. Glukokortikoid mengerjakan,dimana beberapa efek bermanfat pada fungsi tiroid pada Badai Tiroid. Pada pasien yang menerima penggantian tiroxine, glukokortikoid , maka konsentrasi T3 serum mungkin dengan inhibisi 5 diodinase perifer. Pada tambahan glukokortikoid menurunkan nilai serum T4 pada pasien dengan penyakit grave. Akhirnya Glukokortikoid dalam dosis farmakologis menghambat selusi TSH. Regimen 2 – 4 mg dexa/ 6 jam . Pasien yang dicurigai mempunyai insufisiensi adrenal harus diobati sesuai dengan dosis lebih tinggi pada Hidrocotism.
  7. Therapy Extrakorpus. Pertukaran antara transfusi dan Plasmaferesis telah dianjurkan sebagai jalan pembersihan Hormon Tiroid jumlah besar dari sirkulasi. Pengalaman dengan teknik ini terbatas. Selanjtnya dengan ketersediaan obat anti Tiroid potensi hal itu sepertinya tak dibutuhkan.
B. Tindakan Suportif Umum
Termasuk penggantian cairan dan elektrolit, dan kontrol hiperpireksia. Hal yang terakhir menggunakan cooling blanket. Salisilat harus dihindari, karena obat ini dapat menghambat ikatan T4 dan T3 pada ikatan protein dan meningkatkan konsentrasi T4 dan T3 bebas. Sebagai tambahan tindakan khusus untuk penanganan yang tepat terhadap penyakit pencetus, aritmia jantung, dan kegagalan jantung kongestif harus dimulai jika ada indikasi.
 
Prognosis
Data terbanyak pada statistik mortalitas Badai Tiroid adalah lama dan tidak ada seri terbaru. Gambaran survival bervariasi dari 24 – 66 persen pada seri yang terdahulu. Penyakit pencetus merupakan faktor nyata yang penting pada prognosis.
 
TABEL 1. Penanganan Badai Tiroid


2 komentar: