Jumat, 23 Desember 2011

Anestesi pada Neonatus

Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupadidalam rahim menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua system.Masa perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama. Transisi ini hampir meliputi semua sistem organ tapi yang terpenting bagi anestesi adalah system pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar.

SISTEM PERNAFASAN
Jalan Nafas :
  • Otot leher bayi masih lembek, leher lebih pendek, sulit menyangga atau memposisikan kepala dengan tulang occipital yang menonjol.
  • Lidah besar, epiglottis berbentuk “U” dengan proyeksi lebih ke posterior dengan sudut ± 450, relative lebih panjang dan keras, letaknya tinggi, bahkan menempel pada palatum molle sehingga cenderung bernafas melalui hidung. Akibat perbedaan anatomis epiglottis tersebut, saat intubasi diperlukan pengangkatan epiglottis untuk visualisasi.
  • Lubang hidung, glottis, pipa tracheobronkial relative sempit, meningkatkan resistensi jalan nafas, mudah sekali tersumbat oleh lender dan edema.
  • Trachea pendek, berbentuk seperti corong dengan diameter tersempit pada bagian cricoid. (Cote CJ,2000)
Pernafasan :
  • Sangkar dada lemah dan kecil dengan iga horizontal. Diafragma terdorong keatas oleh isi perut yang besar. Dengan demikian kemampuan dalam memelihara tekanan negative intrathorak dan volume paru rendah sehingga memudahkan terjadinya kolaps alveolus serta menyebabkan neonatus bernafas secara diafragmatis.
  • Kadang-kadang tekanan negative dapat timbul dalam lambung pada waktu proses inspirasi, sehingga udara atau gas anestesi mudah terhirup ke dalam lambung. Pada bayi yang mendapat kesulitan bernafas dan perutnya kembung dipertimbangkan pemasangan pipa lambung.
  • Karena pada posisi terlentang dinding abdomen cenderung mendorong diafragma ke atas serta adanya keterbatasan pengembangan paru akibat sedikitnya elemen elastis paru, maka akan menurunkan FRC (Functional Residual Capacity) sementara volume tidalnya relative tetap. Untuk meningkatkan ventilasi alveolar dicapai dengan cara menaikkan frekuensi nafas, karena itu neonatus mudah sekali gagal nafas.
  • Peningkatan frekuensi nafas juga dapat akibat dari tingkat metabolisme pada neonatus yang relative tinggi, sehingga kebutuhan oksigen juga tinggi, dua kali dari kebutuhan orang dewasa dan ventilasi alveolar pun relative lebih besar dari dewasa hingga dua kalinya. Tingginya konsumsi oksigen dapat menerangkan mengapa desaturasi O2 dari Hb terjadi lebih mudah atau cepat, terlebih pada premature, adanya stress dingin maupun sumbatan jalan nafas.
SISTEM SIRKULASI DAN HEMATOLOGI
  • Pada neonatus reaksi pembuluh darah masih sangat kurang, sehingga keadaan kehilangan darah, dehidrasi dan kelebihan volume juga sangat kurang ditoleransi. Manajemen cairan pada neonatus harus dilakukan dengan secermat dan seteliti mungkin. Tekanan sistolik merupakan indicator yang baik untuk menilai sirkulasi volume darah dan dipergunakan sebagai parameter yang adekuat terhadap penggantian volume.
  • Autoregulasi aliran darah otak pada bayi baru lahir tetap terpelihara normal pada tekanan sistemik antara 60-130 mmHg.
  • Frekuensi nadi bayi rata-rata 120 kali/menit dengan tekanan darah sekitar 80/60 mmHg.
SISTEM EKSKRESI DAN ELEKTROLIT
  • Akibat belum matangnya ginjal neonatus, filtrasi glomerulus hanya sekitar 30% disbanding orang dewasa. Fungsi tubulus belum matang, resorbsi terhadap natrium, glukosa, fosfat organic, asam amibo dan bikarbonas juga rendah.
  • Bayi baru lahir sukar memekatkan air kemih, tetapi kemampuan mengencerkan urine seperti orang dewasa.
  • Kematangan filtrasi glomerulus dan fungsi tubulus mendekati lengkap sekitar umur 20 minggu dan kematangannya sedah lengkap setelah 2 tahun.. (Cote CJ,2000)
  • Karena rendahnya filtrasi flomerulus, kemampuan mengekskresi obat-obatan juga menjadi diperpanjang.
  • Oleh karena ketidakmampuan ginjal untuk menahan air dan garam, penguapan air, kehilangan abnormal atau pemberian air tanpa sodium dapat dengan cepat jatuh pada dehidrasi berat dan ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremia. (Warih,1992)
  • Pemberian cairan dan perhitungan kehilangan atau derajat dehidrasi diperlukan kecermatan lebih disbanding pada orang dewasa. Begitu pula dalam hal pemberian elektrolit, yang biasa disertakan pada setiap pemberian cairan.
FUNGSI HATI
  • Fungsi detoksifikasi obat masih rendah dan metabolisme karbohidrat yang rendah pula yang dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia dan asidosis metabolic.
  • Hipotermia dapat pula menyebabkan hipoglikemia.
  • Cadangan glikogen hati sangat rendah. Kadar gula normal pada bayi baru lahir adalah 50-60%. Hipoglikemia pada bayi (dibawah 30 mg%) sukar diketahui tanda-tanda klinisnya, dan diketahui bila ada serangan apnoe atau terjadi kejang.
  • Sintesis vitamin K belum sempurna. Pada pemberian cairan rumatan dibutuhkan konsentrasi dextrose lebih tinggi (10%). Secara rutin untuk bedah bayi baru lahir dianjurkan pemberian vitamin K 1 mg i.m.
  • Hati-hati penggunaan opiate dan barbiturate, karena kedua obat tersebut dioksidasi dalam hati.
SISTEM SYARAF
  • Waktu perkembangan system syaraf, sambungan syaraf, struktur otak dan myelinisasi akan berkembang pada trimester tiga (myelinisasi pada neonatus belum sempurna, baru matang dan lengkap pada usia 3-4 tahun), sedangkan berat otak sampai 80% akan dicapai pada umur 2 tahun. Waktu-waktu ini otak sangat sensitive terhadap keadaan-keadaan hipoksia.
  • Persepsi tentang rasa nyeri telah mulai ada, namun neonates belum dapat melokalisasinya dengan baik seperti pada bayi yang sudah besar. Sebenarnya anak mempunyai batas ambang rasa nyeri yang lebih rendah disbanding orang dewasa.
  • Perkembangan yang belum sempurna pada neuromuscular junction dapat mengakibatkan kenaikan sensitifitas dan lama kerja dari obat pelumpuh otot non depolarizing.
  • Syaraf simpatis belum berkembang dengan baik sehingga parasimpatis lebih dominant yang mengakibatkan kecenderungan terjadinya refleks vagal (mengakibatkan bradikardia; nadi <110 kali/menit) terutama kalau bayi dalam keadaan hipoksia maupun bila ada stimulasi daerah nasofaring.
  • Sirkulasi bayi baru lahir stabil setelah berusia 24-48 jam.
  • Belum sempurnanya mielinisasi dan kenaikan permeabilitas blood brain barrier akan menyebabkan akumulasiobat-obatan seperti barbiturat dan narkotik, dimana mengakibatkan aksi yang lama dan depresi pada periode pasca anestesi.
  • Sisa dari blok obat relaksasi otot dikombinasikan dengan zat anestesi IV dapat menyebabkan kelelahan otot-otot pernafasan, depresi pernafasan dan apnoe pada periode pasca anestesi.
  • Setiap keadaan bradikardia harus dianggap berada dalam keadaan hipoksia dan harus cepat diberikan oksigenasi. Kalau pemberian oksigen tidak menolong baru dipertimbangkan pemberian sulfas atropine.
PENGATURAN TEMPERATUR
  • Pusat pengaturan suhu di hypothalamus belum berkembang, walaupun sudah aktif.
  • Kelenjar keringat belum berfungsi normal, mudah kehilangan panas tubuh (perbandingan luas permukaan dan berat badan lebih besar, tipisnya lemak subkutan, kulit lebih permeable terhadap air), sehingga neonatus sulit mengatur suhu tubuh dan sangat terpengaruh oleh suhu lingkungan (bersifat poikilotermik).
  • Produksi panas mengandalkan pada proses non-shivering thermogenesis yang dihasilkan oleh jaringan lemak coklat yang terletak diantara scapula, axila, mediastinum dan sekitar ginjal. Hipoksia mencegah produksi panas dari lemak coklat (Morgan HAH,1993)
  • Hipotermia dapat dicegah dengan suhu sekitar yang panas, selimut atau kain penutup yang tebal dan pemberian obat penahan keringat (misal: atropin, skopolamin).
  • Adapun hipotermia bisa disebabkan oleh suhu lingkungan yang rendah, permukaan tubuh terbuka, pemberian cairan infuse/ tranfusi darah dingin, iriga- si oleh cairan dingin, pengaruh obat anestesi umum (yang menekan pusat regulasi suhu) maupun obat vasodilator.
  • Temperature lingkungan yang direkomendasikan untuk neonatus adalah 27 0C. Paparan dibawah suhu ini akan mengandung resiko diantaranya: cadangan energi protein akan berkurang, adanya pengeluaran katekolamin yang dapat menyebabkan terjadinya kenaikan tahanan vaskuler paru dan perifer, lebih jauh lagi dapat menyebabkan lethargi, shunting kanan ke kiri, hipoksia dan asidosis metabolic.
  • Untuk mencegah hipotermia bias ditempuh dengan : memantau suhu tubuh, mengusahakan suhu kamar optimal atau pemakaian selimut hangat, lampu penghangat, incubator, cairan intra vena hangat, begitu pula gas anestesi, cairan irigasi maupun cairan antiseptic yang digunakan yang hangat.
FARMAKOLOGI
Farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat-obat yang diberikan pada neonatus berbeda dibanding dengan dewasa karena pada neonatus :
  1. Perbandingan volume cairan intravaskuler terhadap cairan ekstravaskuler berbeda dengan orang dewasa.
  2. Laju filtrasi glomerulus masih rendah
  3. Laju metabolisme yang tinggi
  4. Kemampuan obat berikatan dengan protein masih rendah
  5. Liver/hati yang masih immature akan mempengaruhi proses biotransformasi obat.
  6. Aliran darah ke organ relative lebih banyak (seperti pasa otak, jantung, liver dan ginjal)
  7. Khusus pada anestesi inhalasi, perbedaan fisiologi system pernafasan : ventilasi alveolar tinggi, Minute volume, FRC rendah, lebih rendahnya MAC dan koefisien partisi darah/gas akan meningkatkan potensi obat, mempercepat induksi dan mempersingkat pulih sadarnya. Tekanan darah cenderung lebih peka terhadap zat anestesi inhalsi mungkin karena mekanisme kompensasi yang belum sempurna dan depresi miokard hebat.
  • Beberapa obat golongan barbiturat dan agonis opiate agaknya sangat toksisk pada neonatus dibanding dewasa. Hal ini mungkin karena obat-obat tersebut sangat mudah menembus sawar darah otak, kemampuan metabolisme masih rendah atau kepekaan pusat nafas sangat tinggi.
  • Sebaliknya neonatus tampaknya lebih tahan terhadap efek ketamin.
  • Bayi umumnya membutuhkan dosis suksisnil cholin relative lebih tinggi disbanding dewasa karena ruang extraselulernya relative lebih besar.
  • Respon terhadap pelumpuh otot non deplarisasi cukup bervariasi.
PERSIAPAN ANESTESI
  • Sebelum anestesi dan pembedahan dilaksanakan, keadaan hidrasi, elektrolit, asam basa harus berada dalam batas-batas normal atau mendekati normal.
  • Sebagian pembedahan bayi baru lahir merupakan kasus gawat darurat.
  • Proses transisi sirkulasi neonatus, penurunan PVR (Pulmonary Vascular Resistance) berpengaruh pada status asam-basanya.
  • Transportasi neonatus dari ruang perawatan ke kamar bedah sedapat mungkin menggunakan incubator yang telah dihangatkan. Sebelum bayi masuk kamar bedah hangatkan kamar dengan mematikan AC misalnya.
  • Peralatan anestesi neonatus bersifat khusus. Tahanan terhadap aliran gas harus rendah, anti obstruksi, ringan dan mudah dipindahkan.
  • Untuk anestesi yang lama, kalau mungkin gas-gas anestetik dihangatkan, dilembabkan dengan pelembab listrik.
  • Biasanya digunakan system anestesi semi-open modifikasi system pipa T dari Ayre yaitu peralatan dari Jackson-Rees.
Puasa 
Puasa yang lama menyebabkan dehidrasi dan hipoglikemia. Lama puasa yang dianjurkan adalah stop susu 4 jam dan berilah air gula 2 jam sebelum anestesi. (Abdul Latief,1991)

Infus
  • Dipasang untuk memenuhi kebutuhan cairan karena puasa, mengganti cairan yang hilang akibat trauma bedah, akibat perdarahan, dll.
  • Untuk pemeliharaan digunakan preparat D5%-10% dalam cairan elektrolit.
  • Neonatus terutama bayi premature mudah sekali mengalami dehidrasi akibat puasa lama atu sulit minum, kehilangan cairan lewat gastrointestinal, evaporasi (Insensible water loss), tranduksi atau sekuestrasi cairan ke dalam lumen usus atau kompartemen tubuh lainnya. Dehidrasi/hipovolemia sangat mudah terjadi karena luas permukaan tubuh dan kompartemen atau volume cairan ekstra seluler relative lebih besar serta fingsi ginjal belum matang.
  • Cairan pemeliharaan/pengganti karena puasa diberikan dalam waktu 3 jam, jam I 50% dan jam II, III maing-masing 25%.
  • Kecukupan hidrasi dapat dipantau melalui produksi urin (>0,5ml/kgBB/jam), berat jenis urin (<1,010), ataupun dengan pemasangan CVP (Central Venous Pressure).
Premedikasi
Sulfas Atropine
  • Hampir selalu diberikan terutama pada penggunaan Halotan, Enfluran, Isofluran, suksinil cholin atau eter. Dosis atropine 0,02 mg/kg, minimal 0,1 mg dan maksimal 0,5 mg. lebih digemari secara intravena dengan pengenceran.
  • Hati-hati pada bayi demam, takikardi, dan keadaan umumnya jelek.
Penenang
Tidak dianjurkan, karena susunan syaraf pusat belum berkembang, mudah terjadi depresi, kecuali pasca anestesi dirawat diruang perawatan intensif. (Abdul Latief,1993)

MASA ANESTESI
Induksi
Pada waktu induksi sebaiknya ada yang membantu. Usahakan agar berjalan dengan trauma sekecil mungkin. Umumnya induksi inhalasi dengan Halotan-O2 atau Halotan-O2/N2O.

Intubasi
  • Intubasi Neonatus lebih sulit karena mulut kecil, lidah besar-tebal, epiglottis tinggi dengan bentuk “U”. Laringoskopi pada neonatus tidak membutuhkan bantal kepala karena occiputnya menonjol. Sebaiknya menggunakan laringoskop bilah lurus-lebar dengan lampu di ujungnya.
  • Hati-hati bahwa bagian tersempit jalan nafas atas adalah cincin cricoid.
  • Waktu intubasi perlu pembantu guna memegang kepala. Intubasi biasanya dikerjakan dalam keadaan sadar (awake intubation) terlebih pada keadaan gawat atau diperkirakan akan dijumpai kesulitan.
  • Beberapa penulis menganjurkan intubasi sadar untuk bayi baru lahir dibawah usia 10-14 hari atau pada bayi premature. Yang berpendapat dilakukan intubasi tidur atas pertimbangan dapat ditekannya trauma, yang dapat dilakukan dengan menggunakan ataupun tanpa pelumpuh otot.
  • Pelumpuh otot yang digunakan adalah suksinil cholin 2 mg/kg secara iv atau im.
  • Pipa trachea yang dianjurkan adalah dari bahan plastic, tembus pandang dan tanpa cuff. Untuk premature digunakan ukuran diameter 2-3 mm sedangkan pada bayi aterm 2,5-3,5 mm. Idealnya menggunakan pipa trachea yang paling besar yang dapat masuk tetapi masih sedikit longgar sehingga dengan tekanan inspirasi 20-25 cmH2O masih sedikit bocor. (Adipradja K, 1998)
Pemeliharaan Anestesi
  • Dianjurkan dengan intubasi dan pernafasan kendali.
  • Pada umunya menggunakan gas anestesi N2O/O2 dengan kombinasi halotan, enfluran, isofluran ataupun sevofluran.
  • Pelumpuh otot golongan non depol sangat sensitive sehingga harus diencerkan dan pemberiannya secara sedikit demi sedikit.
Pemantauan
  1. Pernafasan :  Stetoskop prekordial, Pada nafas spontan ( gerak dada dan bag reservoir),Warna ekstremitas
  2. Sirkulasi :  Stetoskop perikordial, Perabaan nadi, EKG dan CVP
  3. Suhu :  Rektal
  4. Perdarahan :  Isi dalam botol suction, Beda berat kassa sebelum dan sesudah kena darah, Periksa Hb dan Ht secara serial
  5. Air Kemih :  Isi dalam kantong air kemih
PENGAKHIRAN ANESTESIA
  • Pembersihan lender dalam rongga hidung dan mulut dilakukan secara hati-hati. Pemberian O2 100% selama 5-15 menit setelah agent dihentikan.
  • Bila masih ada pengaruh obat pelumpuh obat non-depol, dapat dilakukan penetralan dengan neostigmin (0,04 mg/kg) bersama atropin (0,02 mg/kg).
  • Kemudian dilakukan ekstubasi.
KESIMPULAN
  • Anestesi pada neonatus merupakan hal yang lain dari biasanya.
  • Karena mereka bukanlah merupakan miniatur orang dewasa sehingga dalam melakukan tindakan anestesi diperlukan pengetahuan dan keterampilan khusus dan teliti dalam manajemennya.
  • Perhatian khusus sangat diperlukan mengingat perbedaan anatomi, fisiologi dan farmakologi pada neonatus.
  • Jadi sebelum dilakukan tindakan anestesi haruslah dipertimbangkan faktor sistem pernafasan, sirkulasi, ginjal, dan heparnya.
REFERENSI
  1. Abdul Latief, 1993. Penatalaksanaan Anestesi pada Bedah Akut Bayi Baru Lahir. Ha: Buku Kursus Penyegar dan Penambah Anestesi. Jakarta
  2. Adipradja.K. 1998. Penatalaksanaan Anestesi pada Bedah Darurat Anak. Makalah Simposium Anestesi Pediatri, Bandung.
  3. Cote, CJ. 2000. Pediatric Anaesthesia. 5th edition, Churchil Livingstone. Philadelphia.
  4. Muhiman, Muhardi. Dkk. 1989. Anestesiologi. FKUI. Jakarta.
  5. Warih BP, Abubakar M. 1992. Fisiologi pada Neonatus. dalam : Kumpulan makalah Konas III IDSAI. Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar