Senin, 16 Januari 2012

Penanganan Gagal Jantung di ICU


KRITERIA MASUK ICU
Payah Jantung adalah suatu kondisi mengkhawatirkan yang diperkirakan terjadi pada 2 juta orang Amerika dan merupakan alasan yang umum untuk rawat inap. Saat ini pasien dengan gangguan fungsi jantung akut seringkali dimasukkan ke ICU. Pasien-pasien ini mungkin membaik setelah dirawat di ICU. Bagaimanapun, pasien payah jantung tahap akhir yang perkembangannya lambat dan tak dapat diperbaiki lagi walaupun telah dirawat dan diobati secara maksimal, kemungkinannya untuk masuk ICU sangat kecil, kecuali kalau mereka akan menjalani transplantasi jantung atau menderita penyakit komplikasi akut. Pasien gagal jantung yang mungkin membaik setelah dirawat di ICU adalah :
  1. Edema paru berat disertai gagal nafas akut
  2. Iskemia Miokard akut
  3. Gangguan hemodinamik akut yang diperberat oleh aritmia
  4. Penyakit komplikasi berat, contohnya pneumonia

PENEGAKAN DIAGNOSIS PAYAH JANTUNG
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan gejala yang mirip dengan gagal jantung. Dyspneu dapat disebabkan oleh berbagai macam keadaan. Mungkin sulit untuk membedakan dyspneu yang disebabkan oleh gagal jantung dengan dyspneu yang disebabkan oleh PPOK. Membedakan keduanya sangat penting dalam pasien gagal jantung dengan riwayat dyspneu. Pasien edema perifer mungkin tidak menderita gagal jantung karena banyak hal yang bisa menyebabkan edema. Pemeriksaan fisik tidak sensitif untuk mendiagnosa suatu gagal jantung. Banyak pasien yang fungsi ventrikel kirinya sudah rusak berat tidak memiliki tanda gagal jantung. Marantz et.al melaporkan bahwa 20 % pasien yang fraksi ejeksi (EF) kurang dari 40 % tidak memiliki gambaran klinik payah jantung dan hanya 42 % pasien dengan EFs (fraksi Ejeksi sistol) ventrikel kiri kurang dari 30 % yang mengalami sesak jika beraktivitas.

EVALUASI PASIEN GAGAL JANTUNG
Sangat penting untuk membedakan faktor-faktor pencetus yang berperan dalam memperburuk fungsi jantung. Yang paling penting diantaranya :
  1. Iskemia miokard
  2. Hipertensi yang tidak terkontrol
  3. Aritmia, utamanya aritmia atrial
  4. Ketidakpatuhan berobat
  5. Reaksi obat/efek samping
  6. Kelebihan cairan karena penurunan fungsi ginjal
  7. Anemia
  8. Penyakit penyerta, utamanya infeksi
Pembebanan pada fungsi ventrikel kiri adalah langkah penting dalam evaluasi dan penanganan pasien gagal jantung. Semua pasien jantung harus menjalani pemeriksaan echocardiografi, kecuali pemeriksaan angiografi terbaru (kurang dari 1 tahun terakhir) telah memperlihatkan gambaran tentang penyakit ini. Jika EF kurang dari 45 % dengan atau tanpa gejala payah jantung merupakan bukti adanya disfungsi sistem ventrikel kiri. Antara 8 sampai 18 % pasien memperoleh gambaran echo yang tidak akurat karena kesalahan teknik; maka perlu diadakan radionuclide ventrikulografi. Dasar perbandingan (diatas 40 % dalam beberapa penelitian) dari pasien dengan tanda dan gejala gagal jantung dapat menjaga fungsi systole (EFs . 45 %). Penyebab payah jantung terbanyak adalah penyakit katub atau disfungsi diastolic. Pada banyak pasien mungkin sulit untuk menentukan secara klinik apakah pasien telah mengalami gangguan fungsi sistole atau diastole ventrikel kiri. Perbedaan ini sangat penting diketahui, karena penanganan dari pasien-pasien ini amatlah berbeda.
Digoxin, ace inhibitor dan nitrat kemungkinan besar sangat berbahaya pasien tanpa disfungsi ventrikel kiri. Lagipula pembebanan kuantitatif dari fungsi ventrikel kiri memberikan informasi mengenai prognosis, di mana EF sangat penting untuk memprediksi angka harapan hidup selama 5 tahun. Bagaimanapun informasi yang ditemukan dari echocardiografi atau radionuclide ventrikulografi tidak semuanya bisa digunakan untuk menentukan penyebab gagal jantung.

PENANGANAN EDEMA PARU AKUT
Furosemide iv dengan dosis 40 – 80 mg harus diberikan. Nitrogliserin Sublingual akan menurunkan preload dengan cepat, memberikan penurunan gejala setelah efek dari diuretic tubulus maximal. Morphin Sulfat dosis rendah (1 – 2 mg) biasanya digunakan untuk meredakan kecemasan (juga menurunkan preload). Morphin dosis tinggi dapat menekan pusat pernafasan, sehingga makin memperburuk hipoksemia. Pasien edema paru mungkin beruntung jika tekanan Ventrikel positif dengan tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) atau CPAP/BIPAP. Tekanan ventilasi positif (plus PEEP) adalah bagus untuk ventrikel kiri, karena mengurangi kerja pernafasan, mengurangi preload dan afterload ventrikel kiri.

TERAPI FARMAKOLOGI DISFUNGSI SISTOLIK  
Diuretik
Diuretik selalu digunakan untuk pasien dengan tanda-tanda overload volume intravaskular. Diuretik tidak digunakan dalam pengobatan gagal jantung yang tidak ada gejala atau tanda kongesti paru umumnya kita percaya bahwa diuresis memperbaiki fungsi jantung pada pasien gagal jantung kongesti. Telah menjadi ketetapan bahwa diuretic mempercepat perubahan gambaran peningkatan preload ventrikel lewat 2 mekanisme : mengubah/menggerakkan ventrikel ke posisi yang lebih optimal pada penurunan dari kurva starling atau mengurangi ukuran ventrikel kiri dengan mengurangi tekanan dan dinding sistole (afterload) dengan efek laplace. Bagaimanapun, hal ini telah ditunjukkan dengan jelas bahwa tidak ada penurunan kurva dari kurva tekanan stroke volume ventrikel kiri (kurva starling) pada jantung mamalia (termasuk manusia). Lagipula, sekarang ini tidak ada faktor yang mendukung bahwa diuresis meningkatkan Stroke Volume atau cardiac output pada pasien gagal jantung kongestif. Braunwald dan rekannya menunjukkan bahwa dari rata-rata cardiac output 20 % mengikuti satu diuresis pada pasien yang mengalami gangguan fungsi jantung baik pada waktu istirahat maupun sedang bergiat.
Suatu studi dengan mengambil suatu kontrol placebo secara tunggal; maupun random, telah dilaporkan menunjukkan manfaat diuretic pada pasien dengan gangguan fungsi ventrikel kiri pada studi ini, ditunjukkan bahwa pemberian furosemid tidak lebih baik dari plasebo dalam menjaga fungsi ventrikel kiri.
Diuretik merupakan terapi yang tepat pada pasien dengan edema kardiopulmonar yang simptomatik walapun demikian, penting untuk disadari bahwa pasien dengan gagal jantung yang kronik, mempunyai kemampuan untuk mentoleransi tekanan vena pulmonal yang tinggi tanpa terjadi edema pulmonum.
Pasien dengan gagal jantung kiri kronik yang berat. Seringkali mempunyai sedikit suara ronki pada pemeriksaan atau tidak terlihat edema alveolar pada foto X ray, walaupun tekanan vena pulmonal tinggi (dan gambaran hipertensi vena pulmonal pada foto thorax). Pasien-pasien ini mungkin mempunyai tekanan vena pulmonal lebih 30 mmHg, observasi ini diperjelas oleh penurunan permiabilitas mikrovaskuler pulmonary, juga peningkatan aliran limfatik pada pasien-pasien ini.
Overdiures harus dihindari, karena ini dapat menyebabkan penurunan preload ventrikel kiri, secara berlebihan (excessive), dengan pengurangan stroke volume, dan kardiac output, dapat mengakibatkan aktivitas neurohormonal lebih lanjut dan memperberat gangguan ventrikel kiri. Penting untuk menghindari diuresis yang berlebihan (excessive) sebelum memulai pemberian ACE inhibitor karena dapat menyebabkan tekanan darah yang sangat rendah atau dapat terjadi insufisiensi renal.Volume urea nitrogen serum (BUN) harus dipantau secara ketat pada pasien gagal jantung dengan pemberian diuretik. Diuretik harus dihentikan pemberiannya jika terjadi peningkatan BUN atau terjadi oligouria, dan tunggu sampai terbentuk bekuan uremik sebelum diuretik dihentikan. Adalah merupakan hal yang sangat berbahaya menggunakan “crackles” sebagai akhir dari pengobatan diuretic :”semua crackles telah gagal”.
Baru-baru ini, antagonis reseptor aldosteron spironolakton (12,5 mg – 50 mg/hari) ketika digunakan dengan ACE inhibitor, telah didemontrasikan untuk mengurangi resiko kematian pada pasien gagal jantung progresif dan sudden death pada pasien dengan gagal jantung yang berat. Obat tersebut memberikan toleransi yang baik dengan efek samping yang sedikit. Hal tersebut memberi kesan bahwa efek bermamfaat dari spironalakton mungkin terjadi dengan mencegah fibrosis miocard dan vascular yang dihubungkan dengan peningkatan keadaan aldosteron dalam sirkulasi. Oleh karena itu, spironolakton sebaiknya ditambahkan dengan regimen dari ACE inhibitor pada pasien dengan gagal jantung yang berat yang disebabkan oleh disfungsi sistol ventrikular kiri. Potasium serum harus dimonitor secara ketat dan dosisnya dikurangi (atau ditentukan) bila terjadi hiperglikemia.

ACE Inhibitor
Semua pasien dengan gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri sebaiknya dicoba pemberian ACE inhibitor, kecuali ada kontra indikasi spesifik. Ace inhibitor telah terbukti meningkatkan status fungsional dan mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung yang sedang atau berat.
ACE Inhibitor telah didemonstrasikan sebagai obat yang lebih efektif dalam mengurangi morbilitas dan mortalitas dibanding kombinasi dari isosorbid dinitrat dan hidralazin. ACE inhibitor dapat dipertimbangkan sebagai terapi tunggal pada pasien gagal jantung yang menampilkan gejala fatigue atau dispnea ringan dan tidak menampakkan adanya gejala atau tanda-tanda overload volume. Suatu diuretic (spinoralakton) harus ditambahkan jika gejala-gejala tersebut nampak (pantau kadar potasium serum)
ACE inhibitor mempunyai kontra indikasi pada pasien stenosis aorta sedang sampai berat, stenosis arteri renal bilateral, kardiomiopati obstruktif, hipertrofi dan tamponade perikardial.
ACE inhibitor tidak boleh diberikan (atau diputuskan pemberiannya) pada pasien dengan potassium serum > 5,5 mEQ/L. ACE inhibitor harus dihindari pemberiannya pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang akut. Pemberian ACE inhibitor harus sangat hati-hati pada pasien Angina yang tidak terkontrol karena ACE inhibitor dapat menyebabkan peningkatan Angina pada pasien ini.
Dosis rendah dari suatu ACE inhibitor (captopril 6,25 mg atau enalapril 1,25 mg iv). Harus diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistol < 100 mmHg, pasien dengan kadar serum sodium < 135 mEq/L, pasien dengan kreatinin serum > 2,0 mg/dl (atau yang diperkirakan kreatinin klirensnya < 40 ml/menit) dan pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri yang berat. Fungsi ginjal pada pasien-pasien ini harus dipantau secara ketat. Dan pemberian obat dihentikan bila fungsi ginjal memburuk.
Potassium sparing diuretic harus dihentikan pada semua pasien yang telah mulai dengan pengobatan ACE inhibitor tanpa harus memperhatikan kadar potassium serumnya.

Isosorbide Dinitrat dan Hydralazin
Isosorbid dinitrat dan hydralazin merupakan alternatif yang tepat pada pasien dengan kontraindikasi atau intoleransi terhadap ACE inhibitor. Isosorbid dimulai dengan dosis 10 mg tid dan ditingkatkan secara perlahan-lahan sampai mencapai tingkat toleransi 40 mg tid dan ditingkatkan perlahan-lahan sampai 75 mg tid (selama beberapa minggu).

Digoksin
Digoksin diindikasikan pada pasien dengan disfungsi sistol ventrikel kiri dan atrial fibrilasi yang kronik. Khasiat/mamfaat digoksin pada pasien yang gagal jantung dalam mengembalikan irama sinus masih banyak diperdebatkan. Digoksin dapat mencegah semakin memburuknya gejala klinik pasien dengan gagal jantung yang disebabkan oleh disfungsi sistole ventrikel kiri .
Baru-baru ini suatu studi mengenai digoksin dari Digitalis Investigation Group (DIG) tidak menunjukkan adanya manfaat dari digoksin pada angka mortalitas tapi memperlihatkan penurunan dalam angka rata-rata rawat inap pada kelompok digoksin dibanding dengan plasebo. Dengan cara yang sama penelitian RADIANCE memperlihatkan bahwa penghentian digoksin pasien CHF menghasilkan efek yang lebih buruk pada payah jantung dan rata-rata perawatan lebih tinggi dibanding pada pasien yang terus memakan obat ini. Oleh karena itu Digoksin selalu digunakan pada pasien gangguan jantung yang berat dan harus ditambah dengan obat-obat lain pada pasien gangguan jantung ringan dan sedang dengan gejala sisa setelah pengobatan optimal dengan ACE inhibitor dan Diuretik. Digoksin harus digunakan dengan hati-hati pada IMA. Angka penelitian menunjukkan bahwa digoksin meningkatkan mortalitas pasien dengan sindrom Iskemia akut.
Digoksin memilih indek terapi yang sempit, dan jika dosis tidak tepat dan tingkat serum tidak pantau, pasien mungkin menderita keracunan yang cukup berarti. Data terbaru mengatakan bahwa serum > 1,2 mg/ml sangat sedikit keuntungan terapi tapi meningkatkan resiko keracunan . Usia pasien, berat dan fungsi ginjal harus dimasukkan dalam perhitungan dosis (loading & maintenance) (tabel 23.1)
 
Loading dosis harus digunakan sangat berhati-hati pada pasien yang memakai digoksin. Saat ini laju volume distribusi digoksin berkurang diatas 50 % pada gangguan gunjal dan untuk itu loading dosis harus dikurangi lebih dari 50 % pada pasien ini. Penulis resep juga harus meneliti berbagai obat yang mengubah farmakokinetik digoksin tabel 23.2

Beta Bloker
Beta Bloker telah memperlihatkan kegunaan secara tetap pada pasien gangguan jantung . Obat ini memperbaiki tingkat fungsi NYHA dan LVEF pada pasien idiopati atau Iskemia cardiomypathi. Bagaimanapun mereka tidak bisa digunakan pada pasien dekompensata akut kecuali pada pasien disfungsi diastol. Peningkatan progresif dosis beta bloker tampaknya menjadi faktor penting yang memberikan keuntungan hemodinamik dan fungsional pada pasien gangguan jantung (perbaikan keadaan neurohormonal). Penelitian memperlihatkan bahwa untuk memperbaiki fraksi ejeksi dibutuhkan waktu beberapa bulan. Dalam kenyataannya pemberian secara perlahan dosis anti hipertensi dari beta bloker biasanya berperan agar hemodinamik menjadi baik seperti fungsi penurunan. Data-data ini menyarankan bahwa beta bloker harusnya tidak digunakan pada pasien-pasien gangguan jantung dekompensata akut tapi agaknya harus digunakan pada pasien stabil yang selalu menerima terapi obat maksimal. Beta bloker memperlihatkan hal sebaliknya pada pasien gangguan jantung yang memotong signal siklus neurohormonal yang rusak, tumbuh abnormal, kesalahan teknis dan merusak miosit sehingga pengaturan gerakan/kontraksi ventrikel terganggu. Setelah 3 bulan terapi tampilan LV membaik secara menyolok pada sebagian besar pasien . Setelah 3-6 bulan diterapi dengan beta bloker terlihat pengurangan volume sistole maupun diastole. Setelah 18 bulan terapi , massa ventrikel terlihat mengecil dan ventrikel menjadi lebih bagus atau normal ukurannya.
Metoprolol, bucindolol, carvedilol, bisoprolol dan nebivolol telah memperlihatkan hasil yang baik pada pasien gagal jantung. Bagaimanapun, carvedilol mengurangi efek mortalitas yang besar dibanding beta bloker yang lain. Di Amerika Serikat, carvedilol heart failure study group mengaitkan carvedilol dengan berkurangnya mortalitas sebanyak 65 %. Carvedilol memiliki karakteristik unik yang membedakannya dengan beta bloker lain, termasuk alpha blokade dan bahan anti oksidan. Apakah gambaran ini dihitung untuk keuntungan penulisan tidak bisa dibedakan dari data yang sejenis.

Obat Penghambat Calsium Channel
Generasi pertama penghambat calsium channel seperti verapamil, diltiazem, dan nifedipin harus dihindarkan pada pasien disfungsi ventrikel kiri, karena jenis obat-obat ini memperlihatkan terjadinya peningkatan morbiditas dan mortalitas. Penelitian praise memperlihatkan bahwa amlodipin tidak berlawanan efeknya dengan proses terjadinya gagal jantung kronik. Obat ini harus dipertimbangkan sebagai terapi kedua pada penanganan pasien hipertensi atau angina pada pasien disfungsi ventrikel kiri .

Dobutamine
Dobutamine mungkin memiliki peranan pada pasien gagal ventrikel kiri akut sampai iskemia miokard. Pada penataan ini dobutamine bisa menyebabkan hibernasi miokardium dan perbaikan fungsi jantung. Peranan dobutamin pada pasien gagal jantung kronik belum jelas. Pada gagal jantung kronik yang berperan adalah hiperaktivasi simpatetik dan penurunan fungsi pengaturan reseptor beta. Infus jangka pendek atau lanjut dari terapi beta stimulan tidak memperlihatkan manfaat pada pasien-pasien ini. Obat ini dikaitkan dengan peningkatan frekuensi aritmia ventrikel yang mungkin meningkatkan angka kematian. Bagaimanapun dobutamin memperlihatkan stimulasi denyut nadi sebentar (kurang dari 1 jam). Untuk memproduksi analog yang bermanfaat untuk efek dari aktivitas fisik. Efek ini tidak diperlihatkan jika dobutamin diberikan lebih dari 4 jam.

Anticoagulan
Anticoagulan rutin dianjurkan. Pasien dengan riwayat sistemik atau emboli paru, atrial fibrilasi yang baru terjadi atau thrombus ventrikel kiri harus diberi anticoagulan sampai rasio protrombin time 1,2 – 1,8 waktu normal. (normal = 2,0 – 3,0 menit).

PENANGANAN ATRIAL FIBRILASI
Atrial fibrilasi bisa terjadi di atas 50 % pada pasien dengan gagal jantung yang berat. Jika atrial fibrilasi menyebabkan gagal jantung menjadi lebih berat secara akut, cardioversion menengah mungkin penting. Bagaimanapun banyak pasien yang bisa baik lagi setelah menggunakan digoksin untuk mengontrol heart rate. Kira-kira 60 % pasien atrial fibrilasi akut (kurang dari 1 minggu) akan kembali menjadi sinus ritme secara spontan. Baru saja secara acak, penelitian plasebo kontrol mengatakan bahwa pengubahan rata-rata atrial fibrilasi akut ke sinus ritme sama pada group pasien yang diobati dengan amiodaron dibanding dengan group yang menerima plasebo. Pasien dengan serangan atrial fibrilasi akut yang tidak dapat berubah kembali menjadi sinus ritme dan pasien dengan riwayat atrial fibrilasi kurang dari 1 tahun (diameter atrium kiri kurang dari 50 mm) harus dipertimbangkan untuk elektif cardioversion.

HIPERTENSI PERSISTEN MESKIPUN DENGAN ACE-I DAN DIURETIK
Penurunan tekanan darah dapat terjadi sendiri dan mempunyai efek bermanfaat sebagai tanda dan gejala dari gagal jantung. Hipertensi merupakan suatu keadaan yang relatif pada pasien gagal jantung. Meskipun tekanan darah 135/85 mmHg dapat diterima untuk pasien dengan EF normal, tetapi tekanan darah yang sama mungkin berbahaya untuk pasien dengan disfungsi sistol ventrikel kiri. Pasien-pasien yang memiliki gejala gagal jantung dapat ditingkatkan cardiac outputnya dengan menurunkan tekanan darah. Hydralazine adalah obat yang digunakan pada pasien-pasien ini. Obat-obat yang memblok 1. adrenergic atau yang bekerja secara sentral -blockers merupakan alternatif. Penghambat calsium channel seharusnya diberikan pada pasien-pasien dengan disfungsi systolic. Amlodipine adalah generasi baru blocker calcium cahnnel yang berperan pada pasien-pasien ini (lihat obat-obat penghambat calsium channel di atas)

OBAT ANTI ARITMIA DAN PEMAKAIAN DEFIBRILATOR
Aritmia ventrikel pada pasien-pasien dengan congestif heart failure termasuk meningkatkan nilai rata-rata mortalitas dan kematian mendadak. Bagaimanapun usaha untuk menekan ventrikuler aritmia dengan agen antiaritmia tidak menunjukkan perbaikan kelangsungan hidup. Penelitian CAST menunjukkan bahwa penekanan aritmia dengan encainide atau Flecainide meningkatkan mortalitas di antara pasien dengan infark postmyocardinal. Penelitian terbaru, Amiodarone gagal mengurangi kejadian kematian mendadak atau perpanjangan kelangsungan hidup diantara pasien dengan gagal jantung. Obat antiaritmia sekarang ini direkomendasikan untuk menekan aritmia ventricular kecuali pada pasien-pasien dengan aritmia yang terancam kehidupannya harus dievaluasi dengan hati-hati, dengan menunjukkan test electrophysiologik menunjukkan efektifitas dan keamanan dari obat yang dipilih. Penggunaan defibrilator tampak berperan pada pasien-pasien dengan gagal jantung dan ventricular aritmia . Penelitian MADIT menunjukkan bahwa pada pasien infark Myocardial sebelumnya yang mempunyai EF < 35 %, memperlihatkan suatu episode takikardi ventrikuler asimptomatik dan induksi, tidak menekan VT selama penelitian Electrophisiologik (EPS). Terapi profilaksis dengan pemakaian defibrillator menunjukkan daya tahan dibanding terapi konvensional. Penelitian AVID menunjukkan penggunaan kardioverter-defibrilator memberikan angka kematian lebih rendah dibanding terapi obat anti aritmia., pada resusitasi pasien dari fibrilasi ventrikel atau sintomatik di antaranya VT dengan gangguan hemodinamik.

EVALUASI PASIEN-PASIEN UNTUK REVASCULARISASI
Di Amerika Serikat penyakit arteri koroner sekarang ini biasanya disebabkan gagal jantung. Dan pada beberapa pasien gagal jantung revascularisasi dapat memberikan manfaat. Pasien dengan riwayat angina atau IMA seharusnya. Pasi dilakukan tes physiologis untuk iskemia, diikuti dengan angiography arteri coroner jika daerah-daerah iskemik ditemukan . Pasien-pasien dengan gagal jantung yang mempunyai angina yang significant (batasan exercise, terjadi pada saat istirahat, episode berulang dari edema pulmonal). Seharusnya arteriography coroner sebagai tes utama untuk operasi lesi arteri koroner.

PERTIMBANGAN UNTUK TRANSPLANTASI JANTUNG
Pertimbangan yang seharusnya diberikan pada pasien transplantasi jantung dengan batasan berat atau rawat inap berulang karena gagal jantung. Tetapi pengobatan secara agresif pada pasien yang direvaskularisasi tidak diketahui untung ruginya.

PENATALAKSANAAN PASIEN DENGAN DISFUNGSI DIASTOLIK
Sekitar 40 % pasien dengan diagnosis klinik gagal jantung harus terpelihara fungsi sistolik ventrikel kirinya dan terbukti tidak ada penyakit jantung katup. Banyak dari individu-individu ini yang mempunyai disfungsi diatolik ventrikel kiri. Pada gagal jantung diastole, ventrikel kiri meningkatkan kekakuan diastolik (mengurangi komplikasi dan tidak dapat dirasakan adekuat pada tekanan diastolik normal). Kondisi ini menghasilkan penurunan volume end diastolic dan peningkatan tekanan end diastolic. Pengurangan pengisian ventrikel kiri menuju ke penurunan stroke volume dan gejala-gejala dari penurunan cardiac output. Padahal peningkatan tekanan pengisian menuju ke gejala-gejala kongesti pulmunal. Hipertensi utamanya disebabkan karena disfungsi diastolic yang mana dapat berkembang menjadi hipertrofi ventrikel kiri. Beratnya kerusakan ventrikel kiri sesuai dengan umur; sindroma ini selanjutnya tidak lazim pada pasien-pasien hipertensi yang agak tua. Penyakit arteri koroner juga penting sebagai penyebab disfungsi diastole ventrikel kiri. Pemeliharaan optimal dari disfungsi diastolic belum ditemukan yang terbaik. Obat-obat beta bloker, penghambat calsium channel, dan diuretik merupakan obat pilihan. Diuretik yang berlebihan dapat mengurangi stroke volume dan cardiac output. Digitalis dapat mengurangi terjadinya kerusakan ventrikel kiri. Vasodilator dapat menyebabkan hipotensi nondekompensata yang berat. Peranan dari ACE inhibitor tidak jelas.

3 komentar: